Sukses

Fadli Zon Nilai Majunya Napi dalam Pilkada Bisa Jadi Dilema

Fadli mengatakan, masyarakat tentu berharap sosok yang memimpin suatu daerah itu adalah orang-orang yang terbaik.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai, pemberian peluang kepada terpidana yang sedang menjalani hukuman percobaan untuk bisa mencalonkan diri menjadi kepala daerah dalam pilkada bisa menjadi suatu dilema.

"Kita ini memang menghadapi dilema antara hak dengan persoalan kepemimpinan, persoalan kepemimpinan kan butuh teladan," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu 31 Agustus 2016.

Ia mengatakan, jika seorang mantan narapidana memimpin sebuah daerah dikhawatirkan tidak ada hubungan ‎kuat yang terbangun dengan masyarakatnya. Sebab, sudah jelas yang bersangkutan tersangkut dengan kasus.

Politikus Partai Gerindra ini menegaskan, masyarakat tentu berharap sosok yang dapat memimpin suatu daerah itu adalah orang-orang yang terbaik, memiliki kapasitas, dan kapabilitas. Seorang pemimpin juga harus memiliki integritas.

"Bagaimanapun orang-orang yang nanti mungkin memimpin daer‎ah harus memiliki integritas, kapasitas dan kapabilitas. Pemerintah kan punya program revolusi mental," Fadli menandaskan.

Komisi II DPR tengah membahas pemberian peluang kepada terpidana yang sedang menjalani hukuman percobaan untuk bisa mencalonkan diri menjadi kepala daerah. Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy mengatakan, hal  masih sebatas dalam pembahasan.

"Perdebatan di Komisi II DPR RI antara fraksi, anggota Komisi II, KPU RI, Bawaslu RI, dan Pemerintah khususnya tentang ketentuan apakah terpidana yang sedang menjalani hukuman percobaan boleh mendaftar sebagai calon kepala daerah belum selesai," kata Lukman melalui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa 30 Agustus 2016.

Lukman menjelaskan, pembahasan tentang ketentuan ini masuk di dalam Rapat Konsultasi antara KPU RI, Bawaslu RI, Komisi II DPR RI dan Pemerintah, tentang Rancangan PKPU Nomor 5 tentang Pencalonan Kepala Daerah, perubahan terhadap PKPU Nomor 9 Tahun 2016. Perdebatan dimulai ketika Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak menyetujui soal ketentuan tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini