Bayi Lahir Prematur Berisiko Sesak Napas Saat Dewasa

Sebuah studi menunjukkan bayi prematur akan memiliki tantangan pernapasan saat anak-anak hingga remaja.

oleh Meiristica Nurul diperbarui 21 Sep 2016, 18:00 WIB
Katie Froom dari Devon, barat daya Inggris, lahir tiga bulan lebih cepat dari perkiraan. (sumber: mirror.co.uk)

Liputan6.com, Jakarta Sebuah studi menunjukkan bayi prematur yang paru-parunya belum sempurna saat lahir, kemungkinan akan memiliki masalah pernapasan hingga remaja. Penelitian fokus pada bayi prematur yang lahir tidak lebih dari 28 minggu kehamilan.

Bayi-bayi tersebut terlalu lemah untuk bernapas sendiri. Mereka sering kekurangan lapisan pada paru-paru yang dikenal sebagai surfaktan sehingga ruang udara kecil yang disebut alveoli menyempit setiap bernapas.

Penelitian dilakukan dengan memeriksa data 300 bayi dengan berat badan yang rendah saat lahir, serta 260 bayi yang lahir normal baik waktu maupun ukurannya, dilansir laman Dailymail, Rabu (21/9/2016).

Dan mereka menemukan bayi prematur lebih mungkin memiliki masalah pernapasan. "Surfaktan pada kehamilan sehat sebagian besar diproduksi setelah janin 34-35 minggu. Sedangkan bayi prematur kekurangan surfaktan, karenanya kesulitan bernapas setelah kelahiran," terang penulis utama studi, Dr Lex Doyle, seorang peneliti pediatri di Rumah Sakit Royal Perempuan di Australia.

Beberapa bayi prematur juga menghadapi tantangan jangka panjang seperti gangguan penglihatan, pendengaran, dan keterampilan kognitif serta masalah sosial dan perilaku.

Untuk penelitian ini, Doyle dan rekannya fokus pada bayi yang lahir pada 1991-1992. Mereka pun membuat surfaktan sintetis, dan alami yang terbuat dari lipid dan protein untuk mengobati bayi prematur di Australia.

Dokter menyuntikkan cairan yang mengandung surfaktan tersebut langsung ke saluran udara dari paru-paru untuk meningkatkan pernapasan.

Bayi prematur yang menjadi perokok di usia 18 tahun juga memiliki fungsi paru-paru lebih buruk daripada bayi prematur yang tidak merokok, para peneliti melaporkan dalam jurnal Thorax.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya