Sukses

Melindungi Warga, Pemkot Semarang Wajibkan Pengembang Bangun Talud

Pengembang di Semarang yang berada di daerah banjir dan rawan longsor diwajibkan membangun talud untuk melindungi warga. Pelanggar akan dicabut IMB-nya oleh Pemkot Semarang.

Liputan6.com, Semarang - Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang akan menindak tegas pengembang perumahan yang tidak melakukan kajian teknis tata ruang dan tata bangunan. Seperti yang terjadi di Perumahan Grand Permata, Kelurahan Mateseh, Kecamatan Tembalang.

Perumahan yang lokasinya berbatasan langsung dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) Babon tersebut acap kali dilanda banjir limpasan karena tanggul atau taludnya tidak sesuai kajian teknis yang dikeluarkan oleh Dinas Tata Ruang (Distaru) Kota Semarang.

Kepala Distaru Kota Semarang, Irwansyah mengatakan, para pengembang memiliki kewajiban untuk menyediakan rasa aman bagi masyarakat yang menjadi penghuninya.

"Kami terbitkan surat peringatan atau SP3, kalau mereka tidak segera membenahi, kami akan menyegelan," kata Irwansyah, Minggu (17/3). 

Ditambahkan bahwa Pemkot Semarang bisa membekukan bahkan mencabut Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Surat peringatan tersebut dikeluarkan untuk mendorong pengembang perumahan segera membangun talud atau tanggul sesuai ketentuan yang berlaku.

"Intinya kami minta segera membuat talud atau tanggul sesuai kajian teknis yang benar, bukan sekadar bangun talud, sehingga berfungsi karena perumahan itu berbatasan langsung dengan Sungai Babon," katanya.

Menurutnya, pengembangan perumahan harus memahami kebutuhan rumah atau backlog yang sekarang ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah. Termasuk pentingnya perizinan baik tata ruang maupun tata bangunan yang telah ditetapkan.

"Mereka butuh bisnis. Jadi siapkan perumahan yang layak huni, jangan sekadar bisnis. Mereka kalau mau terus mengembangkan rumah tersebut harus disesuaikan dulu karena risikonya ke masyarakat penghuni," katanya.

Sebenarnya, para pengembang perumahan telah paham terhadap segala jenis perizinan. Seperti Ketentuan Rencana Kota (KRK), Sertifikat Laik Fungsi (SLF), dan ketentuan yang termaktub dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman.

Disebutkan dalam Undang-Undang tersebut, pengusaha properti wajib menyediakan atau mengalokasikan untuk pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) sebesar 40 persen dari total lahan yang tersedia. Sisanya yakni 60 persen harus menjadi hunian termasuk halaman rumah.

Termasuk pula ketentuan wajib melakukan kajian hidrologis. Aturan tersebut memuat terkait sirkulasi tata air, termasuk perumahan yang terletak di pinggir sungai walaupun ada garis badan sungai harus memenuhi denah pembangunan tanggul yang sesuai.

Selain melibatkan instansi terkait, seperti Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Semarang, dan Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperkim) Kota Semarang, pihaknya juga menggandeng Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana.

"Kami dengan PU, BBWS, Perkim akan jaga bareng-bareng. Semua pengembangan perumahan akan kami sesuaikan dengan daya dukung lahan. Bisa bangun embung, talud, resapan harus dibuat sesuai kajian hidrologis," katanya.

Belakangan cuaca ekstrem menyebabkan bencana hidrometeorologi banjir di Kota Semarang dalam kurun waktu empat hari terakhir. Pada Sabtu (16/3) Perumahan Grand Permata Tembalang kebanjiran karena air Sungai Babon melimpas talud yang tak sesuai ketentuan. Termasuk Perumahan Puri Dinar Indah juga menjadi perhatian serius Pemkot Semarang.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini