Pengusaha: Sistem Pengupahan RI Tergantung Kekuatan Demo

"Jadi UMP itu jangan dihitung dari KHL kemakmuran pekerja, tapi dari efektifitas dan daya saing," tutur Ketua Dewan Penasihat API,Harjanto.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 22 Des 2014, 16:16 WIB
Ilustrasi Upah Buruh (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta - Para pengusaha mengeluhkan penetapan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang akan diterapkan beberapa kota pada 2015 ini. Menurut mereka, kenaikan upah selama ini tidak berbanding lurus dengan produktivitas.

"Sistem pengupahan Indonesia saat ini lebih berdasarkan dari kekuatan demo, padahal UMP itu sebenarnya tidak perlu didemo," jelas Ketua Dewan Penasihat Asosiasi Persepatuan Indonesia (API), Harjanto saat bertemu dengan kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Franky Sibarani, Senin (22/12/2014).

Harjanto mengungkapkan, selama ini banyak demo yang hanya ditunggangi oleh pihak tertentu dan bukan murni aspirasi dari para buruh. Selama ini, banyak aksi demontrasi yang hanya mewakili sebuah perusahaan tertentu. Para buruh diperusahaan tersebut kemudian mengatasnamakan seluruh  buruh.

Oleh sebab itu, sebenarnya negosiasi mengenai UMP tersebut bukan hanya dilakukan ke pemerintah, namun lebih tepat dilakukan langsung ke perusahaan.

"Sesuai Undang-Undang kan harus bepartit, jadi kalau mau demo tidak ke pemerintah tapi ke perusahaannya langsung," tegas dia.

‎Apa yang terjadi selama ini dengan terus meningkatnya UMP di setiap kota di Indonesia akan mengurangi daya saing industri di Indonesia. Hal itu terbukti dengan tidak berbanding lurus dengan produktifitas para pekerja.

"Jadi UMP itu jangan dihitung dari KHL kemakmuran pekerja, tapi dari efektifitas dan daya saing," tutupnya. (Yas/Gdn)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya