Sukses

KPK Diminta Usut Penyusunan RPM Jasa Telekomunikasi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk menyelidiki penyusunan RPM tentang Jasa Telekomunikasi.

Liputan6.com, Jakarta - Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Strategis meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelediki penyusunan Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang Jasa Telekomunikasi.

FSP BUMN Strategi diketahui menolak rencana Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) untuk menerbitkan RPM tersebut menggantikan KM No 21 Tahun 2001 tentang Jasa Telekomunikasi. 

"Kami mendukung KPK untuk memproses penandatanganan RPM Jasa Telekomnikasi ini sesuai laporan Komisi AntiSuap dan Pungli Indonesia (KASPI)," kata Ketua Umum FSP BUMN Strategis Wisnu Adhi, dalam keterangan resminya, Selasa (19/12/2017). 

Selain KPK, FSP BUMN Strategis juga akan melaporkan hal ini ke DPR menyusul tak diacunya hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara pemerintah dengan Komisi I, serta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait potensi pelanggaran persaingan usaha apabila RPM ini tetap diterbitkan pada pekan ini.

"Kami juga akan menggelar aksi di depan Kementerian dan Istana Negara untuk menyampaikan aspirasi para anggota, termasuk melakukan Judicial Review ke Mahkamah  Agung jika RPM ini tetap disahkan," ungkapnya.

Sebagaimana diketahui, Kemkominfo berupaya untuk menyederhanakan proses lisensi bagi para pemain jasa telekomunikasi dengan merevisi KM No 21 Tahun 2001 tentang Jasa Telekomunikasi dalam bentuk RPM. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tolak RPM Jasa Telekomunikasi

FSP BUMN Strategis, lanjut Wisnu, menolak RPM ini karena isinya dinilai sama saja dengan rancangan Peraturan Pemerintah No 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Peraturan Pemerintah No 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit yang ditolak ditandatangi Presiden Joko Widodo pada 2016.

Alasan lainnya, RPM Jasa Telekomunikasi dinilai melanggar UU No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, terutama Pasal 96 mengenai partisipasi masyarakat.

Diketahui, pemerintah telah melakukan uji publik pada 8-12 Desember 2017. Pihak oposisi menuding uji publik tidak dilakukan sesuai aturan berlaku dan hanya terkesan formalitas saja.

Ia juga menilai, penyusunan RPM Jastel justru mengabaikan rancangan UU Telekomunikasi yang baru untuk menggantikan UU Telekomunikasi Nomor 36 Tahun 1999 yang akan menjadi acuan PP atau aturan di bawahnya.

"Saran kami, selesaikan saja dulu rancangan UU Telekomunikasi yang baru agar rampung pada 2018. Setelah itu, baru fokus ke revisi PP dengan UU Telekomunikasi yang baru dan baru ke revisi PM," tambahnya.

3 dari 3 halaman

Panggil Kemkominfo Bahas RPM

Sebelumnya, KPPU meminta Kemkominfo untuk memastikan RPM tentang Jasa Telekomunikasi ini dapat adil bagi pelaku usaha telekomunikasi.

Pihaknya menyayangkan Kemkominfo tidak berdiskusi dahulu dengan KPPU terkait rencana ini. Padahal, biasanya Kemkominfo akan berdiskusi apabila merancang kebijakan telekomunikasi.

"Rabu besok, kami mengundang Kemkominfo untuk meminta penjelasan rinci tentang rencana penerbitan RPM ini. Kami akan memastikan aturan yang dibuat Kemkominfo mendukung iklm persaingan sehat atau tidak," tutur Syarkawi.

Kemkominfo diketahui telah menggelar rapat untuk membahas RPM Jasa Telekomunikasi berdasarkan konsultasi publik yang dilakukan bersama seluruh operator telekomunikasi dan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) beberapa waktu lalu.

(Cas/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.