Sukses

Menengok Benteng Amsterdam di Maluku, Saksi Bisu Eksploitasi Rempah Nusantara oleh VOC

Pada setiap sisi bangunan terdapat jendela dan di lantai satu tepat setelah pintu masuk terdapat prasasti dengan lambang Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bertuliskan Benteng Amsterdam mulai dibangun oleh Gerrard Demmer pada 1642

Liputan6.com, Jakarta - Kendati cuaca siang itu cukup terik, keberadaan dua pohon beringin yang amat rimbun membuat udara di sekitar Benteng Amsterdam di pinggir Pantai Negeri Hila, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, tetap sejuk.

Angin yang berembus sepoi-sepoi membuat pengunjung betah dan nyaman untuk duduk santai menikmati benteng peninggalan Belanda yang berlokasi di perbatasan Negeri Hila dan Negeri Kaitetu, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, atau sekitar 42 kilometer perjalanan darat dari Kota Ambon, Maluku.

Pemandangan pantai dengan laut hijau tosca yang tenang serta perbukitan Pulau Seram di depannya menjadi salah satu suguhan keindahan alam Maluku yang memesona sebagai bonus saat berkunjung ke Benteng Amsterdam.

Bangunan tinggi berwarna putih yang sudah berusia ratusan tahun itu merupakan benteng kedua yang dibangun Belanda, saksi penguasaan kongsi dagang Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) yang berkembang dan memonopoli perdagangan rempah di kawasan Asia ketika itu.

Mengutip Antara, pada awalnya Benteng Amsterdam dibangun Portugis pada 1512 yang dipimpin oleh Fransisco Serrao sebagai loji atau gudang tempat menyimpan rempah pala dan cengkih. Kemudian pada 1605 Belanda mengambil alih dan mengubahnya menjadi benteng.

Konstruksi bangunan benteng berbentuk bangunan segi empat terdiri atas tiga lantai. Lantai dasar dibuat dari batu merah dan lantai dua serta tiga dari kayu dengan akses tangga kayu untuk ke atas.

Pada setiap sisi bangunan terdapat jendela dan di lantai satu tepat setelah pintu masuk terdapat prasasti dengan lambang Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bertuliskan Benteng Amsterdam mulai dibangun oleh Gerrard Demmer pada 1642.

Di ujung bangunan terdapat sebuah menara pengintai dan lantai tiga digunakan sebagai pos pemantau. Sementara atap benteng berbentuk limas dari seng dan di sekeliling bangunan terdapat pagar dari beton.

Karena bangunan sempat rusak pada 1991, pemerintah ketika itu melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan melakukan pemugaran mengacu kepada gambar dalam buku Beschreiving van Ambonian karya Francois Valantyn.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kondisi Benteng

Secara umum kondisi benteng cukup terawat dan amat strategis menjadi salah satu rujukan wisata sejarah di Maluku.

Tak hanya itu pengunjung akan mendapatkan bonus menikmati keindahan Pantai Hila dengan laut yang tenang dan dari kejauhan akan terlihat Pulau Seram, tepat di depannya.

Benteng Amsterdam adalah saksi bagaimana komoditas rempah membuat bangsa Eropa menjadikan daerah ini sebagai tujuan menjalankan misi 3G, yaitu gold atau mencari kekayaan dengan berdagang, glory atau mencari kejayaan dengan memperluas daerah jajahan dan gospel atau penyebaran agama.

Setelah mengetahui Maluku sebagai kepulauan asal rempah yang merupakan komoditas mahal di Eropa, Portugis langsung ke Maluku.

Di Negeri Hila mereka mendirikan gudang sekaligus pertahanan sebagai perlindungan dari serangan masyarakat pribumi.

Namun lama kelamaan masyarakat Ambon merasa dirugikan oleh keserakahan Portugis memperoleh keuntungan atas rempah-rempah di Nusantara. Akhirnya hingga pengujung abad ke-16, rakyat Maluku melakukan perlawanan terhadap Portugis.

Situasi ini dimanfaatkan oleh Belanda untuk menarik hati masyarakat Maluku dan menjejakkan riwayatnya di tanah Maluku.

Ketika Pulau Ambon dikuasai oleh Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) pada 1605, secara otomatis kepemilikan bangunan ini menjadi milik VOC.

Masyarakat pun tidak puas hingga akhirnya berperang dengan VOC pada 1633, yang disebut dengan Perang Hitu II.

Pengelola Benteng Amsterdam Damir Lating menyampaikan pada akhir pekan kunjungan wisatawan ke benteng ini cukup ramai, mencapai ratusan orang.

Ia bahkan menyampaikan tidak jarang ada turis asing yang datang berkunjung dari berbagai negara, namun lebih banyak Belanda.Keindahan Negeri Hila

Negeri Hila, tempat Benteng Amsterdam berdiri ternyata pada 2022 meraih juara pertama Anugerah Desa Wisata Indonesia untuk kategori pengelola homestay yang digelar Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Selain wisata sejarah berupa Benteng Amsterdam, Negeri Hila juga memiliki keindahan alam, budaya, dan rumah-rumah adat yang dijaga dengan baik.

 

3 dari 3 halaman

Titik Nol Jalur Rempah

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno saat berkunjung ke Negeri Hila menyebut tempat tersebut merupakan titik nol jalur rempah dan saat ini ada program "Indonesia Spice of The World".

Sementara Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Maluku Afandi Hasanusi bersyukur lokasi itu menjadi terbaik I kategori pengelola homestay yang merupakan hasil kerja keras masyarakat dan semua pihak untuk memajukan sektor pariwisata Maluku.

Karena itu keberlangsungan pengelolaan secara konsisten dalam peningkatan kualitas dan kuantitas harus terus dijaga.

Keberhasilan tersebut merupakan contoh nyata bahwa potensi pariwisata Maluku yang memiliki pesona kekayaan alam dan budaya bisa mendapatkan pengakuan dan membawa nilai lebih, serta bisa memberi manfaat bagi masyarakat dan kemajuan daerah.

Memasuki 2023 Pemprov Maluku telah menyusun 32 agenda wisata sebagai upaya memperkenalkan provinsi itu ke kancah nasional.

Salah satu kegiatan yang digelar di Negeri Hila adalah Festival Lawa Pipi pada 28 Juni 2023.

Lawa Pipi merupakan tradisi yang digelar warga setempat saat Idul Adha dengan membawa lari kambing atay, yakni memanggul kambing yang akan dikurbankan dalam prosesi tawaf atau memutar masjid Hila sebanyak tujuh kali.

Keberadaan Benteng Amsterdam di Negeri Hila telah menjadi salah satu magnet wisata sejarah yang jika dikelola secara terpadu setelah ditetapkannya daerah itu sebagai desa wisata.

Ini juga menjadi bekal untuk terus menggaet wisatawan berkunjung dan melakukan tamasya sejarah hingga menikmati keindahan alam yang memesona.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.