Sukses

GraphCast, AI Milik Google Mampu Prediksi Cuaca Kurang dari Semenit

GraphCast, alat prediksi cuaca canggih dari Tim Peneliti DeepMind, mengguncang dunia pelaporan cuaca. Dengan tingkat kebenaran mencapai 90 persen, GraphCast mampu memprediksi kondisi cuaca 10 hari ke depan dalam waktu kurang dari satu menit

Liputan6.com, Jakarta - Tim peneliti DeepMind Google telah menciptakan algoritma prediksi cuaca berbasis pembelajaran mesin dan kecerdasan buatan (AI), yang dikenal sebagai GraphCast. Alat ini dilaporkan menjadi sebuah terobosan baru di dunia pelaporan cuaca

Dalam waktu kurang dari satu menit, GraphCast mampu memprediksi variabel cuaca untuk kurun waktu 10 hari, mengungguli teknologi prediksi pola cuaca tradisional dengan tingkat kebenaran mencapai 90 persen.

Cara kerja GraphCast melibatkan pengambilan dua kondisi cuaca terkini dari Bumi, termasuk variabel dari waktu pengujian dan enam jam sebelumnya. Dengan memanfaatkan data ini, program artificial intelligence dapat memprediksi kondisi cuaca dalam enam jam ke depan, memberikan keunggulan dalam kecepatan dan akurasi prediksi.

Dilansir Engadget, Rabu (15/11/2023), GraphCast telah membuktikan kemanjurannya dalam praktik, seperti memprediksi pendaratan Badai Lee di Long Island 10 hari sebelum terjadi.

Kecepatan prediksi ini menjadi unggul karena GraphCast tidak harus mengatasi kompleksitas fisika dan dinamika fluida seperti model prediksi cuaca tradisional.

Kelebihan GraphCast tidak hanya terbatas pada kecepatan dan skala prediksi. Program ini juga dapat memprediksi peristiwa cuaca buruk, seperti siklon tropis dan gelombang suhu ekstrem. 

Dengan kemampuan untuk dilatih ulang menggunakan data terbaru, GraphCast diharapkan semakin meningkat dalam memprediksi osilasi pola cuaca yang terkait dengan perubahan iklim.

Mendekati masa depan, GraphCast atau dasar dari algoritma ini mungkin akan menjadi layanan umum. Google dilaporkan sedang mengeksplorasi integrasi GraphCast ke dalam produknya. 

Permintaan akan pemodelan badai yang lebih baik juga telah mendorong inovasi, termasuk pengembangan superkomputer di luar angkasa oleh National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) untuk memberikan prakiraan cuaca yang lebih akurat dan intensitas badai yang lebih baik.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

NASA Manfaatkan AI untuk Prediksi Kiamat di Bumi

Berbicara mengenai prediksi berbasis AI, terjadinya kiamat di bumi tidak dapat diprediksi oleh manusia, tetapi para ilmuwan NASA mulai mengembangkan metode peringatan 30 menit sebelum terjadinya fenomena badai matahari yang memiliki potensi untuk menyebabkan "kiamat" global.

Hal ini dikatakan oleh NASA setelah mengulik teknologi AI dalam memprediksi fenomena antariksa yang akan terjadi di masa depan dan fenomena badai matahari dahsyat.

Dirangkum dari berbagai sumber, pada Selasa (14/11/23), berikut cara NASA memprediksi fenomena antariksa dengan AI.

NASA mulai mencoba mengembangkan AI sebagai alat untuk memprediksi badai matahari dahsyat yang akan mengancam berpotensi "kiamat" global.

Teknologi AI dapat membantu memberikan peringatan dini lebih awal ketika fenomena badai matahari mulai bergerak untuk menghancurkan suatu wilayah. Nantinya, cahaya akan bergerak dari material yang dikeluarkan matahari saat badai sedang berlangsung.

Kemudian setelah cahaya berhasil bergerak, NASA akan berusaha mendapatkan data dari beberapa satelit, yakni ACE, WIND, IMP-8, dan Geotail. Keempat satelit ini akan membantu untuk memprediksi terjadinya badai matahari dan dampak dari fenomena tersebut secara lebih akurat.

Dilansir dari Science Alert, para ilmuwan mulai melatih teknik pembelajaran DAGGER. Peningkatan kecepatan teknik DAGGER jauh lebih cepat dibanding algoritma prediktif yang lain, teknik ini juga bisa memprediksi arah terjadinya peristiwa dengan waktu kurang dari satu detik dan level keparahan dalam peristiwa tersebut.

3 dari 4 halaman

Quebec Pernah Mengalami Peristiwa Badai Matahari

Wilayah Quebec pernah mengalami peristiwa badai matahari pada 35 tahun yang lalu dan wilayah tersebut mengalami pemadaman listrik selama 12 jam. Peristiwa ini juga menyebabkan sekolah, perkantoran hingga Bandara Dorval, Montreal, Kanada tutup.

Selain itu, peristiwa Carrington juga pernah terjadi pada 150 tahun yang lalu dan menyebabkan aliran listrik dan alat komunikasi mati akibat terjadinya badai geomagnetik ekstrem.

Peristiwa badai matahari diprediksi akan terjadi setiap 11 tahun sekali, tetapi para ilmuwan NASA berjanji akan memberitahu jika peristiwa berbahaya akan terjadi di bumi.

Bagaimana Peristiwa Carrington?

Peristiwa Carrington adalah hasil dari badai geomagnetik matahari yang terbesar yang tercatat. Dinamakan sesuai dengan Richard Carrington, seorang astronom terkemuka asal Inggris pada abad ke-19 yang mengkhususkan diri dalam penelitian tentang matahari. Fokus penelitiannya adalah posisi kutub utara dan selatan matahari.

 
4 dari 4 halaman

Apa Dampak Kiamat Internet?

Dalam situasi ini, kehancuran internet bisa menciptakan kekacauan yang meluas, terutama di bidang keuangan, transportasi, dan komunikasi yang sangat tergantung pada teknologi ini.

Mengapa Badai Matahari Bisa Terjadi?

Peristiwa ini terjadi karena variasi kecepatan rotasi yang tidak konsisten pada berbagai bagian permukaan Matahari serta antara bagian permukaan dan bagian dalamnya. Ketidaksesuaian kecepatan rotasi ini mengakibatkan garis-garis gaya magnetik Matahari saling melilit dan membentuk lengkungan yang menonjol dari fotosfera.

Bagaimana Proses Terjadinya Hari Kiamat?

Peristiwa hari kiamat dimulai dengan sangkakala ditiup oleh Malaikat Isrofil untuk menghancurkan bumi beserta segala isinya. Waktu pasti kedatangan hari kiamat tidak dapat diprediksi karena merupakan rahasia Allah SWT yang tidak diketahui oleh siapapun.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini