Sukses

KPU akan Ubah Metode Penghitungan Suara pada Pemilu 2024, Ini Alasannya

Selain merancang metode penghitungan suara yang baru, KPU juga membatasi usia petugas KPPS menjadi minimal 17 tahun dan maksimal 55 tahun.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) berencana mengubah metode penghitungan suara pada Pemilu 2024 mendatang. Hal ini sengaja dilakukan untuk mencegah petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) mengalami kelelahan dan meninggal dunia saat penghitungan suara.

"Kami merancang kebijakan penghitungan suara dengan metode panel, di mana pelaksanaan penghitungan suara itu dibagi dalam dua panel," kata Anggota KPU RI, Idham Holik dilansir Antara, Sabtu (6/5/2023).

Idham menjelaskan, dua panel itu terdiri atas panel A dan B. Dengan metode dua panel itu, Idham berharap, petugas KPPS yang beranggotakan tujuh orang dapat dibagi menjadi dua kelompok.

Pada panel A petugas KPPS bertugas menghitung perolehan suara pemilihan presiden dan wakil presiden serta pemilihan anggota DPD RI. Sedangkan pada panel B, petugas KPPS menghitung suara pemilihan anggota DPR RI, anggota DPRD provinsi, serta anggota DPRD kabupaten dan kota.

"Sementara pada Pemilu 2019, KPU hanya menggunakan metode satu panel dalam penghitungan suara," tambah Idham.

Ketentuan penerapan metode panel itu pun akan dimuat dalam rancangan peraturan KPU (PKPU) tentang pemungutan dan penghitungan suara. 

Idham menambahkan, KPU juga telah mulai melakukan simulasi penghitungan suara dengan metode dua panel tersebut di Kota Palembang, Sumatera Selatan, pada Kamis 27 April 2023 lalu.

Idham menyebut, hasil analisis atas uji coba tersebut, ternyata memang durasi perhitungan suara dan penulisan berita acara menjadi lebih efisien.

Selain merancang metode penghitungan suara yang baru, KPU juga membatasi usia petugas KPPS menjadi minimal 17 tahun dan maksimal 55 tahun. Hal ini untuk mencegah terjadinya peristiwa kematian petugas KPPS seperti pada Pemilu 2019.

"Peristiwa kecelakaan kerja yang terjadi saat pemungutan dan penghitungan suara di TPS pada 17 April 2019 lalu, di mana telah wafat sebanyak 722 anggota badan ad hoc penyelenggara pemungutan suara untuk Pemilu 2019 itu, menjadi pelajaran penting bagi kami untuk memastikan ke depan peristiwa itu tidak terulang kembali," jelasnya.

Lebih lanjut, dia menyampaikan ketentuan batasan usia itu ditetapkan berdasarkan kajian yang telah dilakukan KPU serta masukan dari berbagai pihak, seperti Kementerian Kesehatan, aktivis pemilu, dan masyarakat. KPU juga mencermati riset Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta mengenai usia ideal petugas KPPS.

Berdasarkan hasil kajian KPU, diketahui bahwa rentang usia 17-55 tahun merupakan usia seseorang memiliki imunitas atau ketahanan tubuh lebih baik. Dengan demikian, mereka dapat menjalankan tugas dengan baik sebagaimana diatur dalam rancang PKPU mengenai pemungutan dan penghitungan suara.

"Artinya, kerja KPPS tidak terhambat karena faktor kesehatan tidak memadai," ujar Idham.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ratusan Petugas KPPS Gugur pada Pemilu Serentak 2019

Sebelumnya, pada 4 Mei 2019, KPU sebagai penyelenggara pemilu mencatat, ratusan petugas KPPS meninggal dunia.

Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menyebut terjadi peningkatan korban jiwa pada Pemilu Serentak 2019. Korban jiwa yang dimaksud Titi adalah para petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

"Jadi memang tahun ini, kalau saya bandingkan dengan 2004, 2009, dan 2014, 2019 adalah peristiwa di mana korban jiwa itu paling banyak," ungkap Titi di kantor Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Minggu, 21 April 2019.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.