Sukses

OPINI: e-Procurement, Kunci Terwujudnya Tata Kelola Organisasi yang Transparan

Pengadaan digital memberikan keterbukaan informasi bagi pihak-pihak yang terkait dan tidak ribet karena proses administrasi dilakukan secara otomatis.

Liputan6.com, Jakarta - Apa yang ada di benak Anda ketika berbicara tentang pengadaan barang dan jasa di Indonesia? Kebanyakan dari Anda mungkin akan menjawab: Tidak transparan, lahan basah, ribet, complicated, tidak efisien waktu, atau rentan penyelewengan.

Mengapa persepsi ini sering mengemuka? Sebab pada kenyataannya, semua orang menginginkan proses pengadaan barang dan jasa yang transparan, sehingga terciptalah berbagai proses aturan yang kompleks.

Tak jarang, waktu yang digunakan untuk proses pengadaan barang dan jasa sering molor dan lewat dari yang ditargetkan akibat kendala teknis maupun non-teknis.

Selain itu banyaknya celah yang memungkinkan terjadinya kesepakatan di bawah meja antara ‘orang dalam’ dan penyedia barang atau jasa akibat sistem yang tidak transparan.

Berbicara tentang kerugian yang ditimbulkan akibat penyelewengan dan inefisiensi pada proses pengadaan barang dan jasa, kasus-kasus yang terjadi di sektor pemerintahan memang yang paling banyak terangkat ke publik. Ini terkait dengan ramainya sorotan media massa atas kasus-kasus yang telah merugikan negara tersebut.

Data dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan, sepanjang 2017 terdapat 576 kasus korupsi yang ditangani oleh aparat penegak hukum (APH) dengan kerugian negara mencapai Rp 6,5 triliun. Sepanjang tahun tersebut juga terjadi kasus suap sebesar Rp 211 miliar.

Dari jumlah tersebut, 84 kasus korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa telah menjalani proses hukum. Nilai kerugian negara dari kasus-kasus tersebut mencapai Rp 1,02 triliun.

Lalu bagaimana dengan kasus-kasus yang terjadi di perusahaan-perusahaan? Tak banyak yang mengemuka ke publik kecuali jika terkait dengan kerugian negara.

Untuk menjaga reputasi, biasanya kasus-kasus pada proses pengadaan barang dan jasa perusahaan berakhir dengan sanksi administrasi dan pemutusan hubungan kerja dengan pihak-pihak terkait. Namun di luar kasus-kasus penyelewengan, sejatinya kerap terjadi kerugian perusahaan yang tidak disadari akibat proses yang tidak efisien.

Molornya waktu pengadaan, kesalahan penilaian atas harga dan spesifikasi, serta keterlibatan dan intervensi pihak internal, tidak dapat dihindari.

Hal-hal ini sesungguhnya melahirkan kerugian bisnis tanpa disadari. Kompleksitas permasalahan inilah yang mendorong banyak organisasi, baik pemerintah maupun swasta, mencari solusi efektif dalam hal pengadaan barang dan jasa di perusahaan.

Pasalnya, pengadaan barang dan jasa tradisional tidak transparan dan ribet. Sementara pengadaan digital memberikan keterbukaan informasi bagi pihak-pihak yang terkait dan tidak ribet karena proses administrasi dilakukan secara otomatis.

Tantangan Baru bagi Tim Procurement di Era Persaingan Bisnis yang Kian Kompetitif

Tim procurement saat ini menghadapi tantangan di tengah persaingan bisnis yang makin kompetitif. Pengadaan untuk large corporate lebih rumit dan kompleks bila dibandingkan dengan perusahaan kecil atau medium, sehingga membutuhkan solusi digital untuk pengadaan.

Hal itu lantaran pengadaan untuk large corporate lebih ke jasa dan solusi daripada barang karena lebih memprioritaskan result daripada barang.

Berdasarkan data Mbiz.co.id yang selama ini menangani large corporate, pengadaan jasa saat ini menunjukkan tren peningkatan yang pesat. Pengadaan jasa dibandingkan dengan barang persentasinya 80 persen berbanding 20 persen.

Kerentanan terhadap munculnya inefisiensi dan penyelewengan lebih tinggi, karena harga sebuah jasa bersifat subyektif dan tidak memiliki standar sama. Tentu saja potensi untuk dimain-mainkan semakin besar. Potensi mark-up atau menaikkan anggaran sangat besar terjadi. Ini menjadi tantangan baru bagi tim pengadaan barang dan jasa.

Mempertimbangkan e-Procurement Sebagai Solusi

Terkait persoalan di dunia pengadaan barang dan jasa, sudah selayaknya apresiasi diberikan kepada pemerintah. Kita tahu, pemerintah terus memperbaiki peraturan pengadaan barang dan jasa. Pada 16 Maret 2018, Presiden Joko Widodo menandatangani Perpres No 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

E-katalog lantas disebut sebagai instrumen baru pengadaan barang/jasa yang lebih transparan. Dengan penerapan e-katalog diharapkan semua harga terbuka dan bisa diakses oleh semua orang secara daring sehingga proses lelang menjadi lebih transparan.

Namun, sesungguhnya jika kita mengacu kepada penerapan e-Procurement secara menyeluruh, sesungguhnya e-Katalog adalah salah satu komponen penting yang menjadi bagian dari solusi e-Procurement yang lengkap dan menyeluruh.

Proses tender, manajemen vendor, pembelian, pembayaran pajak, dan lain-lain adalah komponen-komponen yang terselenggara secara elektronik dan transparan sehingga semua dapat terkontrol dengan jelas dapat dipertanggungjawabkan.

Pengadaan barang dan jasa yang transparan memberikan beberapa keuntungan, di antaranya:

  • Proses kontrol. Dengan solusi digital pada platform pengadaan barang dan jasa, pihak penyedia barang/jasa tidak dimungkinkan mengubah harga (mark up atau mark down) barang dan jasa karena ada kontrol dari pengembang platform.
  • Efisiensi Biaya. Dengan proses yang transparan, semua bisa mengawasi jalannya proses lelang mulai dari pemilihan vendor sampai penetapan pemenang sehingga kecurangan dapat dihindari.
  • Efisiensi Waktu. Proses pengadaan barang dan jasa bisa memakan waktu berminggu-minggu jika dilakukan secara manual. Tapi jika dilakukan secara digital, proses pengadaan barang dan jasa bisa diselesaikan hanya dalam hitungan hari.
  • Efisiensi SDM. Kebutuhan SDM untuk proses pengadaan barang dan jasa secara elektronik lebih efisien dibandingkan dengan proses pengadaan secara tradisional akibat banyaknya proses yang sudah diotomatisasi. Perusahaan dapat mengoptimalkan SDM ke pekerjaan-pekerjaan yang lebih strategis.

Meskipun secara empiris telah terbukti mampu meningkatkan produktivitas dan efisiensi, penerapan pengadaan barang dan jasa secara digital masih menghadapi tantangan berupa resistensi dari individu pelaksana pengadaan barang dan jasa yang kurang menguasai teknologi dan masih memiliki budaya korup, serta institusi.

Untuk memuluskan transformasi pengadaan barang dan jasa dari tradisional ke digital, perlu sosialisasi dan edukasi ke tim procurement. Top management dapat membangun kebijakan yang mendorong terciptanya good corporate governance dalam pengadaan barang dan jasa.

** Penulis adalah Rizal Paramarta, CEO Mbiz.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini