Sukses

Teknologi di Avatar: The Way of Water Bikin Sejumlah Bioskop Jepang Bermasalah

Salah satu bioskop Jepang sampai mengurangi frame rate-nya untuk film Avatar: The Way of Water, dari 48 fps menjadi 24 fps.

Liputan6.com, Jakarta - Avatar: The Way of Water saat ini sedang banyak dibicarakan oleh para penggemar film di seluruh dunia.

Sayangnya, kesuksesan sekuel dari film pertama Avatar yang rilis di 2009 ini diwarnai sejumlah masalah teknis di Jepang, karena teknologi yang dipakai di film tersebut.

Mengutip Engadget, Jumat (23/12/2022), Avatar: The Way of Water menjadi rilis terluas sepanjang masa di Jepang. Namun, film ini gagal mendapatkan peringkat teratas akhir pekan lalu, karena disalip anime The First Slam Dunk.

Belum lagi, beberapa bioskop di Jepang melaporkan masalah teknis. Dilaporkan Bloomberg, salah satunya sampai mengurangi frame rate-nya dari 48 fps, menjadi 24 fps.

Mengutip The Gamer, Avatar: The Way of Water memakai banyak teknologi yang mutakhir. Selain itu, filmnya juga tersedia dalam berbagai format. Ini termasuk 2D dan 3D, tetapi juga frame rate yang berbeda dengan versi 24 fps dan 48 fps.

Versi 48 fps, dikenal sebagai High Frame Rate (HFR), dapat bekerja dengan baik untuk konten 3D, karena berpotensi membantu mengatasi ketegangan mata, sementara adegan aksi bisa terlihat jauh lebih halus.

Namun, format tersebut akan menyulitkan bioskop untuk diproyeksikan, apabila mereka tidak memiliki peralatan yang tepat. Hal itulah yang membuat sejumlah bioskop mengurangi frame rate-nya tadi.

Jejaring bioskop yang terdampak termasuk United Cinemas Co., Toho Col, dan Tokyu Corp. Laporan menyebutkan, sejumlah penonton terpaksa ditolak oleh pihak bioskop dan pengembalian dana dilakukan.

Bioskop yang mendukung HFR belum umum mengingat mereka harus memiliki proyektor terbaru atau meningkatkan yang sudah ada.

Saat perilisan Avatar: The Way of Water, jumlah film yang menggunakan HFR tidak banyak. Beberapa film yang sudah menggunakan teknologi ini antara lain trilogi The Hobbit dari Peter Jackson, dan Gemini Man karya Ang Lee.

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sam Worthington dan Zoe Zaldana Kembali

Avatar: The Way of Water (2022) masih disutradarai oleh James Cameron (Titanic, Aliens, Terminator) dan merupakan film kedua dari seri Avatar yang direncanakan akan memiliki 5 film secara keseluruhan.

Sam Worthington dan Zoe Zaldana akan kembali memerankan tokoh dari film pertamanya di sini sebagai Jake Sully dan Neytiri.

Sigourney Weaver (Alien, Ghostbusters), Kate Winslet (Titanic, Eternal Sunshine of the Spotless Mind) dan Stephen Lang (Don't Breathe, The Monkey's Paw), juga bergabung dalam jajaran cast-nya.

Avatar: The Way of Water berlatar lebih dari satu dekade setelah peristiwa film pertamanya. Film ini akan menceritakan banyak hal.

Mulai dari kisah keluarga Sully, masalah yang mengikuti mereka berupa pertempuran yang mereka perjuangkan untuk tetap hidup, dan tragedi yang mereka alami.

Saat ancaman kembali muncul untuk menyelesaikan masalah yang sebelumnya telah dimulai, Jake harus bekerja dengan Neytiri dan tentara ras Na'vi lain untuk melindungi planet mereka.

 

3 dari 4 halaman

James Cameron Terinspirasi Indonesia

Sutradara James Cameron, juga mengungkapkan bahwa salah satu inspirasi di Avatar: The Way of Water ini berasal dari Indonesia. Hal itu seperti terungkap di kanal YouTube National Geographic.

Di awal wawancara, ia menjelaskan dirinya sudah begitu lama mencintai laut. Bahkan saat masih bocah, dia bercita-cita jadi penyelam agar bisa menyaksikan langsung keindahannya.

"The Way of Water adalah sebuah kesempatan untuk mempertemukan dua hal yang kucinta. Aku begitu mencintai kesempatan dapat membangun sebuah dunia dalam pembuatan film Avatar, dan aku mencintai laut," kata dia.

James Cameron melakukan riset mendalam terkait kehidupan masyarakat asli yang begitu lekat dengan laut.

 

4 dari 4 halaman

Rasa Hormat Terhadap Alam

"The Way of Water menghubungkan banyak hal tentang budaya asli di sini, yang kemudian dillihat dari lensa Pandora,” kata Cameron membeberkan. Cameron menilai, kehidupan masyarakat asli ini begitu menghormati laut.

"Mereka punya rasa hormat yang mendalam atas harmoni dan keseimbangan terhadap alam. Ada yang menato kulit tubuh dan wajahnya—dan kami melakukan versi Pandora di film,” tuturnya.

Mengingat Indonesia adalah negara kepulauan terbesar dunia, tak heran James Cameron juga merasa harus mendatangi negeri ini.

"Ada orang-orang laut di Indonesia yang hidup di rumah panggung, rakit, dan lain sebagainya. Kami melihat hal-hal seperti ini," ujarnya.

(Dio/Ysl)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.