Sukses

Ini Alasan Mengapa Ojek Pangkalan Ogah Gabung GoJek

Ini alasan mengapa tukang ojek pangkalan ogah gabung ke GoJek.

Liputan6.com, Jakarta - Baru-baru ini, penyedia layanan jasa transportasi ojek `GoJek` menjadi topik hangat perbincangan para netizen di media sosial. Namun, kali ini bukan promosi potongan harga yang akan dibahas, melainkan sebuah kasus yang baru saja menyeruak dan menjadi sorotan para pengguna GoJek. 

Dikabarkan, salah satu pengendara GoJek mengalami cekcok dengan para tukang ojek pangkalan. Hal ini terkuak lewat sebuah postingan milik Boris Anggoro yang beredar di jejaring sosial Path, Facebook hingga Twitter.

Di posting tersebut, ia menceritakan bahwa pengendara GoJek yang ia pesan diusir dan bahkan diancam oleh tukang ojek pangkalan setempat di daerah dekat kantornya saat hendak menjemput.

Hal ini langsung direspon oleh GoJek, lewat pernyataan resmi yang diungkap di laman Facebook-nya, pihak GoJek mengatakan bahwa pihaknya hadir bukan untuk membuat kompetisi dengan para tukang ojek pangkalan, namun justru untuk membantu tukang ojek pangkalan agar berkembang.

Bahkan, GoJek pun berencana untuk mengajak para tukang ojek pangkalan untuk bergabung dan menikmati berbagai keuntungan ketika menjadi pengendara GoJek. Namun sayangnya, tidak semua tukang ojek pangkalan menunjukkan ketertarikan untuk bergabung dengan GoJek.

Tim Tekno Liputan6.com pun mengusut alasan para tukang ojek pangkalan enggan bergabung dengan GoJek. Beberapa tukang ojek di bilangan Sudirman dan Bendungan Hilir pun ditemui dan ditanyakan mengapa tidak mau bergabung dengan layanan ojek yang sedang nge-hits itu.

Salah satu tukang ojek yang tidak mau disebutkan namanya menjelaskan bahwa ia tidak mau repot menggunakan smartphone dan tidak mau menggunakan sistem potongan biaya yang nantinya harus disetor ke pengelola GoJek.

"Repot, saya nggak bisa pakai smartphone. Mending mangkal aja. Apalagi kalo soal duit, nanti kan harus dibagi dua sama GoJeknya. Kalo mangkal hasilnya kan ketauan." ujarnya.

Seperti yang diketahui, GoJek memang menerapkan sistem pembagian hasil untuk setiap transaksi tunai dengan layanannya. Pembagian tersebut adalah 80 dan 20 persen. Sebanyak 20 persen untuk perusahaan, lalu 80 persen untuk karyawan itu sendiri. Selain itu, bentuk pembayaran lainnya menggunakan GoJek Credit. Pelanggan pun bisa melakukan top-up dengan pulsa untuk transaksi. Dari deposit tersebut, bagian pendapatan untuk tukang ojek hanya bisa diambil jika datang langsung ke kantor GoJek.

Bahkan, para pengendara GoJek pun akan mendapatkan smartphone yang nantinya dapat dicicil perbulannya untuk memudahkan mereka menggunakan aplikasi GoJek.

Salah satu tukang ojek lainnya pun berpendapat bahwa ia ingin dibayar langsung dengan uang asli, bukan sistem kredit yang sebagaimana sudah hadir di dalam GoJek.

"Kalau mangkal kan ketauan, habis nganter dapet duit. Kalau pakai sistem kredit kan nggak keliatan uangnya. Saya lebih enak dapet duit langsung. Apalagi kalo di GoJek nanti dapet HP harus cicil. Saya males lah." ungkapnya.

Salah seorang tukang ojek pun menjelaskan bahwa ia tidak mau bergabung dengan GoJek karena tidak bisa menawar dengan pelanggannya. "Kalau di GoJek, pelanggan mana bisa nawar. Jadi harganya udah tetap, memangnya nguntungin?" tuturnya.

Yang menjadi kesimpulan adalah sistem transaksi non-tunai disini nampaknya masih menjadi pertimbangan besar bagi para tukang ojek pangkalan untuk bergabung dengan GoJek.

Di sisi lain, kesempatan bergabung dengan GoJek sebenarnya bisa menjadi sesuatu menguntungkan. Seperti yang telah diungkap oleh salah satu armada ojek GoJek, Heru B Jukman, yang ditemui tim Tekno Liputan6.com.

Ia mengungkap, pendapatannya per bulan rata-rata bisa mencapai angka Rp 4 juta. Bahkan, jam kerjanya pun fleksibel dan ia mengatakan lebih banyak waktu bersama keluarga. 

(jek/dhi)

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini