Sukses

Dulu vs Kini, Begini Perkembangan Permainan Tradisional Congklak dari Masa ke Masa

Permainan-permainan tradisional tersebut juga memiliki sejarah panjang dalam perkembangannya, salah satunya congklak atau dakon.

Liputan6.com, Yogyakarta - Seperti halnya produk budaya lainnya, perkembangan permainan tradisional juga tak bisa dipisahkan dari konteks relasi spasial dan sosiologinya. Permainan tradisional berkaitan erat dengan interaksi antarmanusia dan lingkungannya.

Permainan-permainan tradisional tersebut juga memiliki sejarah panjang dalam perkembangannya, salah satunya congklak atau dakon. Permainan papan yang menjadi bagian keluarga dari permainan mancala ini merupakan permainan papan tertua dan dimainkan hampir di setiap negara di dunia.

Mengutip dari 'Semantika dalam Perkembangan Desain Produk Permainan Congklak Jogja dan Solo' oleh Winta Tridhatu Satwikasanti, permainan ini telah mengalami perubahan fungsi, nama, desain papan, maupun cara memainkannya sesuai dengan sosiokultur yang berkembang dari zaman neolithikum hingga saat ini. Permainan ini juga memiliki banyak nama, di antaranya congklak (Sumatra), dentuman (Lampung), serta makaotan, anggalacang, atau nogarata (Sulawesi).

Pola media pada permainan ini berupa sekumpulan cekungan-cekungan kecil yang sejajar dan saling berhadapan. Jumlah kedua sisi dibuat sama dengan dua cekungan besar di sisi kiri dan kanan.

Masyarakat Jawa menyebut cekungan kecil dengan 'lumbung cilik' dan cekungan besar dengan 'lumbung gedhe'. Sementara itu, permainan ini dimainkan dengan cara memutar biji permainan ke masing-masing lumbung secara bergantian.

Secara garis besar permainan ini adalah mengumpulkan biji-biji permainan terbanyak. Beberapa hal tersebut menunjukkan bahwa permainan ini memiliki keterkaitan dengan kegiatan bercocok tanam.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Berkembang Sesuai Zaman

Congklak di kalangan rakyat

Permainan ini biasanya dimainkan oleh anak-anak perempuan, khususnya mereka yang menunggui sawah agar tak diserang hama burung. Dahulu, mereka membuat media permainan dengan cara melubangi tanah sebagai cekungan lumbung.

Untuk biji congklaknya, mereka menggunakan kerikil seadanya. Medianya pun kemudian berkembang dengan menggunakan bentuk papan yang bercekung dan berdekorasi ukel.

Congklak di kalangan kerajaanSementara itu, di kalangan kerajaan, congklak dimainkan oleh keluarga kerajaan dihiasi dengan kepala naga bermahkota. Jumlah lumbung papan congklak milik kerajaan berjumlah sembilan.

Angka tersebut diartikan sebagai angka tertinggi dalam susunan angka Jawa. Permainan ini biasanya dimainkan oleh para putri raja dengan tujuan melatih kelenturan tangan saat menari.

Congklak pada masa kini

Seiring berkembangnya zaman dan teknologi, permainan ini pun mulai ditinggalkan. Namun, pada 1994, permainan ini sudah mulai dikembangkan sebagai permainan virtual.

Sastro Adiwibowo telah menciptakan permainan congklak digital versi MS-Dos yang diberi nama Dakon Master dengan tampilan grafis yang masih sangat sederhana tanpa tema. Dalam kancah internasional, sebuah software permainan mancala yang bernama Bantumi juga dikembangkan pada 2004.

Hadir dengan perkembangan grafis yang lebih baik, permainan ini diperkenalkan oleh Geoffrey Irving. Software permainan Mancala Snails dan Mancala Bugs telah menggunakan tema dalam desain visual mereka.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.