Sukses

13 Tahun Kerja, Eks Karyawan Sebut Google Arogan dan Tak Inovatif

Setelah 13 tahun bekerja, mantan karyawan Google pilih mengundurkan diri dan menyebut Google arogan serta tak inovatif.

Liputan6.com, Jakarta - Google selama ini menjadi salah satu perusahaan teknologi yang banyak diidamkan mahasiswa untuk jadi tempat kerja. Banyak media menyoroti fasilitas-fasilitas keren di kantor Google.

Kendati demikian, seorang mantan karyawan yang pernah bekerja 13 tahun di Google, Steve Yegge, mengatakan Google adalah perusahaan arogan.

Mengutip laman Phone Arena, Sabtu (27/1/2018), Yegge sebelumnya bekerja di Google sebagai Senior Staff Software Engineer di markas Google Mountain View. Menurutnya, salah satu alasan Yegge meninggalkan perusahaan adalah Google tidak berorientasi pada konsumen, tetapi fokus pada kompetitor.

Yagge menganggap hal tersebut mematikan ide dan di matanya Google tidak cocok dijadikan tempat kerja.

"Alasan utama saya meninggalkan Google, karena mereka tidak lagi inovatif. Pertama, Google sangat konservatif dan berfokus pada melindungi apa yang mereka punya, Google juga takut mengambil risiko, serta arogan," tulis Yegge dalam blognya.

Dia juga menuliskan, "Ketika sebuah perusahaan menjadi sangat sukses seperti Google, organisasi menjadi tertekan dan merasa tidak terkalahkan, berpuas diri, kehilangan sentuhan dengan pelanggan, serta pengambilan keputusan yang buruk," katanya. 

Kendati begitu, Yegge juga menulis, Google masih merupakan salah satu tempat terbaik untuk bekerja. Namun, semua tergantung bagaimana seseorang mengukurnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tak Berfokus pada Pengguna

Dia juga menjelaskan, selama beberapa tahun terakhir, Google tidak menciptakan produk yang menjawab kebutuhan pengguna, tetapi sebatas untuk bersaing dengan kompetitor.

Misalnya saja, kata Yagges, adalah kehadiran Google+ sebagai kompetitor Facebook dan Google Cloud sebagai lawan dari layanan komputasi awan Amazon Web Services. Sementara, Allo dianggap sebagai upaya Google membendung WhatsApp dan tentunya, Google Assistant sebagai kompetitor dari Siri.

"Sederhananya, Google sekarang tidak lagi memiliki DNA inovasi. Hal ini karena perhatian Google tertuju pada kompetitor, bukan pengguna," tulisnya.

Sebelumnya, ada seorang mantan karyawan Google, Anthony Levandowski, yang baru-baru ini menciptakan "agama" baru dengan kecerdasan buatan sebagai "Tuhan"-nya.

Dilansir Wired, agama baru bernama "Way of the Future" ini diketahui telah didirikan oleh Levandowski dari sebuah dokumen pengajuan organisasi yang telah diajukan ke pemerintah negara bagian California, Amerika Serikat (AS).

Levandowski sendiri menjabat sebagai presiden dari Way of the Future. Meski begitu, ia mengklaim agama Way of the Future sebenarnya berbentuk sebagai organisasi.

Tujuan utamanya adalah mengembangkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kecerdasan buatan bagi kehidupan. Meski demikian, organisasi memilih untuk menutup diri dan tidak mengungkap satu pun dari kegiatan mereka.

Levandowski sendiri adalah toko kenamaan yang begitu populer di dunia teknologi, khususnya kecerdasan buatan. Ia juga terlibat dalam pengembangan kecerdasan buatan untuk proyek mobil pintar besutan Google, Waymo.

Saat memutuskan diri untuk hengkang dari Google, barulah Levandowski mendirikan startup pembesut mobil pintar Otto, yang pada akhirnya diakuisisi Uber. Sayang, Levandowski pun harus pergi meninggalkan Uber pada Mei 2017 akibat tindakan plagiarisme teknologi Waymo yang ia pakai di Uber.

(Tin/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.