Sukses

Manajemen Uber Diterpa Krisis Hebat

Manajemen Uber menghadapi sederetan masalah. Hal ini diperparah dengan sikap investor yang berseteru dengan mantan CEO Uber Travis Kalanick.

Liputan6.com, Jakarta - Setelah sederetan eksekutif mengundurkan diri, makin banyak saja berita buruk menerpa Uber. Terkini, manajemen perusahaan transportasi online itu diterpa krisis.

Mengutip BGR, Jumat (11/8/2017), investor awal Uber, Benchmark Capital dilaporkan melayangkan gugatan kepada pendiri sekaligus mantan CEO Uber Travis Kalanick.

Dalam gugatan itu, Kalanick dituding melanggar kontrak. Benchmark menuding Kalanick sengaja mengambil langkah yang menguntungkan dirinya sendiri, termasuk langkah untuk menjadi CEO Uber. Kabarnya, Benchmark merupakan pihak yang memimpin pergerakan melengserkan Kalanick dari posisi CEO pada Juni 2017.

Sekadar diketahui, sebelumnya Uber mengadakan pemungutan suara pada Juni 2016. Hasil pemungutan suara itu berhasil menambah anggota Dewan Direksi yang mulanya delapan orang menjadi 11 orang. Sementara, Kalanick punya kontrol setara tiga posisi dewan tersebut lantaran posisi itu diembannya sendiri.

Hal ini membuat Benchmark kian geram dan menuduh Kalanick tak melaporkan serangkaian kesalahan manajemen sebelum pemungutan suara. Oleh karenanya, Benchmark ingin pengadilan membalikkan hasil pemungutan suara dan menghapus kursi dewan.

Dengan begitu, keputusan pengadilan bakal menghilangkan kursi Kalanick di dan pengaruh kuatnya di keanggotaan Dewan Direksi. Bahkan, keputusan pengadilan itu bakal membuat Kalanick makin jauh dari pengambilan keputusan perusahaan yang didirikannya.

Meski begitu, Kalanick tak benar-benar kehilangan tempat di Uber, ia masih memiliki 10 persen kepemilikan perusahaan dan Benchmark sekitar 13 persen.

Sekadar mengingatkan, mulanya Kalanick bukan ingin mundur dari jabatan CEO Uber, melainkan mengambil cuti. Karena intervensi dari Benchmark, Kalanick ditekan mundur dari jabatannya.

Manajemen Uber pun kian dilanda masalah. Misalnya kesulitan menemukan pengganti Kalanick. Alasannya karena Uber tidak punya pejabat senior di level manajemen. 

Apalagi, langkah menyelesaikan masalah-masalah di atas justru tak didukung oleh keharmonisan investor dan pendiri Uber yang masih sangat dihormati oleh sebagian besar karyawan Uber.

Masalah lain adalah selama beberapa tahun terakhir, Uber lebih banyak 'bakar' uang hingga mendekati bangkrut. Belum lagi gugatan Google terkait masalah mobil otonomos pun jadi masalah pelik bagi perusahaan.

Kendati demikian, tak sedikit yang menginginkan Kalanick menjadi CEO kembali. Buktinya, sebanyak 1.000 karyawan pun menandatangani petisi untuk mengembalikan Kalanick ke posisinya.

(Tin/Cas)

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.