Sukses

Pefindo Kantongi Mandat Penerbitan Surat Utang Rp 42,28 Triliun hingga Januari 2024

Pefindo mencatat, sektor pertambangan masih mendominasi dengan nilai Rp 6,60 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - Pemeringkat Efek Indonesia atau Pefindo mengantongi mandat penerbitan surat utang senilai Rp 42,28 triliun hingga Januari 2024.

Berdasarkan institusinya non BUMN mendominasi dengan nilai mencapai Rp 23,31 triliun. Sisanya sekitar Rp 18,96 triliun berasal dari BUMN dan anak perusahaan atau BUMD.

Kepala Divisi Pemeringkatan Jasa Keuangan Pefindo, Danan Dito menuturkan, mandat tersebut berupa PUB obligasi senilai Rp 20,71 triliun, obligasi Rp 14,15 triliun, sukuk Rp 2,67 triliun, dan PUB sukuk Rp 2,54 triliun.

Kemudian MTN sebesar Rp 2,20 triliun. Sedangkan penerbitan surat utang berkaitan dengan sektor, pertambangan yang masih mendominasi dengan nilai Rp 6,60 triliun dan perbankan sebesar Rp 5,50 triliun

Per Januari 2024, penerbitan surat utang nasional mencapai Rp 7,1 triliun dan Pefindo menangani Rp 5,6 triliun penerbitan surat utang rating. 

Danan menjelaskan, penerbitan surat utang secara nasional alami penurunan pada 2023 hanya mencapai Rp 130,81 triliun dibandingkan 2022 yang mencapai Rp 163,63 triliun. Namun, Danan berharap 2024 pasar penerbitan surat utang kembali pulih.

"Kalau kita lihat 2024 ini cukup bagus pada Januari dan Februari dibandingkan Januari dan Februari tahun lalu. Harapannya ke depan akan pulih kembali di pasar penerbitan surat utang ini,” kata Danan dalam konferensi pers Pefindo, Selasa (13/2/2024).

Perusahaan non BUMN masih mendominasi penerbitan surat utang dengan menyumbang penerbitan surat utang sebesar Rp 104,58 triliun sepanjang 2023, dibandingkan perusahaan BUMN yang hanya Rp 26,22 triliun.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pefindo Sebut Prospek Surat Utang Korporasi Masih Menarik pada 2024

Sebelumnya diberitakan, surat utang korporasi masih menjadi opsi menarik sebagai alternatif pembiayaan. Ekonom sekaligus Kepala Divisi Riset Ekonomi PT Pemeringkat Efek Indonesia atau Pefindo, Suhindarto menuturkan, kupon pada 2023 meningkat seiring dengan lingkungan bunga yang lebih tinggi.

Hal itu mendorong kenaikan biaya pendanaan dan menjadi risiko bagi kinerja penerbitan surat utang korporasi 2023. Di sisi lain, suku bunga kredit perbankan diperkirakan masih akan meningkat seiring dengan likuiditas yang semakin ketat.

"Surat utang korporasi dapat menjadi pilihan menarik untuk diversifikasi pendanaan karena menerbitkan surat utang korporasi relatif lebih murah daripada mengambil pinjaman bank, terutama untuk emiten dengan kualitas kredit yang lebih tinggi," beber Suhindarto dalam Media Forum PEFINDO, Senin (11/12/2023).

Hingga November 2023, Pefindo mencatat surat utang korporasi yang akan jatuh tempo pada 2024 senilai Rp 148,3 triliun. Paling banyak dari sektor multifinance senilai Rp 26,3 triliun dan perbankan 24,7 triliun.

Sementara, penerbitan baru surat utang 2024 diperkirakan akan berkisar Rp 148,15-169,05 triliun, dengan titik tengah pada Rp 155,46 triliun. Beberapa faktor pendorong proyeksi penerbitan surat utang korporasi tahun depan, antara lain kebutuhan refinancing yang lebih tinggi. Terjaganya aktivitas sektor riil seiring gelaran pemilu serentak.

Bersamaan dengan itu, kondisi wait and see yang cenderung menurun, seiring kepastian kontestasi pemilu serta program prioritas yang diusung. Suhindarto menambahkan, korporasi juga melakukan adaptasi strategi untuk menghadapi kondisi suku bunga yang higher for longer. Terlihat dari semakin maraknya penerbitan dengan tenor pendek.

 

3 dari 4 halaman

Likuiditas Makin Ketat

"Likuiditas lembaga keuangan semakin ketat membuat bunga pinjaman yang ditawarkan menjadi semakin mahal dan mendorong permintaan akan sumber pembiayaan alternatif, salah satunya melalui penerbitan surat utang," kata dia.

Meski begitu, ada pula beberapa faktor risiko yang perlu diwaspadai utamanya terkait suku bunga. Seperti lingkungan suku bunga yang lebih tinggi dengan periode yang lama seiring narasi higher for longer.

Kemudian risiko geopolitik yang tinggi membuat yield bertahan tinggi. Konsumsi mungkin akan melemah dibandingkan perkiraan seiring dengan suku bunga yang lebih tinggi, Bersamaan dengan itu, premi risiko naik karena leverage naik akibat bunga lebih tinggi, meningkatkan spread yield obligasi korporasi. "Potensi keluar arus modal, mendorong penyerapan penerbitan lebih rendah," pungkas Suhindarto.

 

4 dari 4 halaman

Pefindo Tangani Penerbitan Surat Utang Rp 37,67 Triliun pada Kuartal III 2023

Sebelumnya diberitakan, Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mengungkapkan secara nasional ada sekitar Rp 45,8 triliun penerbitan surat utang di Indonesia hingga kuartal tiga 2023. Dari jumlah tersebut, PEFINDO, telah menangani penerbitan surat utang sebesar Rp 37,67 triliun.

Kepala Divisi Pemeringkatan Non Jasa Keuangan PEFINDO, Niken Indriasih mengatakan sebagian besar penerbitan surat utang dilakukan oleh perusahaan non BUMN.

"Jumlah penerbitan surat utang perusahaan non BUMN Rp 30,2 triliun dan Rp 7,4 triliun untuk perusahaan BUMN,” kata Niken dalam konferensi pers Pefindo, Rabu (25/10/2023).

Niken menambahkan pangsa pasar PEFINDO dalam pemeringkatan penerbitan surat utang hingga kuartal tiga 2023 sebesar 74,9 persen. Tujuan penggunaan dana sebagian besar adalah untuk modal kerja (62,7 persen) dan refinancing (31,9 persen).

Selain itu, PEFINDO juga telah mengantongi mandat pemeringkatan surat utang korporasi sebesar Rp 49,54 triliun hingga kuartal tiga 2023. Perusahaan dari sektor perbankan sebagai sektor dengan penerbitan terbesar mencapai Rp 12,9 triliun, ini berasal dari 3 perusahaan. 

Adapun, Niken mengatakan total penerbitan surat utang korporasi hingga kuartal tiga 2023 mencapai Rp 91,8 triliun. Penerbitan obligasi korporasi & sukuk tercatat sebesar Rp 89,3 triliun, turun dibandingkan Rp 127,4 triliun per kuartal tiga 2022. 

“Penerbitan efek utang lainnya yaitu sekuritisasi menunjukkan tren peningkatan. Namun, penerbitan MTN hingga kuartal tiga 2023 masih menunjukkan penurunan yaitu mencapai Rp 1,7 triliun dibandingkan Rp 4,7 triliun per kuartal tiga 2022.” pungkas Niken.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini