Sukses

Melihat Prospek Saham INCO Usai Rilis Laporan Keuangan 2023

Berikut ulasan dan rekomendasi saham Vale Indonesia (INCO) usai rilis laporan keuangan 2023 yang mencatat kinerja pendapatan dan laba positif.

Liputan6.com, Jakarta - PT Vale Indonesia Tbk (INCO) membukukan kinerja pendapatan dan laba yang positif sepanjang 2023. Lalu bagaimana rekomendasi saham INCO usai rilis laporan keuangan 2023?

PT Vale Indonesia Tbk mencatat pendapatan USD 1,23 miliar pada 2023. Pendapatan Perseroan tumbuh 4,47 persen dari periode sama tahun sebelumnya USD 1,17 miliar.

Sementara itu, laba tahun berjalan yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk tumbuh 36,89 persen menjadi USD 274,33 juta pada 2023 dari periode sama tahun sebelumnya USD 200,40 juta.

Analis PT MNC Sekuritas, Alif Ihsanario dalam risetnya pada 20 Februari 2024 menyebutkan pendapatan Vale Indonesia USD 1,23 miliar pada 2023 sejalan dengan prediksi sekitar USD 1,20 miliar. Pendapatan itu merefleksikan 101,9 persen dari estimasi.

Pertumbuhan pendapatan 4,5 persen didukung produksi yang solid. Produksi Perseroan tercatat 70.728 metrik ton nikel dalam matte, naik 18 persen dari produksi 2022 sebesar 60.090 t. Hal itu juga didukung dari penerapan pemeliharaan yang baik sepanjang 2023.

Sementara itu, dari rata-rata harga jual atau average selling price (ARP), INCO catat koreksi 10,4 persen YoY menjadi USD 17.300/ton pada 2023 dari periode 2022 USD 19.300/ton. Penurunan harga yang parah terjadi pada kuartal IV 2023 seiring harga nikel dunia yang tertekan jelang akhir 2023.

Selain itu, laba bersih mencapai USD 274,3 juta, menurut Alif melampaui perkiraan sebesar USD 221,2 juta meski ASP turun 10,4 persen YoY pada 2023.

Lalu bagaimana prospek saham INCO?

Dalam risetnya, Alif menyebutkan, masalah yang saat ini mempengaruhi produsen nikel adalah kelebihan pasokan. Kondisi ini seiring upaya hilirsasi yang agresif di Indonesia.

"Karena rantai pasokan sudah bertumpuk ditambah lesunya ekonomi China, harga anjlok. Teka-teki akan kelebihan pasokan setidaknya hingga 2025, ketika permintaan sudah cukup pulih sehingga serap persediaan yang masuk,” tulis Alif.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kekhawatiran Berkurangnya Permintaan Nikel

Selain itu, Alif menyebutkan, ada kekhawatiran mengenai berkurangnya permintaan nikel karena peningkatan preferensi industri kendaraan listrik terhadap baterai lithium ferro phosphate (LFP)  yang lebih murah dan memiliki siklus hidup lebih tinggi serta risiko lebih rendah.

Berbagai sumber Fastmarkers, ARK Investment menunjukkan kecenderungan baterai LFP akan semakin lazim dipakai pada masa depan. "Pada 2033, baterai LFP akan mendominasi 48 persen pangsa pasar dari gabungan EV, energy storage system (ESS) dan consumer electronic (CE), diikuti baterai NMC sebesar 43 persen,” tulis Alif.

Alif menuturkan, pasar kendaraan listrik di wilayah barat masih menyukai bahan kimia NMC mengingat kekhawatiran akan jangkauannya. Berdasarkan McKinsey, sel NMC811 sudah memiliki biaya bahan baku yang serupa dengan LFP. Kesenjangan harga lebih besar tepat dikreditkan ke harga premiumnya termasuk produksi, biaya depresiasi, penambahan nilai premi dan keuntungan.

Pada 2021, premi harga biaya bahan mentah untuk sel NMC811 berada pada angka 80 persen jauh lebih besar dari LFP yang 35 persen. Harga premium akan turun signifikan atau tidak tergantung pada kelonggaran kebijakan IRA pada masa depan dengan memperhatikan implikasi FEOC.

3 dari 4 halaman

Harga Saham

Untuk harga saham, Alif melihat, sejak 2020, harga saham INCO telah mengungguli imbal hasil perusahaan sejenis terutama saat harga logam tertekan pada 2022.

"Yang telah kami lihat selama beberapa bulan terakhir, dalam pandangan kami adalah konsolidasi harga saham INCO jika dibandingkan dengan indeks blended peers, sebagian besar didorong melemahnya fundamental nikel,” ujar Alif.

Ia menilai, hal itu membuka jalan bagi diskon harga divestasi sebesar 23,3 persen atau Rp 3.070 per saham terhadap TTM PBV INCO sebesar 0,95 kali atau diskon 31,3 persen terhadap median TTM PBV perusahaan tambang nikel 1,06 kali.

“Meski demikian, koreksi harga saham INCO mungkin terlalu agresif dibandingkan perusahaan sejenis,” ujar dia.

Hal ini tercermin dalam TTM EV/EBITDA yang relatif terdiskon 3,6 kali vs rata-rata peers sebesar 6x dan juga konsensus EBITDA EV 4,8 kali dibandingkan peers 6,7 kali pada 2024.

 

4 dari 4 halaman

Rekomendasi Saham

MNC Sekuritas merekomendasikan hold untuk saham INCO dengan target harga Rp 3.850 per saham seiring kinerja 2024 yang lebih rendah pada 2024. Alif menuturkan, hal itu seiring tekanan harga nikel karena pasokan yang berlebih. Target harga itu siratkan EV/EBITDA 9,5 kali dan PBV 0,9 kali pada 2024.

Alif juga menuturkan, sejumlah risiko yang dihadapi Perseroan antara lain keterlambatan proyek, kejutan harga nikel, volatilitas harga batu bara dan proses divestasi saham.

Sementara itu, pendiri WH Project, William Hartanto menuturkan, saham INCO masih menarik ke depan. Salah satu faktor penggeraknya yakni harga nikel. William menuturkan, harga nikel berpengaruh besar terhadap pergerakan saham INCO.

"Hanya perlu menunggu momentum saja karena masih dalam tekanan jual. Jika mampu bertahan pada area 3.500-3.220 itu menjadi area buy on weakness,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com lewat pesan singkat.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.