Sukses

Upacara Tulude, Kearifan Makan Bersama dari Sangihe

Upacara Tulude/Mandulu’u’Tonna merupakan hajatan tahunan warisan para leluhur masyarakat Sangihe dan Talaud.

Liputan6.com, Jakarta - Sangihe dan Talaud merupakan kawasan dengan gugusan kepulauan yang terletak di Propinsi Sulawesi Utara. Lebih dikenal dengan sebutan Nusa Utara. Dari kawasan ini, mari kita belajar keraifan lokal dalam upacara Tulude/Mandulu’u’Tonna.

Ini adalah hajatan tahunan warisan oleh para leluhur masyarakat Sangihe dan Talaud. Sebagai kawasan kepulauan di ujung utara Propinsi Sulawesi Utara, upacara itu menjadi simbol kerukunan, persatuan dan kebersamaan. Menghilangkan sekat status sosial. Dilaksanakan dengan sederhana, makan bersama.

Biasanya masing masing keluarga membawa makanan dan ditempatkan di sebuah meja panjang, digabungkan dengan makanan dari keluarga lainnya. Telah berabad-abad acara sakral ini dilakukan masyarakat Sangihe dan Talaud. Rasanya tak mungkin dihilangkan atau dilupakan oleh generasi manapun.

Tulude dalam bahasa Sangihe berasal dari kata "Suhude" yang berati Tolak, hal ini menolak tahun yang lama dan siap menerima tahun yang baru. Sedangkan Mandullu'u Tonna dalam arti sempit kalau bahasa masyarakat Talaud Mandulu’u yaitu "Lanttu" menolak atau meninggalkan.

Sedangkan "Tonna" adalah "Tahun". Tulude atau Mandullu’u Tonna ini mirip dengan perayaan budaya pengucapan syukur bagi masyarakat di Minahasa.

Selain itu, juga sebagai media komunikasi antar budaya masyarakat Sangihe dan Talaud, yang berisi ucapan syukur. Banyak nilai luhur yang diwariskan oleh para leluhur, seperti nilai etika, moral, patriotik.

Pada masa awal beberapa abad lalu, pelaksanaan upacara adat Tulude dilaksanakan oleh para leluhur pada setiap tanggal 31 Desember, mengambil momen penghujung tahun yang akan berakhir. Hal ini dianggap tepat untuk melaksanakan upacara Tulude.

Upacara Tulude akan diawali dengan ritual khusus dimana dua minggu sebelum upacara tulude diadakan, seorang tetua adat akan menyelam ke dalam lorong laut sambil membawa piring putih berisi emas sebagai persembahan agar Banua Wuhu tidak murka. Banua Wuhu adalah Gunung Bawah Laut yang besar dan aktif.  

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Rangkaian Acara

Usai penyelaman, dilanjutkan pembuatan kue adat Tamo di rumah tokoh adat. Ini butuh waktu semalaman sebelum hari pelaksanaan upacara. Kue adat tamo berarti lambang tuan pesta kepada tamu, raja seluruh santapan yang dihidangkan di pesta.

Kemudian, persiapan-persiapan pasukan pengiring, penari tari Gunde, tari Salo, tari Kakalumpang, tari Empat Wayer, dan kelompok nyanyi Masamper. Acara dilanjutkan dengan penetapan tokoh adat yang mendapat amanah memotong kue adat tamo. Tokoh adat pembawa ucapan Tatahulending Banua juga dipersiapkan diikuti tokoh adat pembawa ucapan doa keselamatan.

Dari banyak tokoh adat itu, akan berpuncak pada pemimpin upacara yang disebut Mayore Labo. Semua memang dipersiapkan matang termasuk persiapan kehadiran Tembonang u Banua (pemimpin negeri sesuai tingkatan pemerintahan pelaksanaan upacara seperti kepala desa, camat, bupati/walikota atau gubernur) bersama Wawu Boki (isteri pemimpin negeri)serta penyebaran undangan kepada seluruh anggota masyarakat untuk hadir. 

Para tamu itu nantinya diminta membawa makanan untuk acara Saliwangu Banua (pesta rakyat makan bersama). Upacara yang berupa jamuan makan ini, bisa berlangsung 4 sampai 5 jam. (Devi Yunita Parede) 

Simak video pilihan berikut di bawah:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.