Sukses

Risma: Terlibat Tawuran dan Merasa Jagoan, Apa Ingin Jadi Transformer?

Sebelum memberikan nasihat, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) meminta anak-anak yang bermasalah itu dibagi dalam dua kelompok yaitu terlibat kenakalan dan putus sekolah.

Liputan6.com, Surabaya - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) mengumpulkan anak-anak yang terlibat masalah kenakalan. Risma mengingatkan dan memberikan motivasi kepada anak-anak tersebut untuk tidak lagi mengulangi kenakalannya.

Sebanyak 101 anak yang terlibat kasus tawuran, minuman keras, bolos sekolah, balap liar hingga putus sekolah didampingi para orangtua. Para anak-anak tersebut diberi pengarahan di Lantai 4 Gedung Siola, Kamis 19 Desember 2019.

Sebelum memberikan nasihat, Tri Rismaharini meminta anak-anak yang bermasalah itu dibagi dalam dua kelompok yaitu terlibat kenakalan dan putus sekolah. Terhadap anak yang putus sekolah, mereka diminta menulis di secarik kertas alasan tak sekolah dan kegiatannya selama putus sekolah, sekaligus menyertakan nama dan alamat rumah.

Setelah itu, Risma bertanya ke satu per satu anak yang terlibat tawuran. Ia kaget,karena dari sekian anak yang terlibat tawuran, beberapa di antarannya perempuan. "Anak-anakku, sekarang ibu tanya kenapa kalian terlibat tawuran. Apakah kalian merasa jagoan, seperti transformer ?,” tanya Wali Kota Risma.

Risma prihatin dengan perilaku anak-anak yang telibat kenakalan ini. Di hadapan anak-anak, ia menegaskan, orangtua mereka telah bersusah payah mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan sekolah. Namun, ternyata perilaku anak-anak tersebut justru mengecewakan.

"Betapa susahnya orang tua kalian mencari uang, mengumpulkan sepuluh ribu, dua puluh ribu. Agar kalian bisa mengubah nasib keluarga. Tapi apa yang kalian lakukan? Kalian sia-siakan kepercayaan orang tua,” tegasnya.

Perempuan pertama yang menjabat Wali Kota Surabaya ini mengingatkan, aksi tawuran bisa berdampak pada masalah hukum. Ia menceritakan, banyak anak-anak akibat kenakalannya terjerat masalah hukum. "Coba itu kalian pikirkan tidak? Kalau sudah begitu yang susah siapa. Pasti orang tua juga," kata dia.

Untuk itu, Risma meminta agar tidak mengulangi aksi tawuran. Ia menegaskan, akan menyerahkan ke aparat penegak hukum, jika perkelahian masih saja terjadi. Namun, saat ia bertanya kepada orangtua, bagaimana perasaannya atas perilaku anak-anak mereka, beberapa anak justru terdengar tertawa. Sontak, hal itu menyulut emosi Wali Kota.

"Orangtua kalian tertawakan. Kalian pikir kalian siapa mentertawakan orang tua kalian. Kalian gak punya hati, sudah berani sama orangtua. Orangtua sudah membesarkanmu dengan susah payah,” ucapnya.

Tak sekadar memberikan nasihat, Presiden UCLG Aspac ini juga memotivasi anak-anak dengan menghadirkan beberapa anak dari keluarga tak mampu yang justru berhasil dalam menempuh jenjang pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri. Salah satunya, Novi. Alumnus Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

"Dulu, saya lihat Novi ngemis atau jualan koran di pertigaan Ngagel Jaya. September, dia lulus Fakultas Hukum Unair dengan nilai terbaik," ungkapnya.

Diberi kesempatan untuk menceritakan masa kecilnya hingga berhasil dalam studinya, Novi mengungkapkan, hampir 10 tahun ia jadi pengamen di jalanan. Namun, sejauh itu, Novi tak pernah terlibat masalah kenakalan.

"Jangankan tawuran, merokok saja tak pernah. Meski, ada teman yang seperti itu (nakal). Tapi Mbak Novi (saya, red) tak terpengaruh ke hal-hal seperti itu,” tuturnya.

Meski orangtuanya berprofesi sebagai tukang becak. Namun, Novi pantang menyerah, ia berhasil menyelesaikan kuliahnya cumlaude, dengan nilai IPK 3,94.

Setelah mengenalkan beberapa anak yang sukses dalam studinya. Risma meminta, seluruh anak yang terlibat masalah kenakalan meminta maaf dan mencium kaki orang tua mereka. Beberapa orangtua yang berada di ruangan, nampak menangis, mendengar nasihat dan motivasi yang diberikan Wali Kota Surabaya.

Sementara itu, untuk anak-anak yang putus sekolah akibat bolos dan kenakalannya, Tri Rismaharinimeminta mereka untuk kembali bersekolah. Ia memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan untuk mengurus masalah tersebut.

Usai bertemu dengan anak-anak yang terlibat kenakalan dan orangtuanya, Risma menyampaikan, kenakalan anak-anak tersebut sebagian besar hanya ikut-ikutan karena jalinan pertemanan.

"Kalau ikut-ikutan membela teman itu yang bahaya. Mudah dikompori. Intinya, ini supaya mereka tak gampang terpengaruh dengan hal-hal intmidasi dan sebagainya. Mereka mudah sekali dipengaruhi,” kata dia kepada para awak media.

Ia mengungkapkan, saat ini untuk mengantisipasi tawuran dan aksi kriminalitas, di sejumlah kawasan telah dipasang CCTV yang bisa memonitor dengan detail. "Kita sudah uji coba. Gerak gerik yang terpantau, terkoneksi dengan data base kependudukan,” ujar dia.

Pada 2019, terdapat CCTV yang bisa menangkap dengan jelas obyek yang terpantau. CCTV tersebut dipasang di sejumlah wilayah. Pemerintah kota Surabaya bekerjasama dengan kepolisian dalam menindak atas pelangggaran yang tertangkap kamera.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Selanjutnya

Sementara itu, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan dan Perlindungan Anak (DP5A) Kota Surabaya, Chandra Oratmangun mengaku, anak-anak yang bermasalah dengan kenakalan tersebut sebelumnya terjaring operasi Satpol PP, Linmas dan Kepolisian.

"Setelah terjaring, kita outreach, kemudian kita lakukan kunjungan, selanjutnya diberi pendampingan dan motivasi dengan melibatkan psikolog, ibu-bapaknya juga dipanggil,” kata Chandra

Ia mengaku, upaya Wali Kota Risma dengan mengumpulkan anak-anak bermasalah beserta para orang tuanya selama ini memiliki dampak positif. Dari pengalaman sebelumnya, mereka yang terlibat kenakalan, sudah ada perubahan yang lebih baik. “Mereka yang terlibat tawuran yang kita kumpulkan saat ini, tak ada yang terlibat sebelumnya,” paparnya.

Sebagai diketahui, sebanyak 101 anak yang terlibat masalah kenakalan merupakan siswa yang masih mengenyam pendidikan di tingkat SD, SMP, SMA dan SMK. Mereka terjaring operasi aparat pemerintah kota dan kepolisian sejak September. Dari penelusuran DP5A, rata-rata anak-anak tersebut terlibat kenakalan, karena kurangnya perhatian dari orangtua mereka.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.