Sukses

Faktor Ini Bikin Investor Asing Jual Saham Rp 1,9 Triliun

Sejumlah sentimen membayangi aksi jual investor asing mulai dari isu makro ekonomi dan reshuffle kabinet.

Liputan6.com, Jakarta - Investor asing melakukan aksi jual selama empat hari berturut-turut pada pekan ketiga Juli 2017. Sejumlah sentimen negatif membayangi aksi jual investor asing.

Mengutip data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) dan RTI, investor asing melakukan aksi jual sekitar Rp 1,99 triliun dari periode 10 Juli hingga Kamis 13 Juli 2017. Tercatat aksi jual terbesar investor asing mencapai Rp 824,96 miliar di seluruh pasar pada perdagangan saham Kamis 13 Juli 2017. Berdasarkan perdagangan kemarin, aksi beli investor asing mencapai Rp 14,3 triliun sepanjang 2017. IHSG tumbuh 9,3 persen hingga perdagangan saham kemarin.

Analis menilai, aksi jual investor asing didorong sentimen negatif dari dalam negeri. Selain itu, laju IHSG sudah menguat signifikan. Bahkan IHSG sentuh level tertinggi sepanjang sejarah ke level 5.910 pada 3 Juli 2017. Analis PT Semesta Indovest Aditya Perdana menuturkan, investor asing melepas saham lantaran sudah masuk sejak awal tahun. Apalagi risiko makro ekonomi meningkat.

"Kalau (investor) asing keluar banyak menurut saya bukan karena dia tidak suka tapi realisasi keuntungan sambil menunggu gambaran umum," ujar Aditya saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (13/7/2017).

Sementara itu, Analis PT Binaartha Sekuritas Reza Priyambada menuturkan, kondisi dalam negeri terutama makro ekonomi juga berdampak ke pasar. Reza menilai, meski kondisi ekonomi Indonesia stabil tetapi masih butuh penguatan. "Kondisi ekonomi stabil tapi belum ada perubahan signifikan. Nilai tukar rupiah, inflasi dan defisit melebar. Akan tetapi pemerintah mengatakan masih cukup wajar untuk defisit," kata Reza.

Sedangkan dari eksternal, Reza menilai belum ada sentimen signifikan pengaruhi pasar. Pelaku pasar cenderung perhatikan pergerakan harga minyak.

Aditya menilai, ada sejumlah hal pengaruhi aksi jual investor asing dilihat dari makro ekonomi antara lain defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pertumbuhan ekonomi, daya beli yang kurang sesuai dan reshuffle kabinet.

Aditya menuturkan, revisi APBN-P 2017 mendekati 3 persen. Rata-rata defisit APBN sekitar 2,3 persen-2,5 persen. Aditya menilai, sejumlah kementerian strategis belum mampu belanjakan anggaran dengan maksimal dan efisien sehingga jadi biaya. "Sekarang defisit 2,9 persen agak merisaukan juga," kata dia.

Sedangkan dari isu reshuffle atau disebut perombakan kabinet, Aditya menilai sejumlah menteri ekonomi mencatatkan kinerja baik yakni menteri keuangan Sri Mulyani dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Akan tetapi, kalau reshuffle tersebut untuk mempercepat kerja pemerintahan itu tidak menjadi masalah. Aditya mengatakan, bila reshuffle kabinet hanya bagi-bagi politik saja itu memberi sentimen negatif untuk pasar. Apalagi masa pemerintahan kabinet kerja juga sudah berjalan tiga tahun.

"Kalau buat bagi-bagi politik itu tidak masuk akal buat investor. Persepsi pasar jadi negatif. Sekarang masih wait and see meski nama-nama (menteri) sudah beredar. 1,5 tahun reshuffle tidak perlu amat," kata dia.

Meski demikian, Aditya menilai kekhawatiran pelaku pasar itu hanya jangka pendek. Lantaran investor asing hanya realisasikan keuntungan usai IHSG cetak rekor.

 

 

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.