Sukses

Imbal Hasil Obligasi AS Bikin Investor Deg-degan

Direktur Surat Utang Negara (SUN) DJPPR Kementerian Keuangan, Deni Ridwan mengatakan pihaknya terus monitoring terkait kenaikan imbal hasil obligasi AS.

Liputan6.com, Jakarta - Setelah mengalami kenaikan, imbal hasil atau yield obligasi Amerika Serikat (AS) tenor 10 tahun akhirnya turun. Melihat hal ini, Direktur Surat Utang Negara (SUN) Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Deni Ridwan mengatakan pihaknya terus monitoring terkait hal ini.

"Sebenarnya yield SBN kita masih menarik, tapi ada kekhawatiran investor karena peningkatan inflasi di AS, sehingga membuat asing sell off dan dorongan penurunan kepemilikan asing," kata Deni, Rabu (10/3/2021).

Tak hanya itu, kenaikan yang terjadi diakui deni masih terlalu dini untuk menentukan dasar penilaian rencana penerbitan. Oleh karena itu, kepastian dari The Federal Open Market Committee (FOMC) minggu depan masih akan ditunggu.

"Pada lelang 2 terakhir, market masih wait and see untuk tunggu statement lebih pas terkait kenaikan yield UST," ujarnya.

Sebelumnya, imbal SBN 10 tahun diakui deni sempat mencapai level tertinggi yakni 6,7 persen dan akhirnya turun menjadi 6,6 persen. Hal ini membuat investor di beberapa negara berkembang mengalami kekhawatiran, termasuk Indonesia.

"Sejak awal tahun 2021, penurunan imbal, yield pasar domestik mengalami tekanan, yield SBN naik, pelemahan rupiah, dan penurunan kepemilikan asing," ujar dia.

 

 

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Imbal Hasil Obligasi AS Naik

Sebelumnya, imbal hasil (yield) Treasury atau obligasi AS bertenor 10 tahun diperdagangkan mendekati level 1,6 persen pada Senin pagi, setelah Senat mengesahkan bantuan ekonomi dan stimulus ekonomi penanganan COVID-19 senilai USD 1,9 triliun.

Hasil benchmark obligasi bertenor 10 tahun mencapai level tertinggi 1,613 persen dan terakhir diperdagangkan pada 1,598 persen. Sementara hasil obligasi bertenor 30 tahun naik menjadi 2,323 persen.

Dilansir dari CNBC, Selasa, 9 Maret 2021, senator mengesahkan RUU stimulus melalui rekonsiliasi anggaran, sebuah proses yang tidak membutuhkan dukungan Republik kecuali setiap suara Demokrat.

Dewan yang dikuasai partai Demokrat bertujuan untuk mengesahkan RUU itu pada Selasa, dan mengirimkannya kepada Presiden Joe Biden untuk ditandatangani sebelum batas waktu 14 Maret untuk memperbarui program bantuan pengangguran. Biden mengatakan, warga Amerika akan mulai mendapatkan stimulus tersebut bulan ini.

Imbal hasil obligasi telah bergerak cepat lebih tinggi baru-baru ini di tengah ekspektasi pemulihan ekonomi dari pandemi dan kekhawatiran tentang kenaikan inflasi.

Ambrose Crofton, ahli strategi pasar global di JPMorgan Asset Management mengatakan, lonjakan imbal hasil obligasi baru-baru ini telah menyebabkan "gangguan di pasar saham".

Namun, Crofton mengatakan investor harus terhibur dari komentar yang dibuat oleh Ketua Federal Reserve Jerome Powell pekan lalu, yang menyatakan, "Jika pasar menjadi tidak teratur, maka tindakan akan diambil untuk mempertahankan kondisi keuangan yang menguntungkan dan menjaga ekonomi di jalur menuju lapangan kerja penuh.”

Powell mengatakan, pada konferensi Wall Street Journal pekan lalu, dia sangat memperhatikan pelajaran dari inflasi yang tak terkendali pada 1960-an dan 70-an, tetapi yakin situasi saat ini berbeda.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.