Sukses

Kakak Beradik di Padangsidimpuan Divonis 2 Tahun 6 Bulan Penjara karena Jual Kulit Harimau dan Sisik Trenggiling

Pengadilan Negeri (PN) Padangsidimpuan mengadili kakak beradik terdakwa kasus perdagangan kulit dan tulang harimau serta sisik trenggiling. Kakak beradik tersebut adalah Martua Simarmata dan Daud Yusuf Simarmata.

Liputan6.com, Padangsidimpuan Pengadilan Negeri (PN) Padangsidimpuan mengadili kakak beradik terdakwa kasus perdagangan kulit dan tulang harimau serta sisik trenggiling. Kakak beradik tersebut adalah Martua Simarmata dan Daud Yusuf Simarmata.

Dalam persidangan di Ruang Cakra PN Padangsidimpuan, yang diketuai majelis hakim Silvianingsih, Martua dan Daud Yusuf dijatuhi hukuman 2 tahun 6 bulan penjara.

"Mengadili, terdakwa terbukti bersalah dan didakwa kurungan 2 tahun dan 6 bulan penjara, dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan penjara," ucap majelis hakim.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sri Mulyati Saragih menyatakan pihaknya akan pikir-pikir dengan putusan hakim tersebut.

Dalam dakwaan jaksa, kasus ini bermula saat Martua bertemu Dahrin Rangkuti (dalam penyelidikan) di rumah Daud. Dahrin menunjukkan kuku harimau kepada Martua. Kemudian diunggah Martua ke laman Facebook miliknya untuk dijual.

Pada 4 November 2023, Martua dan Dahrin kembali bertemu. Martua bertanya soal siapa yang bisa menyediakan kulit harimau. Dahrin kemudian mengajak Martua ke Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailingnatal.

Di sana mereka bertemu 3 orang yang disebut bermarga Pulungan, Hasibuan, dan Lubis. Dahrin kemudian membeli kulit harimau dari Lubis. Sampai saat ini polisi belum menangkap Dahrin dan Lubis yang diduga terlibat.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Mendapatkan Sisik Trenggiling

Sementara Daud mendapatkan 15 Kg sisik trenggiling dari masyarakat di Desa Simaronop, Desa Garonggang, Desa Mosa, dan Desa Bei, di Kecamatan Siais, Kabupaten Tapanuli Selatan. Daud dan Martua mengunggah kulit, bagian tubuh harimau, dan sisik trenggiling di laman Facebook.

Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) yang mengendus dugaan perdagangan satwa ini kemudian melakukan penyelidikan. Lalu, menyamar sebagai pembeli.

Terdakwa dan polisi yang menyamar sepakat bertemu di kamar Hotel Samudera, Tapanuli Selatan pada 9 November 2023. Kakak beradik tersebut kemudian ditangkap.

Dari tangan keduanya, polisi menyita barang bukti berupa 15 Kg sisik trenggiling, 1 lembar kulit harimau, serta tulang belulang harimau.

3 dari 4 halaman

Perdagangan Satwa Masih Marak

Voice of Forest (VoF) menyatakan perdagangan satwa dan bagian tubuhnya masih marak terjadi di Indonesia. Data VoF menunjukkan, ada 26 kasus perdagangan satwa di Sumut dan Aceh sepanjang 2022 dan 2023.

Dari jumlah tersebut, penegak hukum menetapkan total 53 orang sebagai tersangka kasus perdagangan satwa liar dilindungi. Data ini hasil publikasi kasus di media massa. VoF meyakini, masih banyak kasus lagi yang belum terungkap dan lolos dari radar pemberitaan. Dalam data tersebut, jenis satwa terbanyak yang diperjual belikan adalah bagian tubuh trenggiling.

Sementara data Yayasan Orangutan Sumatra Lestari (YOSL) menunjukkan, selama 2016-2023, ada 23 harimau yang menjadi korban perdagangan di Sumut dan Aceh.

Jumlah tersebut belum termasuk harimau yang menjadi korban konflik. Pada Februari 2024 lalu, Polrestabes Medan juga menangkap tersangka penjual kulit harimau. 2 terduga pelaku ditangkap.

Angka-angka ini menunjukkan begitu maraknya kasus perdagangan harimau dan bagian tubuhnya. Tentu ini menjadi faktor mempercepat kepunhana satwa berstatus terancam punah menurut Uni Konservasi Internasional (IUCN).

4 dari 4 halaman

Populasi Harimau

Direktur Voice of Forest, Mirza Baihaqie mengatakan, di alam liar, harimau sumatra diprediksi kurang dari 600 ekor saja. Kasus perdagangan satwa harus menjadi perhatian aparat penegak hukum.

"Karena, kasus perdagangan satwa adalah kejahatan luar biasa seperti kejahatan narkotika," kata Mirza, Kamis, 29 Februari 2024.

"Bisa dibayangkan, bagaimana kita kehilangan satu harimau di alam. Tugas harimau sebagai predator puncak akan hilang. Ini berdampak pada kondisi ekosistem. Dampaknya sebenarnya sudah kita rasakan. Perubahan iklim begitu cepat terjadi," sambungnya.

Ditegaskan Mirza, dalam kasus di Tapanuli Selatan, Voice of Forest mendesak Polda Sumut untuk menangkap pelaku lainnya.

"Pengungkapan kasus ini harus secara menyeluruh. Jangan sampai para pelaku masih berkeliaran dan berpotensi melakukan pelanggaran pidana yang sama. Kita desak, segera ditangkap," tandasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.