Nelayan Indonesia Berisiko Tinggi Derita Katarak

Tinggal di pesisir pantai, setiap hari berjibaku mencari ikan membuat nelayan berisiko tinggi terkena kebutaan akibat katarak.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 12 Okt 2015, 11:34 WIB
Aktivitas bongkar muat ikan di Pelabuhan Muara Baru, Jakarta, Selasa (22/9/2015). Nelayan mengeluh mahalnya BBM dan Peraturan Menteri No. 2/2015 tentang larangan penggunaan pukat hela dan pukat tarik membuat nelayan merugi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Tinggal di pesisir pantai, setiap hari berjibaku mencari ikan membuat nelayan berisiko tinggi terkena kebutaan akibat katarak. Ini menandakan kurangnya informasi mengenai bahaya sinar ultraviolet pada mata.

Begitu disampaikan Direktur Medik JEC @ Kedoya sekaligus Ketua Service Katarak dan Bedah Refraktif JEC, dan Ketua Indonesian Society Cataract and Refractive Surgery (INASCRS), dr Setiyo Budi Riyanto, SpM pada wartawan di sela-sela acara Bakti Katarak di RS JEC Kedoya, Jakarta, Sabtu (10/10/2015).

"Selain faktor usia, sinar ultraviolet menyumbang kekeruhan mata atau katarak. Jadi paparan sinar surya ini merangsang metabolisme yang membuat mata jernih menjadi keruh," katanya.

Normalnya, kata dia, katarak terjadi pada usia 50-60 tahun. Tapi pada nelayan, kasus ini justru terjadi pada usia 40-an.

"Penggunaan kacamata mengandung perlindungan UV dapat mencegah kerusakan lensa mata. Namun bila katarak sudah terjadi, pengobatan efektifnya hanya melalui operasi," pungkasnya. (*)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya