Rupiah Terus Melemah, Hampir Tembus Level 13.600 per Dolar AS

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus tertekan pada perdagangan menuju akhir pekan ini.

oleh Arthur Gideon diperbarui 25 Nov 2016, 13:07 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus tertekan pada perdagangan menuju akhir pekan ini. Namun tekanan pada hari ini tidak akan sebesar kemarin. 

Mengutip Bloomberg, Jumat (25/11/2016), rupiah dibuka di angka 13.470 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 13.558 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah berada di kisaran 13.513 per dolar AS hingga 13.582 per dolar AS. Jika dihitung sejak awal tahun, rupiah masih mampu menguat 1,65 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 13.570 per dolar AS. Patokan pada hari ini melemah jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 13.540 per dolar AS.

Dolar AS memang terus perkasa semenjak Donald Trump memenangkan pemilihan presiden di AS mengalahkan Hillary Clinton. Selain itu, rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral AS atau The Federal Reserve (the Fed) juga ikut mendorong kenaikan nilai tukar dolar AS.

Di Asia, dolar AS menguat terhadap hampir seluruh mata uang. Sejak 4 November lalu, Dolar AS menguat hampir 10 persen terhadap yen Jepang.

Tak berbeda jauh dengan ringgit Malaysia, Won Korea Selatan, dolar Singapura dan juga Rupee India. Semua mata uang tersebut mengalami pelemahan di kisaran 2 persen sampai dengan 5 persen.

"Saat ini mata uang di negara berkembang memang sedang mengalami tren pelemahan terhadap dolar AS. negara-negara dengan cadangan devisa yang baik akan bisa menahan tapi yang tidak akan turun tajam," jelas General Manager Aset Pendapatan Tetap SBI Securities Co, Tsutomu Soma.

Ke depan, tren pelemahan tersebut masih akan terus berlanjut sampai dengan ada keputusan dati The Fed dan juga kebijakan dari Donald Trump.

Ekonom PT Samuel Sekuritas Rangga Cipta menjelaskan, pada perdagangan kemarin tekanan terhadap rupiah cukup tajam seiring dengan penguatan dolar AS di Asia merespons notulensi FOMC meeting yang cenderung hawkish.

"Namun intervensi BI yang agresif di pasar valas mampu meredam depresiasi rupiah," jelasnya. Untuk hari ini rupiah masih akan tertekan tetapi tak begitu besar karena diperkirakan tidak ada aksi demo seperti yang diperkirakan sebelumnya. (Gdn/Ndw)

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya