Sukses

Warga Timor Leste Duduki Naktuka, Masyarakat NTT Siap Perang

Warga NTT siap perang, sengketa perbatasan dengan Timor Leste di Naktuka diusulkan melalui jalur adat.

Liputan6.com, Kupang - Sengketa lahan dengan warga Timor Leste di Naktuka, Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur sudah meresahkan warga setempat. Lahan itu kini diolah dan ditempati oleh warga Timor Leste.

"Ini penyerobotan wilayah negara yang tidak bisa dipandang enteng. Pemerintah pusat harus mengambil langkah-langkah tepat dalam menyelesaikan sengketa lahan di Naktuka itu," kata Ketua Bidang Hukum Internasional Universitas Nusa Cendana Kupang, DW Tadeus, di Kupang, seperti dilansir Antara, Jumat (13/5).

Dosen Fakultas Hukum Undana Kupang itu mengatakan, pemerintah tidak boleh berlarut-larut dalam menyelesaikan lahan sengketa di Naktuka itu. Tidak tertutup kemungkinan wilayah demarkasi itu kelak diklaim sebagai teritorinya Timor Leste.

"Kasus lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia, seharusnya membuat Pemerintah Indonesia lebih peduli terhadap persoalan wilayah perbatasan dengan negara tetangga," kata DW Tadeus.

Naktuka merupakan wilayah demarkasi antara Indonesia dan Timor Leste, namun kawasan seluas 1.690 hektare itu sudah dikuasai oleh warga Timor Leste asal Oecusse untuk berkebun dan membangun pemukiman.

Sebelum Timor Leste lepas setelah 23 tahun lebih menjadi bagian dari NKRI, kawasan Naktuka di wilayah Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang, NTT itu sudah digarap oleh warga dari Oecusse untuk berkebun.

Setelah Timor Leste merdeka, warga asal Oecusse itu tidak hanya berkebun, tetapi juga membangun pemukiman. Warga Amfoang resah dan tidak mau menerima aksi penyusupan untuk menguasai wilayah NKRI secara sistematis tersebut.

Wilayah Naktuka kemudian ditetapkan sebagai daerah demarkasi, namun warga Timor Leste tetap melakukan aktivitas seperti biasa. Mereka mendapat dukungan dari pemerintahannya yang berkedudukan di Dili.

"Jika tidak ada aksi protes dari pemerintah Indonesia maka sah-sah saja mereka mengarap tanah tersebut. Jadi jangan salahkan masyarakat Amfoang Timur jika suatu saat mereka mengambil tindakan sendiri untuk merebut kembali lahan tersebut," ujar Tadeus.

Menurut dia, persoalan Naktuka tidak perlu diselesaikan melalui pengadilan internasional, tetapi bisa diselesaikan oleh pemerintah kedua negara dengan melibatkan pula para tokoh adat dan masyarakat setempat.

"Persoalan Naktuka lebih elegan diselesaikan melalui jalur adat, karena warga Oecusse yang bermukim dan menetap di Naktuka, juga masih memiliki hubungan darah dengan masyarakat di Amfoang," kata Tadeus.

Sementara itu, Panglima Kodam IX/Udayana Mayjen TNI Kustanto Widiatmoko mengatakan TNI tidak bisa bertindak lebih jauh untuk mengamankan wilayah Naktuka.

"Sampai sejauh ini, para prajurit kami yang bertugas di perbatasan RI-Oecusse hanya bisa mencegah agar tidak terjadi konflik di antara mereka," kata jenderal berbintang dua itu.

Pangdam Udayana juga mengakui bahwa warga Oecusse yang bermukim di wilayah demarkasi Naktuka malah bertambah banyak. Sementara TNI tidak memiliki kewenangan untuk melarang mereka masuk ke Naktuka.

"Kami hanya bisa meninjau dan melaporkan perkembangannya ke Mabes TNI di Jakarta, karena persoalan Naktuka adalah persoalan antarnegara yang hanya bisa diselesaikan oleh kedua pemerintahan," ujarnya.

Mayjen Kustanto Widiatmoko yang menjabat Pangdam Udaya pada awal Mei 2016 itu mengharapkan masyarakat Amfoang bisa menahan diri dalam menghadapi persoalan di Naktuka.

"Saya yakin, pemerintahan kita pasti memiliki cara dan strategi sendiri dalam menyelesaikan lahan sengketa di Naktuka," demikian Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI Kustanto Widiatmoko.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Warga Amfoang Utara Siap Perang

Masyarakat Amfoang Utara di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur sudah siap berperang atau melakukan tindakan apapun terhadap warga Timor Leste yang menguasai lahan di Naktuka.

"Para tokoh adat dari Amfoang Utara sudah secara terbuka menyampaikan hasrat tersebut secara tertulis dan dibacakan di depan Bupati Kupang Ayub Titu Eki, jika persoalan di Naktuka tidak segera diselesaikan oleh Jakarta," kata Kabag Humas dan Protokol Setda Kabupaten Kupang Stefanus Baha.

Baha mengatakan masyarakat Amfoang pada umumnya terus mendesak pemerintah pusat untuk segera menyelesaikan wilayah demarkasi di Naktuka, karena tidak tertutup kemungkinan wilayah NKRI tersebut jatuh ke tangan Timor Leste.

"Mereka tidak hanya berkebun untuk menyambung hidup, tetapi juga membangun pemukiman di wilayah demarkasi tersebut. Jumlah mereka sudah lebih dari 60 kepala keluarga," kata dia.

Ia menambahkan masyarakat Amfoang bertambah gelisah melihat berkembangan di Naktuka, sehingga persoalan sengketa tapal batas ini tidak segera dirundingkan antara Jakarta-Dili maka masyarakat setempat akan menyelesaikannya dengan cara mereka sendiri.

"Para tokoh adat sudah menyampaikan pernyataan secara tertulis dan membacakan langsung di depan Bupati Kupang Ayub Titu Eki mengenai keinginan mereka untuk berperang tersebut sebagai salah satu bentuk untuk mengusir warga Timor Leste dari kawasan Naktuka," ujar Baha.

Baha mengatakan para tokoh adat dari Amfoang Utara juga mengharapkan agar proses penyelesaian tapal batas negara di Naktuka dilakukan melalui mekanisme adat saja. Penyelesaian melalui jalur pemerintahan (G to G) agak sulit untuk mencapai kata sepakat.

Masyarakat Timor Leste yang bermukim dan berkebun di Naktuka memiliki kesamaan adat dan budaya dengan masyarakat Timor yang ada di Amfoang. Sehingga proses penyelesaian melalui jalur adat akan jauh lebih mengena untuk menghindari terjadinya pertumpahan darah.

Bupati Kupang Ayub Titu Eki yang dihubungi secara terpisah mengatakan akan segera mungkin menyampaikan aspirasi masyarakat Amfoang tersebut kepada pemerintah pusat di Jakarta, agar segera mungkin menyelesaikan persoalan sengketa lahan di tapal batas itu.

Bupati Ayub meminta warga Amfoang tetap menahan diri, karena tidak semua persoalan harus dilakukan dengan cara peperangan, tetapi bisa dilakukan melalui jalur diplomasi.

Dia juga tidak bisa berbuat banyak dalam menyelesaikan kasus tersebut, karena persoalan di Naktuka merupakan persoalan antarnegara. Sehingga harus diselesaikan oleh Pemerintah Indonesia dan Timor Leste lewat jalur diplomasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini