Sukses

Utak Atik Instrumen Investasi Paling Cuan Jika AS Resesi

Economist CGS-CIMB Sekuritas Indonesia, Wisnu Trihatmojo menilai ekonomi Amerika saat ini tengah berada dalam fase soft landing.

Liputan6.com, Jakarta - Amerika Serikat (AS) sempat diperkirakan mengalami resesi. Namun, pada kuartal III 2023, Negeri Paman Sam itu berhasil mencatatkan pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) menyentuh 4,9 persen.

Menurut data Departemen Perdagangan AS, angka pertumbuhan ekonomi AS ini menandai laju tercepat sejak akhir 2021 Meski begitu, pelaku pasar rupanya masih mencermati langkah Bank Sentral AS, The Fed atas kebijakan suku bunga.

Economist CGS-CIMB Sekuritas Indonesia, Wisnu Trihatmojo menilai ekonomi Amerika saat ini tengah berada dalam fase soft landing. Di sisi lain, pelaku pasar juga mencermati spread obligasi 10 tahun dan obligasi 2 tahun AS yang kerap menjadi sinyal resesi.

"Kita pakai indikator klasik, spread antara obligasi 10 tahun dengan obligasi 2 tahun yang belakangan ini angkanya sudah mulai negatif. Biasanya pelaku pasar akan menginterpretasikan angka ini sebagai indikasi AS akan resesi dalam waktu dekat," beber Wisnu. 

Wisnu mengatakan, potensi resesi lebih tinggi dapat dipicu kebijakan The Fed jika ternyata tetap mempertahankan tingkat suku bunga hingga pertengahan 2024. Sementara jika The Fed akan menurunkan suku bunga, diharapkan kebijakan itu dilakukan secara bertahap.

"Kalau suku bunga di AS turun, baiknya bertahap. Karena kalau terlalu tajam, itu indikasikan ekonomi AS dalam kondisi mau resesi. Ekspektasi (pasar) akan terbangun bahwa AS akan resesi. Jadi yang tadinya investor sudah respon mau masuk Indonesia tapi lihat AS akan resesi, balik lagi ke AS," ujar Wisnu.

Mengacu pada asumsi jika AS mengalami resesi, Wisnu menyebutkan beberapa instrumen investasi yang bisa dipertimbangkan. Umumnya, resesi akan membawa investor mengambil instrumen paling aman. Dalam hematnya, Wisnu menyebut instrumen paling aman yakni US Dollar dan US Treasury. Di mana ada kecenderungan USD menguat, harga US Treasury naik dengan yield yang turun.

"Jadi ketika ada resesi yang akan dirugikan Rupiah karena Dolar menguat. Juga ada kecenderungan capital outflow dari pasar saham Indonesia berpotensi turunkan IHSG. Berefek juga ke pasar obligasi," imbuh Wisnu.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Target IHSG

Sebelumnya diberitakan, pasar saham Indonesia pada tahun depan rupanya masih dihantui kebijakan suku bunga bank sentral Amerika Serikat, The Fed. Economist CGS-CIMB Sekuritas Indonesia, Wisnu Trihatmojo menilai suku bunga The Fed saat ini telah mencapai puncak dan akan mengalami tren turun pada paruh kedua 2024. Berangkat dari asumsi tersebut, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada 2024 diperkirakan sentuh level 7.960.

"Kalau kita asumsikan ekonomi Amerika Serikat tahun depan softlanding dan ada penurunan suku bunga, baseline IHSG untuk 2024 akan di kisaran 7.960 dibandingkan angka (IHSG) 2023 pada level 7.250. Jadi ada peningkatan sekitar 10 persen di IHSG," kata Wisnu dalam Money Buzz, Selasa (12/12/2023).

"Kalau IHSG naik 10 persen harusnya saham-saham di bawahnya naik lebih dari 10 persen," imbuh dia.

Menurut Wisnu, Kondisi demikian akan menarik investor untuk masih pasar Indonesia mulai sekarang. Meski begitu, Wisnu juga mewanti-wanti kemungkinan sebaliknya jika The Fed mempertahankan suku bunga atau bahkan kembali mengambil kebijakan untuk menaikan suku bunga acuan.

"Karena pendorongnya kalau The Fed turunkan suku bunga, maka risiko downside adalah kebalikannya. Yaitu kalau The Fed terus mempertahankan suku buka atau amit-amit masih naikin suku bunga tahun depan. Itu akan jadi downside risk yang efeknya besar untuk pasar Indonesia," ujar Wisnu.

Sentimen kedua yang patut dicermati adalah ekspektasi perbaikan pasar China. Sebab jika kondisi pasar negeri tirai bambu itu masih koyak, akan berdampak pada ekonomi global dan potensi resesi di Amerika Serikat semakin besar. Selanjutnya, inflasi akibat harga pangan global yang terus meningkat. Kondisi ini akan berimbas negatif untuk impor Indonesia yang ujungna berdampak pada Rupiah.

 

 

 

 

3 dari 5 halaman

Dirut BEI Optimistis Tren Investasi Tetap Positif pada Tahun Politik 2024

Sebelumnya diberitakan, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Iman Rachman optimistis tren investasi tetap positif memasuki tahun politik 2024. Iman menjelaskan berdasarkan data historis pasar modal Indonesia cenderung mencatatkan pertumbuhan positif pada tahun-tahun politik.

Dalam periode 5 kali pemilu sejak pemilu 1999 hingga 2019 secara historis pergerakan IHSG dan kapitalisasi pasar mengalami penguatan. Selain itu, secara historis perkembangan transaksi investor asing selalu mencatatkan posisi net buying pada masa-masa pemilu.

"Perkembangan Rata rata nilai transaksi harian (RNTH) pada tahun-tahun pemilu juga menunjukkan tren terus meningkat,” kata Iman dalam acara Media Gathering BEI 2023 di Balikpapan, ditulis Sabtu (18/11/2023).

Iman turut menuturkan ada beberapa sektor yang berpotensi tumbuh positif pada masa-masa pemilu yaitu sektor barang konsumen, layanan komunikasi, dan keuangan. 

"Kenaikan tingkat konsumsi didorong oleh pengeluaran partai politik maupun calon kandidat terpilih akan meningkat menjelang tahun politik," ujar Iman. 

Terkait pemilu yang dipercepat pada Februari 2024, Iman mengatakan selagi suasananya masih kondusif, maka masih ada peluan tren positif. Iman melanjutkan, faktor politis tetap memiliki dampak pada tren investasi, tetapi bukan jadi faktor utama. 

Dia menuturkan, faktor utama masih berasal dari sisi makro ekonomi global di mana The Fed masih menaikkan suku bunga, begitupun dengan suku bunga Bank Indonesia (BI).

Dalam menghadapi tahun politik, Iman menyebut BEI masih berfokus pada 3 hal yaitu perlindungan investor, pendalaman pasar, serta sinergi dan konektivitas regional.

4 dari 5 halaman

BEI Optimistis Pasar Modal Bergairah Selama Tahun Politik

Sebelumnya diberitakan, Bursa Efek Indonesia (BEI) optimistis kondisi pasar modal Indonesia bakal bergairah selama tahun politik. Ini mengingat secara historis kondisi pasar modal solid jelang pemilihan umum (pemilu). 

Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Irvan Susandy menuturkan, berdasarkan hasil analisis pemilu sebelumnya, pasar modal itu bergairah pada saat beberapa bulan sebelum pemilu dan selama tahun pemilu. Dengan demikian, BEI berharap gairah itu akan terus berlangsung.

"Dengan mengaca kepada pemilu-pemilu sebelumnya kita selalu bagus, pasar baik, kondisi stabil untuk perekonomian dan politik. Sehingga, pasar modal sendiri tetap bergairah kami harapkan di tahun ini dan tahun depan bergairah. Kami optimis perkembangan akan positif,” ujar dia saat ditemui di BEI, Selasa (24/10/2023). 

Di sisi lain, ia mengatakan, terdapat sejumlah sektor yang akan mendapat angin segar dari pemilu 2024, yakni sektor infrastruktur hingga konsumer. 

"Cuma pasti yang banyak berhubungan dengan pemilu mungkin dari sektor infrastruktur, konsumer,” kata dia. 

Sebelumnya diberitakan, pada musim pemilu ada dua macam sudut pandang yang sering ditunjukkan oleh investor. Sebagian investor berpendapat musim pemilu dikaitkan dengan meningkatnya risiko pasar karena ada kemungkinan risiko perubahan kebijakan atau kemungkinan resiko ketidakstabilan politik.

Namun, ada juga investor yang melihat musim pemilu sebagai “pesta demokrasi”yang akan membuat roda perekonomian berjalan lebih baik ditopang oleh peningkatan angka konsumsi domestik.

Syailendra Capital menyebut dua macam sudut pandang di setiap kasus memang lumrah terjadi karena terbaginya opini antara investor yang memiliki profil risiko konservatif dan agresif. 

5 dari 5 halaman

Dua Respons

Namun, di setiap kondisi, sebaiknya investor melihat dari sisi positifnya, jangan hanya melihat faktor risikonya saja, sehingga dapat memanfaatkan momentum dan peluang yang ada. Secara historis, pergerakan IHSG di musim pemilu semakin stabil bila dilihat dari penurunan standar deviasinya.

Sementara itu, alasan umum dari dua macam respons menanggapi musim pemilu yakni cemas (anxiety) dan antusias (enthusiasm). Adapun alasan investor cemas, yakni ada risiko ketidakstabilan kondisi dalam proses pemilu, masyarakat terpecah opininya, ada kemungkinan perubahan kebijakan dan risiko jika hasil pemilu tidak dapat terima oleh pihak-pihak terkait.

Sedangkan alasan investor antusias, yakni menganggap pemilu adalah "pesta demokrasi", dana kampanye dalam pemilu akan sangat besar terserap di perekonomian, konsumsi diperkirakan meningkat pada tahun pemilu, dan pertumbuhan ekonomi akan ditopang oleh peningkatan konsumsi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini