Sukses

Didemo Wartawan, Kapolda Gorontalo Minta Maaf atas Tindakan Anak Buah

Tindakan pengusiran itu dialami oleh beberapa wartawan yang tengah meliput di ruangan SPKT Polda Gorontalo. Tidak hanya diusir, oknum polisi berpangkat perwira tersebut meminta mereka untuk menghapus gambar.

Liputan6.com, Gorontalo - Puluhan wartawan di Provinsi Gorontalo mengalami intimidasi serta perlakuan yang tidak mengenakkan saat melakukan tugas peliputan di Polda Gorontalo. Akhirnya para wartawan tersebut terpaksa harus melakukan aksi unjuk rasa di depan Polda Gorontalo. Bukan tanpa alasan, wartawan yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Gorontalo (AJG) ini, mengecam tindakan anggota Polda Gorontalo yang mengusir wartawan saat melakukan peliputan.

Tindakan pengusiran itu dialami oleh beberapa wartawan yang tengah meliput di ruangan SPKT Polda Gorontalo. Tidak hanya diusir, oknum polisi berpangkat perwira tersebut meminta mereka untuk menghapus gambar.

Setelah insiden pengusiran itu, para wartawan mencoba meminta anggota tersebut untuk minta maaf karena apa yang dilakukan itu adalah keliru. Namun, lagi-lagi oknum polisi tersebut ngotot dan tetap dalam pendiriannya.

Akhirnya, para jurnalis mengambil langkah untuk melakukan aksi demonstrasi di depan Polda Gorontalo. Mereka menuntut, agar Kapolda Gorontalo mencopot Kepala SPKT yang dinilai tidak mehahami undang-undang pers.

"Kami datang tidak untuk dihargai, tetapi minimal oknum polisi tersebut harus paham tentang undang-undang pers," kata Yudistira Saleh salah satu perwakilan wartawan saat melakukan orasi Kamis (05/10/2023).

Menurutnya, jika tindakan yang dilakukan kepala SPKT Polda Gorontalo itu, sangat bertentangan dengan Undang-undang Pers. Dirinya juga meminta, agar polisi di Polda Gorontalo harus tahu isi nota kesepahaman antara Polri dan Dewan Pers.

"Kita semua tahu, bahwa Polri dan pers itu adalah mitra. Ada kesepahaman yang erat yang membuat wartawan dan Polisi itu tidak bisa dipisahkan," ujarnya.

"Apakah kami harus belajarkan lagi? Kalau Polisi dapat prestasi, kami diundang dan disuruh muat berita. Alhasil kami dibuat seperti ini," tegasnya.

 

Simak juga video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kapolda Gorontalo Minta Maaf

Beberapa saat kemudian, semua masa aksi akhirnya diminta untuk beraudiensi langsung dengan Kapolda Gorontalo Irjen Angesta Romano Yoyol. Dalam pertemuan tersebut Kapolda Gorontalo memohonkan maaf atas dugaan intimidasi yang dilakukan oleh anggotanya kepada sejumlah jurnalis yang hendak meliput di Polda Gorontalo belum lama ini.

"Yang pertama atas nama Kapolda Gorontalo saya minta maaf. Yang kedua saya akan evaluasi terhadap anggota saya tersebut, yang ketiga sekali lagi saya mengharapkan rekan-rekan jangan kapok ke sini, karena biar bagaimanapun saya yang bertanggung jawab sebagai kapolda mengarahkan anggota saya." kata Kapolda Gorontalo.

Kata Angesta, bahwa Undang-Undang Pers sangat jelas melindungi jurnalis, dan memberikan hak jawab kepada pejabat publik. Dirinya menegaskan, tidak ada larang buat wartawan untuk meliput.

"Kalau di Polda ini enggak ada yang melarang meliput. Kantor saya ini kantor rekan-rekan juga," katanya.

Terakhir dirinya berjanji dalam waktu dekat akan mengundang humas yang ada di Polres jajaran. Dirinya akan mensosialisasikan kepada anggota apa yang menjadi tuntutan jurnalis.

"Habis ini akan saya sosialisasikan. Kasat-Kasat Humas di Polres akan saya kumpulkan untuk memahami, bahwa rekan-rekan Wartawan itu kerja membantu kita juga," tegasnya.

3 dari 3 halaman

Kronologi kejadian

Sebelumnya, tindakan penghalang-halangan terjadi saat jurnalis Tribun, Antara, dan Dulohupa melakukan peliputan terkait kasus meninggalnya salah satu mahasiswa baru IAIN Sultan Amai Gorontalo, yang hendak dilaporkan pihak keluarga bersama kuasa hukumnya ke Polda Gorontalo.

Saat sedang mengambil foto dan video, sejumlah jurnalis tiba-tiba dilarang mengambil gambar atau melakukan peliputan di dalam kantor SPKT Polda Gorontalo.

Karena perlakuan tersebut, para jurnalis memutuskan untuk tidak lagi merekam atau mengambil gambar dan memilih keluar dari ruang SPKT. Mereka terpaksa duduk di luar gedung sembari menunggu keluarga korban melapor.

Beberapa saat, kemudian setelah kuasa hukum keluarga korban keluar ruangan SPKT, para wartawan kembali melakukan wawancara. Saat wawancara, tiba-tiba oknum perwira Polisi tersebut, kembali melarang wartawan merekam dan meminta rekaman tersebut dihapus.

Wartawan dilarang mengambil gambar dengan latar gedung SPKT. Oknum tersebut meminta kepada para wartawan agar melakukan wawancara di tempat lain, serta diminta tidak mengambil tulisan atau gedung SPKT.

Alasannya karena ia khawatir nanti akan terjadi kesalahpahaman publik dalam memahami berita. Alasan lain yang diberikan oleh oknum polisi tersebut, yaitu laporan dari warga yang sedang diliput jurnalis itu belum jelas.

Wawan Akuba, Ketua AJI Gorontalo mengecam tindakan tersebut. Menurutnya, kebebasan pers tidak dibatasi oleh kejelasan laporan. Jurnalis berhak untuk meliput suatu peristiwa, baik itu peristiwa yang jelas maupun peristiwa yang belum jelas.

Selain itu, tindakan oknum polisi tersebut juga bersifat intimidasi. Oknum polisi tersebut jelas melarang jurnalis untuk mengambil gambar atau merekam di area SPKT dengan nada yang arogan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.