Sukses

Monibi, Upacara Pengobatan ala Nenek Moyang di Sulawesi Utara

Upacara ini diikuti oleh seluruh masyarakat desa, tetapi tertutup bagi penduduk di luar desa.

Liputan6.com, Manado - Monibi merupakan upacara berupa pemberian kurban di Sulawesi Utara. Upacara ini diikuti dengan penyembahan serta pengungkapan permohonan pada roh nenek moyang.

Mengutip dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, monibi menjadi salah satu ritual atau upacara yang dilakukan para pedahulu komunitas Bolaang Mongondow di zaman dahulu. Dalam catatan sejarah lokal, kegiatan ini rutin dilakukan pada abad ke-17 atau tepatnya di masa pemerintahan Punu Tahode atau Sadohe.

Dalam ingatan kolektif dan sejarah Bolaang Mongondow, pemimpin ini dikenang sebagai sosok yang melakukan berbagai penataan aspek-aspek penyelenggaraan pemerintahan adat dan pengaturan tata adat. Selain itu, mereka juga yang membentuk berbagai kearifan lokal Bolaang Mongondow.

Punu Tahode terkenal sebagai pemimpin yang mendorong dan memfasilitasi berbagai praktik pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional itu umumnya dilakukan di berbagai sigi, yakni tempat pelaksanaan ritus pengobatan.

Sigi juga merupakan tempat penghapusan dosa atau kesalahan bagi pesakitan, pengampunan bagi pelanggar adat, dan sebagai penghapus aib. Karena fungsinya tersebut, sigi juga bisa disebut sebagai simbol kesatuan desa.

Salah satu pengobatan yang dimaksud adalah upacara atau ritual monibi. Dalam upacara ini, mereka mengorbankan hewan, seperti babi, kambing betina, dan ayam.

Darah para hewan ini dipercikkan di atas tangga sigi oleh pemimpin adat. Selanjutnya, upacara dilakukan sebagai bentuk sedekah bumi kerajaan Bolaang Mongondow.

Upacara ini diikuti oleh seluruh masyarakat desa, tetapi tertutup bagi penduduk di luar desa. Mengutip dari 'Dinamika Islamisasi di Bolaang Mongondow Raya, Sulawesi Utara, Abad ke-17-20' yang ditulis Hamri Manoppo, dkk, monibi dahulu dilaksanakan setiap tahun.

Tujuan upacara ini adalah untuk menolak berbagai macam penyakit mewabah atau menghindarkan bencana yang akan menimpa penduduk. Namun, upacara monibi terakhir diadakan pada 1939 di Desa Kotabangon (tempat kedudukan istana raja) dan di Desa Matali (tempat pemakaman raja dan keturunannya).

(Resla Aknaita Chak)

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.