Sukses

Pencinta Satwa Kecam Pentas Lumba-Lumba di Kota Pekanbaru

Pentas lumba-lumba di kawasan Purna MTQ Kota Pekanbaru mendapat kecaman dari aktivis pencinta satwa.

Liputan6.com, Pekanbaru- Pentas lumba-lumba di kawasan Purna MTQ Kota Pekanbaru mendapat kecaman dari aktivis pencinta satwa. Namun meski mendapat banyak kecaman dan unjuk rasa, eksploitasi mamalia laut itu tetap berjalan.

Kemarin, Selasa sore (15/1/2019) misalnya, puluhan orang aktivis bersama Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Riau (UR) kembali berdemonstrasi. Mereka mengatakan pertunjukan lumba-lumba bukanlah hiburan tapi penyiksaan.

"Bukan pendidikan tapi penyiksaan terhadap satwa dilindungi," teriak Menteri Lingkungan BEM UR Aulia Putra memakai pengeras suara.

Dalam unjuk rasa ini, demonstran menuntut empat hal. Di antaranya, mengecam dan menolak berbagai tindakan eksploitasi terhadap satwa dilindungi.

"Kepada pemerintah menutup beragam sirkus satwa karena merupakan eksploitasi," kata Aulia.

Kemudian, sambung Aulia, mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencabut izin sirkus keliling terhadap lumba-lumba karena bertentangan dengan Permen LHK Nomor 92 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.

"Mengimbau masyarakat untuk tidak menonton sirkus," sebut Aulia.

Sementara itu, aktivis pencinta hewan Violetta Nur Hasan mengatakan, pentas lumba-lumba ini harus dihentikan.

"Kita baru berhenti jika di Indonesia tidak ada lagi pertunjukan lumba-lumba," katanya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Edukasi ke Sekolah dan Medsos

Ke depan, Violetta dengan berbagai komunitas akan melakukan edukasi ke sekolah-sekolah dan media sosial serta media massa agar tidak ikut andil dalam pentas lumba-lumba.

"Saya minta kepada warga, cerdas mencari informasi. Jadi harus tahu aktivitas terlarang dan tidak membenarkan masyarakat untuk menonton," sebutnya.

Menurut Violetta, pentas lumba-lumba sangat menyengsarakan hewan itu. Sebab, lumba-lumba dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi tanpa mempertimbangkan keadilan dan kesejahteraannya.

"Pengangkutan tidak layak dan sangat sempit. Dan saat pengangkutan diberikan spon basah," katanya.

Violetta menambahkan, lumba-lumba diangkat dari satu kota ke kota yang lain dan makin jauh habitatnya. Mereka lalu dipertontonkan ke publik semata-mata untuk uang.

"Lumba-lumba bisa beratraksi beberapa kali dan mereka diberikan air bukan dari habitat asli. Itu sudah merusak pemandangan mereka," tegasnya.

Dengan berbagai alasan itu, Violetta meminta agar pemerintah lebih bijak. Dengan cara tidak memberikan izin lagi untuk menampilkan atraksi hewan apapun.

Sementara itu, pengelola pentas lumba-lumba dikonfirmasi menolak bertemu dengan alasan sibuk dengan hajatannya selama sebulan itu.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.