Sukses

Mendulang Emas, Menuai Bencana di Solok Selatan

Tambang emas ilegal di Kabupaten Solok Selatan masih marak, dampaknya sudah terasa: bencana ekologis yang memakan korban jiwa.

Liputan6.com, Solok Selatan - Deru mesin sepeda motor membelah kesunyian perkebunan sawit di Kecamatan Sangir Batang Hari, Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat. Cuaca hari itu, Selasa (12/12/2023), cerah berawan, tapi sinar matahari masih terik terasa. 

Jalan tanah bebatuan dan licin sehabis hujan, menemani sepanjang jalan yang bersisian dengan Sungai Batang Hari. Laju sepeda motor masuk lebih jauh ke daerah itu hingga tiba di Nagari Ulang Aling.

Suara aliran sungai berwarna cokelat menyamarkan bunyi ekskavator yang sedang mengeruk tanah di sisi seberang sungai. Tak jauh dari ekskavator itu juga terlihat ada tenda-tenda biru.

"Itu tambang emas ilegal pertama yang bisa kita lihat, nanti juga ada lagi," kata seorang pegiat lingkungan di Solok Selatan, Rio (bukan nama sebenarnya), Selasa (12/12/2023).

Di lokasi, beberapa ekskavator bekerja dengan leluasa tapi tak terlihat ada penambang di tenda-tenda tambang emas ilegal itu. Potret tersebut menegaskan bahwa tambang emas ilegal masih ada dan berjaya di Solok Selatan.

Akses jalan yang sulit dan tidak ada lokasi penyeberangan, tak memungkinkan melihat lebih dekat lokasi tambang. Perjalanan dilanjutkan.

Tak hanya menambang emas menggunakan ekskavator, juga terdapat kapal-kapal kecil beratap terpal di pinggir Sungai Batang Hari. Di Nagari Lubuk Ulang Aling terhitung, terdapat 8 sampan yang sedang beroperasi hari itu.

"Itu mereka juga mengambil emas, tapi mereka mengambil material di dasar sungai dengan menyelam lalu diangkut ke atas sampan itu," kata Rio.

Di tengah perjalanan dari Nagari Ulang-Aling, Kecamatan Sangir Batang Hari tembus ke Pulau Punjung Kabupaten Dharmasraya, dapat dilihat secara langsung aktivitas penggalian tanah di sempadan sungai.

Pada 12 Desember 2023, setidaknya terdapat empat lokasi tambang emas ilegal yang menggunakan ekskavator. Serta ada 8 penambangan emas yang menggunakan sampan dengan sistem manual, yakni penambang menyelam ke dasar sungai untuk mengambil material dan mengolahnya di atas sampan.

Selain itu setidaknya ada 10 bekas tambang emas yang sudah tidak aktif dan ditinggalkan begitu saja. Di bekas tambang itu tersisa lubang-lubang besar yang sudah menjadi kolam di pinggir sungai.

 

Nagari Lubuk Ulang Aling hanya satu dari banyak lokasi tambang emas di Kabupaten Solok Selatan berdasarkan data Walhi Sumbar. Lokasi itu juga tempat yang paling mudah diakses menggunakan kendaraan bermotor dibanding lokasi lainnya.

Dari data Walhi Sumbar, kegiatan penambangan emas di Kabupaten Solok Selatan tersebar di beberapa titik yakni aliran Sungai Batang Hari, yang berada dalam wilayah administrasi Koto Parik Gadang Diateh (KPGD).

Kemudian aliran Batang Bangko yang terletak di wilayah administrasi Kecamatan Sungai Pagu. Serta di Tambang Pamong dan Panggualan di Kecamatan Sangir. Termasuk di Kecamatan Sangir Batanghari.

Hasil investigasi Walhi pada 2019, sedikitnya terdapat 28 titik tambang emas ilegal di Kecamatan KPGD dan 22 di antaranya sudah tidak aktif dan ditinggalkan begitu saja tanpa adanya upaya reklamasi. Sedangkan enam titik lainnya di aliran Sungai Bangko masih aktif.

Aktivitas tambang di Kecamatan KPGD itu berada di kawasan hutan lindung dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Nagari Pakan Rabaa. Setidaknya sebanyak 33 eskavator beroperasi di kawasan tersebut.

Direktur Walhi Sumbar, Wengki Purwanto mengatakan bekas tambang yang tidak aktif itu menyisakan lubang-lubang galian besar, layaknya seperti danau-danau buatan di sepanjang aliran sungai yang menjadi objek pertambangan.

Titik koordinat areal pertambangan ditemukan seluas 6 hektare berada dalam areal Hutan Nagari Pakan Rabaa, Kecamatan KPGD dan seluas 518,6 hektare di HPT dan Hutan Lindung yang berada di aliran Sungai Batang Hari.

"Di Kecamatan Sangir ada tiga titik pertambangan emas ilegal di Bangko dan Kandi, semuanya berada di kawasan HPT. Dalam pantauan Walhi ada tiga eskavator beroperasi. Sedangkan di Pamong Gadang dan Pamong Ketek ada sebanyak 12 titik tambang emas ilegal," ujar Wengki.

Tiga di antaranya aktif beroperasi di HPT dengan jumlah eskavator yang dikerahkan sebanyak sembilan unit.

Khusus di Kecamatan Sangir Batang Hari, dari data Walhi Sumbar pada akhir 2019, ditemukan 12 titik di sepanjang Nagari Lubuak Ulang Aliang hingga ke Pulau Punjung dan 8 titik di antaranya merupakan tambang aktif.

Jika dibandingkan dengan hasil penelusuran pada Selasa 12 Desember 2023, terdapat empat ekskavator yang beroperasi dan ada sepuluh bekas tambang yang sudah ditinggalkan.

Wengki menyebut tambang emas ilegal merupakan kejahatan terbuka karena dampaknya nyata seperti alih fungsi lahan pertanian atau kerusakan hutan, sungai, jalan umum hingga hilangnya sumber-sumber pangan.

"Tambang emas ilegal, dari hasil penelusuran kami bukan hanya soal emas, namun sudah kompleks, di sana juga ada orang yang mengamankan kemudian juga terhubung dengan pejabat yang ada di balik itu," ujarnya.

Ia menyampaikan bahwa persoalan tambang emas ilegal di Sumbar tidak tersentuh hukum. Hal tersebut dapat dilihat secara gamblang denan maraknya aktivitas tambang. Bahkan lokasinya ada di pinggir jalan nasional.

Selain itu, lanjutnya, Ketika ada penangkapan oleh aparat terhadap pelaku tambang di Sumbar, yang ditangkap itu hanya pekerja di lapangan. Tidak ada pelaku atau pemodalnya yang ditangkap.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Dampak Tambang Emas Ilegal

Kerugian dan bahaya yang ditimbulkan dari aktivitas pertambangan emas ilegal, tak hanya soal bencana alam, pertanian, kesehatan masyarakat, dan kerugian ekonomi, namun juga korban jiwa di lokasi tambang.

Sejumlah kasus longsor di lokasi tambang emas beberapa tahun terakhir terjadi di Solok Selatan. Di antaranya pada 18 April 2020 sebanyak sembilan penambang di Ranah Pantai Cermin,  Kecamatan Sangir Batang Hari tertimbun longsor di lokasi tambang emas.  Seluruh korban dievakuasi dalam kondisi meninggal dunia.

Lalu pada 11 Januari 2021, sebanyak enam penambang tertimbun longsor di lokasi tambang emas di Nagari Abai, Kecamatan Sangir Batang Hari. Saat itu empat orang dinyatakan meninggal dunia dan dua orang lainnya selamat.

Di lokasi yang sama, Nagari Abai Kecamatan Sangir Batang Hari sebanyak delapan orang meninggal akibat longsor di lubang tambang emas ilegal pada 10 Mei 2021

Selanjutnya 21 Agustus 2022, sebanyak tiga orang penambang tewas tertimbun bekas galian tambang emas di Nagari Ranah Pantai Cermin, Kecamatan Sangir Batang Hari

Terbaru, pada 30 Oktober 2023 seorang penambang emas tewas tertimbun longsoran di lokasi tambang Kimbahan Nagari Abai, Kecamatan Sangir Batang Hari.

Deretan kasus meninggalnya para penambang di lokasi tambang emas ilegal itu, bagian dari dampak tambang emas ilegal.

Dampak lainnya secara tidak langsung adalah terjadinya longsor, banjir bandang, hingga banjir yang berdampak kepada masyarakat.

 

Kabid Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar, Fajar Sukma mengatakan selain karena daerah rawan bencana, perilaku manusia memperburuk parahnya dampak bencana di provinsi ini.

Khusus di Solok Selatan, Fajar merinci, pada tahun 2020 terjadi enam kali longsor, dua kali banjir bandang dan tiga kali banjir. Kemudian pada 2021 ada lima kali longsor  dan ada tujuh kali bencana  banjir. Sementara pada 2022 terjadi satu kali longsor dan dua kali banjir.

"Kondisi cuaca menurut saya merupakan siklus alam, yang menjadi masalahnya adalah ekosistem alam kita yang dirusak sehingga dampak bencananya menjadi besar," katanya, Rabu (20/12/2023).

Fajar mencontohkan saat terjadi banjir bandang, sebelumnya ada sebuah proses di hulu yakni terjadi longsoran di perbukitan yang membentuk bendungan alami. Sehingga saat hujan turun, air akan tertahan di bendungan itu.

Bendungan alami tersebut akan jebol jika terjadi hujan dengan intensitas cukup tinggi. Hingga akhirnya terjadi banjir bandang yang membawa material pohon-pohon dan merusak pemukiman warga.

 "Longsoran di hulu bisa disebabkan beberapa faktor salah satunya karena hilangnya pepohonan atau gundulnya hutan yang bisa menahan air ketika hujan," jelasnya.

Menurutnya hal tersebut  adalah akibat perilaku manusia yang membuat alam rusak dan memiliki damppak langsung pada sekitarnya.

"Kalau seandainya alam ini kita jaga, maka alam jaga kita. Kondisi itu tanpa kita berbuat banyak untuk penanggulangan bencana, alam sudah terjaga dengan sendirinya secara alami," kata Fajar.

Ia mengajak semua pihak agar sadar dan kembali membangun komitmen menjaga alam ini, sebab alam saat ini akan diwariskan kepada anak cucu nantinya.

 

3 dari 3 halaman

Penegakan Hukum

Direktur Walhi Sumbar, Wengki Purwanto mengatakan pelaku kejahatan tambang emas ilegal seolah memiliki kekuasaan dan kekuatan yang melebihi kepolisian yang berwenang menangani persolan ini.

"Saya melihat  Polri tidak berdaya, buktinya ada banyak tambang emas ilegal di Solok Selatan jaraknya dari lokasi itu  tidak begitu jauh dengan kantor pemerintahan,  ini menjadi sesuatu yang tidak masuk akal, tetapi itu terjadi," katanya, Selasa (19/12/2023).

Ia tak menampik bahwa ada beberapa tindakan dan penangkapan pelaku tambang emas ilegal di Solok Selatan dan wilayah lainnya di Sumbar. Namun, tindakan tersebut tidak mampu memberantas akarnya.

"Yang ditangkap itu pelaku di lapangan seperti operator alat berat, padahal kalau secara logika, alat berat menjadi salah satu perangkat yang mudah dilacak siapa pemiliknya. Tidak banyak orang yang punya alat berat di Sumbar," ujarnya.

Selain soal alat berat, lanjut Wengki, penambangan tidak dapat beroperasi tanpa pasokan BBM. Jadi, jika negara, melalui Polri, benar-benar serius dalam menjaga lingkungan dan memberantas kejahatan, sangat mudah menelusurinya karena pasokan BBM hanya melalui satu jalur.

"Seharusnya lebih mudah untuk memberantas kejahatan pertambangan ilegal dibandingkan dengan kejahatan lainnya. Namun ironisnya, sepertinya lebih sulit bagi penegak hukum," kata Wengki.

Wengki menekankan dengan kondisi adanya ancaman sumberdaya alam dan bencana alam yang sudah terjadi serta potensi bencana ke depannya, sudah seharusnya pemerintah dan penegak hokum mengambil sikap untuk menghentikan aktivitas ilegal ini.

Sementara Kabid Humas Polda Sumbar, Kombes Pol Dwi Sulistyawan mengatakan pihaknya tidak mentolerir keberadaan Pertambangan emas ilegal di wilayahnya.

Larangan tersebut,  katanya,  dilakukan secara bertahap dengan pendekatan pre-emtif, preventif, dan represif. Pendekatan pre-emtif melibatkan kegiatan penyuluhan dan imbauan kepada masyarakat, termasuk pemasangan spanduk di lokasi jalan menuju tambang emas.

Sementara itu, upaya preventif mencakup patroli aktif setiap kali terdengar adanya kegiatan ilegal, yang direspons dengan penutupan tambang emas ilegal.

"Ketika kita mendengar di suatu tempat ada kegiatan ilegal, kita langsung melakukan patroli, kita patroli aja mereka tutup kok," ujar Dwi, Kamis (21/12/2023).

Ia menyebut sepanjang 2023, Polda Sumbar mengungkap 19 kegiatan tambang ilegal di provinsi ini. Dari jumlah tersebut, 12 kasus telah diselesaikan, sementara tujuh masih dalam proses penyelesaian.

Khusus di Solok Selatan, terdapat empat kasus tambang emas ilegal yang diungkap Polda Sumbar. Dari empat kasus itu, dua di antaranya sudah diselesaikan dan dua lainnya dalam proses.

Dwi mengakui dari kasus yang diungkap sepanjang 2023, yang ditangkap rata-rata petugas lapangan, sementara para pemberi modal tidak ada.

"Mereka ‘mainnya’ rapi, biasanya bos-bosnya mau menjamin anak buahnya. Seperti misalnya kamu saja yang urus kami pasang badan. Keluarganya diurusin. Seperti itu biasanya," kata dia.

Ia menyebut sejumlah faktor yang menyebabkan sulitnya mengungkap penambangan emas ilegal, seperti bocornya informasi saat akan dilakukan razia.

"Kendalanya ketika kita patroli atau razia, kesulitan muncul saat pelaku sudah tidak ada di lokasi," jelasnya.

Ia mencontohkan ketika patroli di Solok Selatan. Saat itu petugas telah memasuki wilayah tersebut selama satu hari satu malam.  Namun informasi bocor sehingga para penambang membubarkan diri, meninggalkan alat-alatnya.

Selain itu pihaknya mengaku juga kesulitan dalam mengangkut alat berat keluar dari lokasi yang sulit dijangkau dan membutuhkan biaya besar.

Terkait adanya pihak yang membekingi keamanan tambang emas ilegal agar bisa beroperasi, Dwi menyampaikan hingga saat ini belum ada buktinya.

"Sampai saat ini, kita belum dapat membuktikan, hanya katanya-katanya saja," kata dia.

Pihak kepolisian juga memberikan masukan kepada pemerintah daerah agar daerah yang memiliki potensi emas, izinnya diurus secara lelal.

"Kita tidak bisa hanya ditekan untuk menangkap tanpa memberikan solusi. Pemerintah daerah perlu mencari alternatif lain," ia menambahkan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.