Sukses

Mengenal Saronen, Alat Musik Asli Madura Pengiring Kontes Kecantikan Sapi Betina

Dalam saronen yang berkaitan dengan sapi, alat musik ini dimainkan saat kerapan sapi sekaligus saat pertandingan kecantikan sapi betina.

Liputan6.com, Madura - Saronen merupakan alat musik Madura. Alat musik ini bercorak khas serta mencerminkan karakteristik dan identitas masyarakat Madura.

Mengutip dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, saronen adalah alat musik yang berasal dari Timur Tengah. Alat musik tersebut dikenal dengan banyak nama di daerah asalnya, seperti surnai, sirnai, sarune, hingga shahnai.

Sementara itu, saronen khas Madura telah mengalami modifikasi pada bunyinya. Bagi masyarakat Madura, orkes saronen sering kali dikaitkan dengan sapi, kuda, acara ritual tertentu, hingga tarian topeng yang mengawali ritual upacara tertentu (klono).

Dalam saronen yang berkaitan dengan sapi, alat musik ini dimainkan saat kerapan sapi sekaligus saat pertandingan kecantikan sapi betina. Sementara yang berkaitan dengan kuda biasanya saronen digunakan untuk upacara ritual di makam keramat atau untuk upacara pesta perkawinan.

Umumnya, komponen saronen terdiri dari tabbhuwan raja dan tabbhuwan kene’, pendong (gong kecil) dan kennong pernanga, beberapa kenong lainnya, ghendang raja, ghendang kene’, sebuah saronen dari kayu jati, serta kerca-kerca.

Namun, jumlah instrumen tersebut tidak tetap. Beberapa orkes hanya mencamtumkan dua saronen, sedangkan yang lainnya mencantumkan empat kennong dan satu ghendang saja.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Berusia 5 Abad

Konon, kesenian di Sumenep ini usianya sudah lebih dari 500 tahun. Saronen diciptakan oleh Ki Hatib dari Desa Sendang, Kecamatan Pragaan.

Ki Hatib merupakan pendiri pondok pesantren pertama di Madura sekaligus salah seorang Katandur. Adapun instrumen saronen yang berjumlah sembilan merupakan filosofi dari sembilan suku kata dari kalimat 'bis mil la hir rah ma nir ra him'. Pasalnya, pada zaman itu, saronen digunakan sebagai sarana dakwah.

Awalnya, saronen dinamakan sennenan karena selalu dimainkan pada Senin di Pasar Ganding, Kecamatan Ganding. Saat itu saronen diiringi dua orang pelawak yang menari (atandang) sesuai dengan irama musik.

Sesekali, kedua pelawak tersebut berhenti menari dan melantunkan pantun yang bernada dakwah. Lama-kelamaan, saronen digunakan sebagai pengiring pengantin, rokat, khitanan, kerapan sapi, sapi sono’, dan lainnya.

Saronen berbentuk kerucut dan terbuat dari kayu jati. Terdapat enam lubang berderet di depan dan satu lubang di belakang.

Pada bagian pangkal atas alat musik tersebut terdapat penambahan aksen sebuah sayap dari tempurung yang menyerupai kumis, sehingga sang peniup akan tampak memiliki kumis saat memainkannya.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.