Buruh Perempuan Rentan Keguguran, Sayang Tak Dapat Dispensasi

Tidak sedikit buruh perempuan yang mengalami pendarahan, bahkan keguguran karena tidak mendapat `dispensasi` dari perusahaan.

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 03 Mei 2015, 17:00 WIB
Tidak sedikit buruh perempuan yang mengalami pendarahan, bahkan keguguran karena tidak mendapat `dispensasi` dari perusahaan.

Liputan6.com, Jakarta Perwakilan Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP), Jumisih mengatakan, tidak sedikit buruh perempuan yang mengalami pendarahan, bahkan keguguran karena tidak mendapat `dispensasi` dari perusahaan.

"Kasus-kasus seperti itu banyak. Tak hanya pendarahan dan keguguran di pabrik saja, yang tidak diizinkan pulang pun cukup banyak," kata Jumisih kepada Health-Liputan6.com, Jumat (1/5/2015)

Seperti perusahaan atau pabrik pada umumnya, buruh perempuan pun mendapatkan cuti hamil selama 3 bulan, 1,5 bulan sebelum dan 1,5 sesudah melahirkan. Namun, miris,  yang mereka terima tidak seperti apa yang dijanjikan.

"Banyak modus pengusaha supaya buruh tak ambil cuti melahirkan. Misalnya saja memutus kontrak kerja sebelum si buruh yang hamil itu melahirkan," kata Jumisih lara.

Dalam dunia ketenagakerjaan, kata Jumisih, hukum perburuan di Indonesia tidak sepenuhnya melindungi kaum buruh tersebut. Terutama, bagi buruh yang bergerak di sektor padat karya, di mana 99 persen adalah perempuan.

Jumisih menuturkan, dari curahan hati yang didapatnya dari rekan-rekan buruh tersebut, paling sering korban mendapatkan perilaku tidak menyenangkan dari atasannya. Tapi sebenarnya, siapa pun itu bisa menjadi pelakunya.

"Tindakan asusila yang didapat oleh para buruh dapat dilakukan rekan kerja atau siapa pun orangnya, bisa menjadi pelakunya. Tapi, kami sering dapat pengaduan kalau mereka sering dilecehkan oleh atasan, suvervisor, personalia, dan staf-staf terkait," kata Jumisih dalam satu kesempatan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya