Sukses

Etu, Tinju Adat Masyarakat NTT sebagai Bentuk Rasa Syukur

Upacara ini diselenggarakan di tempat khusus, yakni sao waja (rumah pemali). Segala persiapkan berlangsung di tempat ini.

Liputan6.com, NTT - Ritual etu atau tinju tradisional merupakan upacara ritual pertanian yang diselenggarakan setiap tahun oleh masyarakat Nagekeo, Flores, NTT. Kegiatan ini digelar berdasarkan pada perputaran bulan yang mengikat suatu masyarakat dalam tradisi.

Artinya, kegiatan tersebut digelar berdasarkan peredaran bulan purnama dalam setahun. Mengutip dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, upacara etu meliputi beberapa tahap dengan kegiatan dan waktu yang telah ditentukan.

Tujuan upacara ini adalah sebagai ucapan syukur atas hasil panen yang telah diperoleh sekaligus sebagai pemohonan kesuburan untuk tanaman di tahun berikutnya. Selain itu, upacara ini juga sebagai peningkatan rasa solidaritas sosial antar warga masyarakat.

Masyarakat setempat juga menganggap upacara ini sebagai kesenian, olahraga, dan rekreasi. Upacara ini diselenggarakan di tempat khusus, yakni sao waja (rumah pemali). Segala persiapkan berlangsung di tempat ini.

Selanjutnya, upacara toa loka atau upacara awal sebelum etu dilaksanakan di suatu tempat yang disebut loka. Dalam upacara tersebut dilakukan legi atau sajian untuk arwah nenek moyang.

Sebelum upacara ini dimulai, pihak penyelenggara upacara harus mempersiapkan tanggal upacara, teknis acara, dan penyambutan tamu.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Aturan Etu

Pihak penyelenggara sebagai tuan rumah juga wajib mempersiapkan lako melo (arena) dengan membuat pagar keliling, kepo atau alat tinju yang dibuat dari ijuk yang dipintal pada bagian ujung, mubu atau ikat kepala bewarna merah atau cokelat, kau kasal atau ikat kuda bewarna merah atau coklat, dan sada.

Selain itu, pihak penyelenggaran juga harus mempersiapkan dua hal utama, yaitu persiapan fisik dan mental. Persiapan mental juga diperlukan agar dua kubu bisa sportif dan menerima kekalahan saat melaksanakan upacara.

Dimulainya upacara ditandai dengan tinju yang dilaksanakan secara simbolis oleh kedua orang tua. Kedua orang tua berpakaian lengkap. Sebagai pengganti kepo (alat tinju), mereka dilengkapi dengan tongkat jagung.

Seusai acara simbolis ini, para hadirin mulai memadati atau mengelilingi arena loka melo. Suasana semakin semarak karena adanya nyanyian melo dengan pantun-pantun yang dibawakan oleh kedua kubu yang disebut fedha melo.

Sementara itu, para petinju yang sudah mempersiapkan diri beberapa hari atau minggu sebelumnya menyamar duduk di barisan penonton. Bunyi musik yang mengiringi nyanyian dan pantun silih berganti mengisyaratkan bahwa petinju masih dicari. Tahap ini disebut dengan tahap joro.

Ketika melo atau petinju sudah memakai pakaian tinju, maka upacara etu pun berlangsung. Tidak ada ketentuan waktu berapa lama pertarungan tersebut berlangsung, tetapi biasanya pemberhentian dapat terjadi atas keputusan para petinju sendiri.

(Resla Aknaita Chak)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.