Pasokan Aman Dorong Harga Minyak Merosot

Harga minyak west intermediate turun 70 sen menjadi US$ 102,7 per barel.

oleh Agustina Melani diperbarui 31 Jul 2014, 06:51 WIB
Ilustrasi Tambang Minyak 4 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Liputan6.com, New York - Harga minyak ditutup merosot pada perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB) didorong  sentimen persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS) dan ketegangan geopolitik.

Meski demikian, harga minyak kontrak berjangka AS masih berada di kisaran US$ 100 per barel.

Harga minyak kontrak utama West Intermediate (WTI) untuk pengiriman September ditutup di level US$ 102,7 per barel, turun 70 sen dari penutupan Selasa di New York Mercantile Exchange.

Di London, harga minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman September turun US$ 1,21 menjadi US$ 106,51 per barel.

Para trader melihat hasil produk domestik bruto (PDB) Amerika Serikat  yang lebih baik dari perkiraan. Ekonomi AS tumbuh 4 persen pada kuartal II. Pertumbuhan ekonomi AS menguat dari penurunan 2,1 persen pada kuartal I karena cuaca musim dingin yang buruk.

Hal itu mendorong dolar naik ke level tertinggi terhadap euro sejak 12 November. Satu euro menjadi US$ 1.3367 per dolar AS. Penguatan dolar memberikan tekanan untuk minyak.

Selain itu, dari hasil pertemuan The Federal Reserve, suku bunga acuan tidak berubah. Suku bunga AS tetap rendah mendekati nol sejak akhir 2008.

"Data PDB AS lebih kuat dari yang diharapkan tetapi menimbulkan ide The Fed akan menaikkan suku agak lebih cepat dari perkiraan sebelumnya sehingga mendorong dolar AS menguat yang dapat membatasi minat beli WTI," ujar Tim Evans, Analis Citi Futures, seperti dikutip dari The Bull Asia, Kamis (31/7/2014).

Selain itu, Departemen Energi mengatakan, stok minyak mentah turun 3,7 juta barel menjadi 367.400.000 barel dalam pekan yang berakhir 25 Juli. Pusat minyak utama di Cushing, Oklahoma mencatatkan penurunan persediaan menjadi 17,9 juta barel, level terendah sejak November 2008.

Sementara itu, para trader juga mengabaikan ketegangan yang meningkat di Ukraina dan Timur Tengah.

"Persediaan Brent tetap berisiko dari kekerasan di Libya dan Irak, dan sanksi terhadap Rusia, tetapi pasar tenang menghadapi itu, dan menunjukkan pasokan cukup kuat," kata Tim. (Ahm/)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya