Sukses

SMRC: Tanpa Koalisi, Capres-Cawapres PDIP Bisa Kalah di Pemilu 2024

Hasil bedah politik Saiful Mujani mengungkapkan bahwa tanpa koalisi, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) kemungkinan besar bisa kalah dalam pilpres Pemilu 2024.

Liputan6.com, Jakarta - Hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) mengungkapkan bahwa tanpa koalisi, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) kemungkinan besar bisa kalah dalam pilpres Pemilu 2024.

Dalam studi ini, dilakukan simulasi dengan asumsi ada empat pasangan dalam pemilihan presiden. Pertama adalah Prabowo Subianto dengan Muhaimin Iskandar. Kedua, Anies Baswedan dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Ketiga, Ganjar Pranowo berpasangan dengan Puan Maharani. Keempat, Airlangga Hartarto akan mencari calon, misalnya Erick Thohir sebagai orang yang juga melakukan sosialisasi untuk calon presiden maupun calon wakil presiden.

Dalam simulasi empat pasangan di atas, survei SMRC pada Desember 2022 menemukan pasangan Ganjar-Puan berada di urutan ketiga dengan perolehan suara 21,6 persen. Suara pasangan ini berada di bawah Prabowo-Muhaimin 29,7 persen dan Anies-AHY 28,8 persen. Sementara pasangan Airlangga-Erick 4,9 persen dan yang belum menjawab 15 persen.

“Umumnya Ganjar cukup kompetitif jika dipasangkan dengan calon selain Puan. Tapi, ketika dipasangkan dengan Puan, posisi Ganjar di bawah dua nama yang selama ini kompetitif dengan dia, yaitu Prabowo dan Anies,” kata Saiful dalam keterangannya, Kamis (9/2/2023).

Pendiri SMRC tersebut melanjutkan bahwa kalau PDIP tidak berkoalisi dengan partai lain dan tidak mengajak tokoh lain, PDIP akan tersingkir.

“Ini walaupun Ganjar diposisikan sebagai calon presiden,” kata Saiful.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Semakin Jauh Jika Puan Capres

Sementara itu, dalam simulasi SMRC dimana Puan menjadi calon presiden berpasangan dengan Ganjar sebagai calon wakil presiden, selisih dengan pasangan Prabowo-Muhaimin dan Anies-AHY semakin menjauh.

“(Jika formulasinya Puan-Ganjar), yang masuk putaran kedua adalah Prabowo dan Anies,” tegas Saiful.

Karena itu, lanjut Saiful, bagi PDIP, berkoalisi dengan partai lain adalah sebuah kebutuhan politik yang tak bisa dihindarkan. Pemilih, menurut dia, kenyataannya lebih melihat koalisi antar-partai memiliki nilai yang penting. Koalisi bisa dibangun dengan tokoh siapa pun atau dengan partai mana pun.

“Kalau sama-sama kader dari partai yang sama itu kemungkinan akan ditinggalkan oleh pemilih dan menjadi tidak kompetitif dalam pilpres,” kata Guru Besar Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta tersebut.

3 dari 3 halaman

Harus Koalisi untuk Menangkan Pilpres

Saiful menambahkan bahwa jika PDIP mengusung kader sendiri tanpa berkoalisi, maka kemungkinan besar suara dukungan untuk Capres-cawapres mereka hanya datang dari kader atau pendukung PDIP. Sementara, di dalam pelbagai survei, suara PDIP hanya sekitar 20an persen.

“Dukungan 20 persen ini, tidak mungkin mengantarkan calon lolos ke putaran kedua. Pesan dari pemilih secara umum adalah bahwa PDIP tidak bisa sendiri untuk memenangkan pilpres. Pengalaman selama ini memang demikian, harus dengan cara koalisi,” pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.