Ilmuwan Temukan Cara Membuat Password Berdasarkan Pemindaian Otak

Teknologi bernama Brainpaint ini akan menangkap tanggapan otak pengguna mengenai gambar yang dimunculkan dari perangkat

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 10 Feb 2016, 08:23 WIB
Ilustrasi otak manusia (ubergizmo.com)

Liputan6.com, Jakarta - Era password menggunakan kombinasi angka dan huruf diperkirakan akan segera tergusur. Hal ini dimungkinkan setelah penggunaan teknologi biometrik kian marak dipakai di banyak perangkat. Salah satunya adalah penggunaan sidik jari.

Namun, sama dengan teknologi lainnya, penggunaan sidik jari sebagai password dapat segera berubah. Sebab, sekelompok ilmuwan dari Binghamton University, baru saja menemukan teknologi password anti retas. Kelompok tersebut tak lagi menggunakan teknologi biometrik dengan pemindai sidik jari melainkan pemindaian otak.

Mengutip informasi dari laman Science Alert, Rabu (10/2/2016), teknologi yang diberi nama Brainpaint ini, berbasis pada penggunaan tutup kepala layaknya untuk keperluan mandi yang dilengkapi dengan electroencephalogram (EEG).

Tutup kepala tersebut menampilkan lebih dari 500 gambar berbeda tiap detiknya. Lalu, teknologi ini akan menangkap cara otak merespon saat melihat gambar tersebut untuk memastikan siapa pengguna sebenarnya.

Gambar dirancang untuk memperoleh respon emosional yang pasti dari pengguna. Berdasarkan uji coba, software dari teknologi ini berhasil mengenali satu dari 30 orang responden dengan tingkat akurasi 100 persen. Jadi, software akan mengetahui secara akurat pengguna berdasarkan aktivitas otak saat melihat gambar. 

"Ide kunci dari teknologi ini adalah untuk mengidentifikasi dan mengenali seseorang berdasarkan apa yang sedang dipikirkannya," ujar salah satu peneliti, Zhanpeng Jin.

Menurutnya, aktivitas di dalam otak akan sangat sulit diketahui pihak lain. Bahkan, jika seseorang berusaha untuk meniru atau mengatur respon otak terlebih dulu.

Kendati masih dalam tahap pengembangan, para peneliti sudah cukup yakin dengan keamanan teknologi ini. Bahkan, ketika menggunakan teknologi ini untuk kebutuhan akses online, akan sangat sulit menembusnya. Namun, butuh waktu yang cukup lama sampai teknologi ini benar-benar bisa digunakan.

(Dam/Cas)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya