Sukses

Senja Kala Nggendam Ikan di Purbalingga

Selain karena kerusakan lingkungan, orang-orang yang ahli dengan teknik 'nggendam' semakin berkurang, apalagi setelah ditinggal salah seorang penggendam ikan yang tewas tenggelam.

Liputan6.com, Purbalingga - Noodling atau teknik menangkap ikan dengan tangan kosong sudah jarang dipraktikkan di Purbalingga, Jawa Tengah. Alasan utama hampir punahnya keahlian tersebut adalah karena habitat ikan besar di kedung (lubuk) sungai mulai berkurang.

Meski demikian, beberapa warga pesisir sungai masih menggunakan metode yang dalam bahasa Banyumasan dinamakan nggendam atau rogoh. Bukan sebagai salah satu subprofesi nelayan air tawar, tapi sekadar mencari lauk pauk untuk keluarga. Jika hasil yang didapatkan berlebih, tidak masalah juga hasilnya untuk dijual.

Namun, malang bagi salah satu tukang nggendam asal Desa Pagerandong, Kecamatan Kaligondang, Sugianto (40). Dia ditemukan meninggal dunia setelah mencari ikan di salah satu kedung Sungai Gintung wilayah Desa Arenan, Kecamatan Pagerandong, Selasa, 10 Juli 2018.

Awalnya, pada Senin malam selepas Magrib, dia bersama delapan orang lain menyusuri Sungai Gintung. Begitu sampai di lubuk sungai dengan kedalaman sekitar 5 meter dan lebar 4 meter, satu persatu penggendam mulai menyelam.

Hanya bermodal penerangan dari cahaya purnama, ceruk bebatuan sungai dirogoh. Tangan-tangan penggendam meraba apakah ada ikan besar di sana.

Namun, pencarian ikan itu berbuah kepanikan saat Sugianto tidak kunjung muncul ke permukaan. Para penggendam lain mulai mencarinya ke dasar sungai dan salah seorang melaporkan kejadian itu ke Polsek Kaligondang.

"Hingga malam korban belum berhasil ditemukan. Pencarian dilanjutkan pagi hari," ujar Kapolsek Kaligondang AKP Imam Hidayat.

Selasa pagi, jenazah Sugianto berhasil ditemukan dengan bantuan penggendam lain yang terkenal sudah ahli. Dari hasil pemeriksaan Inafis Polres Purbalingga dan tim medis dari Puskesmas Kaligondang tidak ditemukan adanya tanda-tanda kekerasan.

"Korban meninggal karena tenggelam di dalam sungai. Jenazah kemudian diserahkan ke pihak keluarganya untuk dimakamkan," Kapolsek menambahkan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Senjakala Para Penggendam

Barangkali, Sugianto menjadi salah seorang angkatan terakhir para penggendam di Purbalingga. Keahlian itu nyaris punah karena kerusakan ekosistem sungai.

Perhimpunan Alam Ganesha Muda (PPA Gasda) pernah melakukan penelitian di Sungai Klawing tahun 2011 silam. Dari tiga metode menangkap ikan, yakni memancing, menjala, dan nggendam di sepanjang garis sungai, keahlian nggendam ini hanya segelintir ditemukan.

Ketua Harian PPA Gasda, Taufik Katamso (43) menuturkan, beberapa dari mereka sudah pensiun. Ikan Tor Tambra, Palung (Hampala), dan Bujur Bosok yang jadi langganan hasil nggendam sudah jarang ditemukan di kedhung-kedhung.

Menurut dia, keahlian menggendam bukanlah profesi. Tukang rogoh itu pada umumnya berprofesi sebagai petani atau buruh tani yang jika pada musim tangkap ikan terjun ke sungai.

Tukang nggendam khusus menangkap ikan-ikan besar, paling kecil berukuran setengah kilogram hingga paling besar mencapai 5 kilogram. Namun, pendangkalan akibat penambangan sungai dan penangkapan ikan dengan metode setrum serta portas mengikis habitat mereka.

"Tanah sungai remuk akibat penambangan, saat terbawa banjir tanah akan mengendap di dasar sungai, menutup dasar kedung di ruas arus," katanya.

Padahal, kedung merupakan ruang hidup tempat berlindung bagi ikan, ular, dan tetumbuhan air. Di sana juga sebagai tempat pelaminan saat ikan mulai prosesi mijah (berkembang biak).

Saat mijah, ikan tidak hanya bersembunyi di gorong-gorong dan celah bebatuan. Mereka mencari pasangan di dekat permukaan.

"Musim nggendam dahulu ditandai ketika masuk musim kemarau, ketinggian air di kedung mulai surut dan terlihat lebih jernih," ujar Taufik.

Jika terlihat ikan itu, para penggendam mulai menyelam mengejar ikan-ikan besar yang secara insting akan bersembunyi di celah bebatuan, sehingga mudah ditangkap. Karena itu, para penggendam tidak memerlukan bantuan penerangan. Cukup bermodal cahaya purnama.

Para penggendam, menurut Taufik, hanya akan menjadi cerita jika kerusakan sungai terus berlanjut. Dalam ramalan Jayabaya tinggal menunggu tahun untuk kali ilang kedhunge (sungai hilang lubuknya).

"Kedung sebagi ceruk harapan barangkali hanya bersisa di buku cerita rakyat," katanya.

 

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.