Jadi Regulator, OJK Tak Ingin Merasa Ditakuti

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggunakan pendekatan berbeda untuk industri jasa keuangan di Indonesia.

oleh Zulfi Suhendra diperbarui 09 Nov 2015, 19:15 WIB
Petugas saat bertugas di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta,(4/11/2015). Pengawas Pasar Modal OJK mengatakan pembahasan enam beleid sudah final karena tidak ada lagi perdebatan dari segi substansi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggunakan pendekatan berbeda untuk industri jasa keuangan di Indonesia. OJK dalam mengatur industri perbankan tak ingin merasa ditakuti.

Ketua Dewan Audit Dewan komisioner OJK, Ilya Avianti mengatakan, dulu sebelum OJK lahir, regulator industri perbankan yakni Bapepam-LK membuat aturan cenderung satu arah, tidak melihat pasar atau konsumen yang terikat dengan aturan tersebut. Akibatnya, aturan itu bukannya diikuti, melainkan jadi tidak efektif.

"Pengalaman lalu, rgulator bikin aturan itu one way (satu arah). Pokoknya bikin aturan, lalu kerjain. Itu terbukti tidak efektif. Dulu Bapepam LK bikin aturan tapi nggak ada pasarnya," kata Ilya kala berkunjung ke kantor LIputan6.co, Senayan, Jakarta, Senin (9/11/2015).

[OJK](2356400 ""), lanjut Ilya kini melakukan metode berbeda dalam membuat regulasi. Yang ditekankan pada tugas OJK sebagai regulator kini adalah bukan membuat aturan sehingga ditakuti. OJK menurutnya selain membuat aturan itu juga sekaligus mengedukasi pasar.

"Sekarang bukan zamannya regulator ditakuti. Kita mengedukasi. Siapa yang diedukasi? masyarakat dan juga industri jasa keuangannya," tuturnya.

Dalam membuat aturan, Ilya mengaku OHK selalu melihat kebutuhan pasar, agar aaturan tersebut efektif diterapkan di lapangan.

"Kalau bikin aturan juga industri yang kita atur kita ajak. Aturan ini bermanfaat nggak sih. Bisa meningkatkan value. Tujuan kita nggak buat ditakutin," tegasnya lagi.

Selama ini, lanjutnya, masih banyak masyarakat yang belum punya akses ke perbankan. Indonesia, kata Ilya, masih kalah dibandingkan negara di Asia Tenggara seperti Singapura.

"Dengan Filipina saja kita kalah. Filipina 27 persen. Indonesia 20 persen," tambahnya. (Zul/Ndw)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya