Kiprah Abdi Dalem Difabel Penolak Bala Keraton Yogyakarta

Abdi dalem Keraton Yogyakarta dari kaum difabel itu ditempatkan di barisan terdepan dalam upacara kenegaraan.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 14 Nov 2016, 14:33 WIB

Liputan6.com, Yogyakarta - Keraton Yogyakarta ternyata memiliki catatan tersendiri soal kaum difabel. Tidak banyak orang yang tahu bahwa ada satu golongan abdi dalem di Keraton terdiri dari para penyandang disabilitas. Mereka disebut abdi dalem Polowijo dan ditempatkan di sebuah tempat bernama Polowijan.

"Abdi dalem Polowijo digunakan untuk upacara kenegaraan Keraton, terakhir dimunculkan pada saat Jumenengan pada 1989," ujar Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Rinto Isworo, Wakil Penghageng Kalih (dua) Widya Budaya, dalam diskusi Jambore Difabel Istimewa 2016, Sabtu, 12 November 2016.

Ia mengungkapkan, saat itu sedang tidak ada abdi dalem Polowijo yang menempati Polowijan sehingga pihak Keraton mencari difabel yang berkenan untuk menjadi abdi dalem dan ikut serta dalam perhelatan Sultan HB X naik tahta.

Abdi dalem Polowijo, tutur dia, dalam tradisi Raja Mataram dipakai sebagai penolak bala. Maka itu, mereka selalu ditempatkan dalam baris terdepan upacara kenegaraan Keraton Yogyakarta.

Fungsinya mirip dengan tarian edan-edanan yang dilakukan saat upacara pernikahan. Rinto juga menjelaskan nama Polowijo diambil dari jenis tumbuh-tumbuhan yang ditanam di sawah selain padi.

Menurut dia, Raja Mataram melestarikan budaya Jawa lewat keberadaan abdi dalem Punokawan. Merunut sejarahnya, mereka berasal dari abdi dalem Punokawan yang bertugas melayani. Walau kondisi fisik tidak sempurna (kebanyakan orang bertubuh pendek), para abdi dalem tersebut menjadi penasihat dan pelindung para ndoro.

"Tradisi itu diikuti oleh raja-raja Mataram selanjutnya," ucap Rinto.

Secara tradisi, lanjut dia, abdi dalem Polowijo membuat kerajaan lepas dari marabahaya.

"Istilahnya dhemit ora ndulit, setan ora doyan (demit nggak nyentuh, setan nggak mau)," kata Rinto.

Dari sudut pandang religi, keberadaan abdi dalem Polowijo menunjukkan seorang raja yang tidak membeda-bedakan rakyatnya sehingga Tuhan pun selalu menyayangi.

Ia menambahkan, secara khusus saat ini abdi dalem Polowijo tidak ada di Keraton. Akan tetapi, abdi dalem difabel tersebar di berbagai tugas pelayanan sesuai dengan kemampuannya masing-masing

Penulis buku Punokawan sekaligus budayawan Ki Herman Sinung Janutama mengungkapkan, keberadaan abdi dalem Polowijo menunjukkan semua warga mendapat tempat di Keraton tanpa pandang bulu.

"Penolak marabahaya itu fungsi dalam tatanan eksotik. Yang sekarang terkait dengan masyarakat tradisi, namun sekarang saya ingin difabel punya peran kontemporer," ujar Herman.

Herman menilai peran kontemporer yang dimaksud adalah berdaya dan bisa mengaktualisasikan diri mereka lewat kemampuan yang bermanfaat bagi diri sendiri dan sesama.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya