Sukses

Squid Game Bakal Kembali Hadir, Saham Emiten Media Korea Selatan Melambung

Saham Bucket Studio Co, yang jadi pemegang saham di agensi mewakili aktor utama Squid Game Lee Jung Jae, melonjak hampir 24 persen.

Liputan6.com, Jakarta - 'Squid Game’ garapan Netflix akan kembali untuk musim dua, seiring perusahaan streaming online tersebut kembali ke hit globalnya untuk pulih dari penurunan pelanggan yang tidak terduga.

"Bergabunglah dengan kami sekali lagi untuk babak baru," kata sutradara drama, penulis dan produser eksekutif, Hwang Dong-hyuk, mengatakan dalam sebuah surat yang diposting di situs web Netflix

Sedangkan, ia menuturkan, Gi-hun kembali, mengacu pada karakter utama. Kemudian, penonton akan diperkenalkan dengan Cheol-su, ‘kekasih’ dari boneka animatronik besar acara Young-hee. Saham Bucket Studio Co, yang jadi pemegang saham di agensi mewakili aktor utama Squid Game Lee Jung Jae, melonjak hampir 24 persen di Seoul pada Senin di tengah aksi jual yang lebih luas di bursa saham Asia.

'Squid Game’, di mana sekelompok orang yang berhutang bersaing dalam versi mematikan dari permainan masa kanak-kanak untuk memenangkan uang sebagai tontonan VIP super kaya merupakan peluncuran terbesar Netflix yang pernah ada. 

Serial Squid Game meningkatkan popularitas konten Korea di seluruh dunia dan mendorong pemain global termasuk Walt Disney Co, Apple Inc, dan Warner Media untuk berinvestasi dalam judul berbahasa lokal dan serial asli untuk memikat pelanggan.

Netflix bertaruh musim 2 dapat membantu menghalangi penurunan 70 persen saham tahun ini setelah mengumumkan pada April, mereka telah kehilangan 200.000 pelanggan pada kuartal I, pertama kalinya telah kehilangan pelanggan sejak 2011. Perusahaan memproyeksikan akan menghilang lagi 2 juta pelanggan di kuartal II.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pembukaan Bursa Saham Asia

Sebelumnya, bursa saham Asia tergelincir pada Senin pagi (13/6/2022), seiring investor menantikan rilis data ekonomi utama China minggu ini serta keputusan suku bunga the Federal Reserve (the Fed) yang diawasi ketat.

Indeks Nikkei 225 di Jepang turun 2,4 persen karena saham konglomerat SoftBank Group turun 4,58 persen. Indeks Topix turun 1,8 persen. Demikian mengutip dari laman CNBC, awal pekan ini.

Indeks Kospi Korea Selatan tergelincir 2 persen. Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang diperdagangkan 0,53 persen lebih rendah. Sementara itu, pasar di Australia tutup pada Senin karena hari libur.

Akhir pekan ini, sejumlah data ekonomi China termasuk produksi industri dan penjualan ritel untuk Mei akan dirilis pada Rabu.

Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Fed juga diperkirakan mengumumkan keputusan suku bunganya akhir pekan ini. Itu terjadi setelah rilis data inflasi AS yang lebih panas dari perkiraan pada Jumat.

Harga minyak lebih rendah di pagi hari jam perdagangan Asia, dengan patokan internasional minyak mentah berjangka Brent turun 1,9 persen menjadi USD 119,69 per barel. Minyak mentah berjangka AS turun 1,96 persen menjadi USD 118,31 per barel.

Indeks USD berada di 104,476 setelah baru-baru ini melintasi level 104. Sedangkan, Yen Jepang diperdagangkan pada 134,67 per dolar, setelah melemah dari level di bawah 132 terhadap greenback minggu lalu.  Dolar Australia berada di 0,7015 setelah turun dari atas 0,72 minggu lalu.

 

 

3 dari 4 halaman

Penutupan Wall Street Jumat 10 Juni 2022

Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street turun tajam pada perdagangan Jumat, 10 Juni 2022 seiring antisipasi laporan inflasi AS yang menunjukkan lebih cepat dari yang diharapkan. Sektor saham konsumer sentuh level terendah.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones merosot 880 poin atau 2,73 persen ke posisi 31.392,79. Indeks S&P 500 susut 2,91 persen ke posisi 3.900,86. Indeks Nasdaq anjlok 3,52 persen menjadi 11.340,02.

Aksi jual terjadi pada perdagangan jelang akhir pekan sehingga membuat saham di indeks Dow Jones berada di zona merah. Koreksi saham di bursa saham New York melampaui kenaikan lebih dari 5 banding 1. Saham Apple turun hampir 3,9 persen. Saham Microsoft dan Dow Inc masing-masing turun sekitar 4,5 persen dan 6,1 persen.

Saham Salesforce merosot 4,6 persen dan Amazon turun lebih dari 5 persen. Saham yang merosot pada Jumat pekan ini membuat wall street alami minggu terburuk dalam beberapa bulan.

Indeks Dow Jones merosot 4,58 persen dalam minggu ke-10 dan 11 minggu terakhir. Indeks S&P 500 dan Nasdaq masing-masing turun 5,05 persen dan 5,6 persen untuk minggu kesembilan dalam 10 minggu dan minggu terburuk sejak Januari 2022.

Laporan indeks harga konsumen pada Mei 2022 mencapai level tertinggi sejak 1981, memberikan tekanan pada pasar saham. Laporan tersebut menunjukkan harga naik 8,6 persen year over year dan 6 persen jika tidak termasuk harga makanan dan energi.

 

4 dari 4 halaman

Inflasi Jadi Alarm untuk Wall Street

Ekonom yang disurvei oleh Dow Jones memperkirakan kenaikan dari tahun ke tahun sebesar 8,3 persen untuk indeks acuan dan 5,9 persen untuk indeks inti. “Ini mengkonfirmasi beberapa ketakutan yang saya dengar dari investor minggu ini,” ujar Head of US Equity Strategy RBC Capital Markets Lori Calvasina seperti dikutip dari CNBC, Sabtu (11/6/2022).

Ia menuturkan, alarm atas inflasi telah mendorong saham lebih rendah pekan ini. “Apakah itu semacam memaksa saham untuk tetap berada di bawah kisaran yang sudah ada?Mungkin. Saya tidak berpikir ini cukup untuk memaksanya turun ke posisi terendah baru,” ia menambahkan.

Inflasi yang memanas telah memicu kekhawatiran tentang potensi resensi ekonomi AS di antara investor dan masyarakat umum. Pembacaan awal Juni untuk indeks sentimen konsumen Universitas Michigan berada jauh di bawah harapan mencapai rekor terendah.

“Itu hanya memperkuat dampak angka CPI terjada konsumen. Kita bisa menebak ini akan memiliki dampak negatif di masa depan pada belanja konsumen. Ini angka yang mengejutkan, tapi inilah yang dilakukan inflasi saat memanas,” ujar Peter Boockvar dari Bleakley Advisory Group.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.