Sukses

Jurus Tambang Nikel Kolaka Cegah Kerusakan Lingkungan 4 Tahun Beruntun

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kembali memberikan penilaian Proper Biru terhadap PT Ceria Nugraha Indotama (CNI), perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kembali memberikan penilaian Proper Biru terhadap PT Ceria Nugraha Indotama (CNI), perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.

Status Proper Biru ini sudah didapatkan oleh PT CNI empat kali berturut-turut dari tahun 2018 hingga 2022.

Penilaian Proper sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 1 Tahun 2021, menitikberatkan pada beberapa aspek. Mulai dari dokumen lingkungan, pengendalian pencemaran air, pengendalian pencemaran udara, pengelolaan limbah B3, serta pengendalian kerusakan lingkungan.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Tenggara, Andi Makkawaru, mengatakan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup atau Proper metupakan evaluasi kinerja penanggung jawab usaha, dan/atau kegiatan di bidang pengelolaan lingkungan hidup.

"Penghargaan terhadap dunia usaha dilakukan melalui proses evaluasi terhadap ketaatan peraturan pengelolaan lingkungan hidup, penerapan sistem manajemen lingkungan, efisiensi energi, konservasi air, pengurangan emisi, perlindungan keanekaragaman hayati, limbah B3 dan limbah padat Non B3 serta pemberdayaan masyarakat," paparnya, Selasa (6/6/2023).

Andi menambahkan, penilaian juga termasuk pengendalian kerusakan lahan, meliputi upaya sistematis yang terdiri dari pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan kerusakan lahan akibat pertambangan.

Menurut dia, dengan adanya penilaian proper biru ini, menunjukkan PT CNI bertanggungjawab dan bersungguh-sungguh memenuhi kewajiban dalam pengelolaan lingkungan hidupnya.

"Perusahaan pemegang Proper Biru adalah perusahaan telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan yang dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan atau peraturan yang berlaku (telah memenuhi semua aspek yang dipersyaratan oleh KLHK)," tandasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Bangun Smelter Rp 35,8 Triliun, CNI Group Dukung Hilirisasi Nikel Jokowi

Sebelumnya, kebijakan hilirisasi mineral yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) didukung penuh oleh pelaku industri pertambangan nikel nasional. Salah satunya PT Ceria Nugraha Indotama (CNI) Group.

CNI Group yang mendapat status sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) dan Obyek Vital Nasional dari pemerintah, saat ini sedang membangun pabrik pemurnian (smelter) di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara dengan nilai investasi sebesar USD 2,31 miliar atau setara Rp 35,8 triliun (kurs 15.502 per dolar AS)

“Kami mendukung penuh kebijakan hilirisasi Presiden Jokowi ini. Kami bertekad untuk menjadi pemain integral dalam upaya Indonesia untuk menjadi pusat produksi kendaraan listrik dan baterai global. Karena itu, target pasar untuk produk turunan nikel dan cobalt yang dihasilkan dari smelter kami nantinya akan menyasar Eropa, Jepang, Korea Selatan (Korsel) dan India,” kata Presiden Direktur PT Ceria Nugraha Indotama (CNI) Group, Derian Sakmiwata saat menjadi pembicara di acara Mining and Finance Forum, dikutip Sabtu (11/3/2024).

Menurut Derian, permintaan pasokan nikel yang tinggi dari industri kendaraan listrik dunia sebagai bahan utama batere listrik membuat kebijakan hilirisasi nikel menjadi pilihan yang tepat.

Penggunaan TeknologiDerian memaparkan, smelter CNI Group yang sedang dibangun akan menggunakan 2 teknologi utama, yaitu teknologi Rectangular Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) dengan kapasitas 4×72 MVA, terdiri dari 4 Iajur produksi untuk mengolah bijih Nikel Saprolite dan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) untuk mengolah bijih Nikel Limonite (Bijih Nikel kadar lebih rendah) untuk menghasil baterai kendaraan listrik. 

“Smelter RKEF untuk lajur pertama kami targetkan selesai 2024, sedangkan HPAL kami targetkan selesai dan mulai produksi pada 2026,” jelas Derian.

Derian merincikan, total kapasitas produksi dari smelter nikel RKEF ini nantinya dapat menghasilkan sekitar 252.000 ton Ferronickel (FeNi) dengan kandungan 22 persen Nickel atau sejita 55.600 ton Nickel di dalamnya.

3 dari 3 halaman

Terapkan Kaidah ESG Dalam Produksi NIkel

Sedangkan dari pengolahan HPAL akan memiliki kapasitas produksi sebesar 308.000 ton dalam bentuk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) yang di dalamnya terkandung 120.000 ton Logam nikel dan lebih dari 12.500 ton cobalt.

Dia menjelaskan, produk FeNi ini dapat diolah lebih Ianjut untuk memproduksi Stainless Steel dan produk turunannya (consuming needs). Sementara MHP merupakan produk antara untuk diolah Lebih lanjut menjadi nickel sulphate yang merupakan bahan baku utama prekursor baterai (material katoda).

"CNI saat ini sedang melakukan studi kelayakan untuk mengolah lebih lanjut FeNi menjadi Nickel matte dan Nickel Sulphate, serta mengolah lebih kanjut MHP menjadi Nickel Sulphate. Selanjutnya Nickel Sulphate dari 2 jalur produksi tersebut akan diolah menjadi prekursor yang merupakan bahan baku utama baterai (material katoda dan anoda baterai),” urainya.

Seluruh aktivitas industri CNI Group kata Derian, menerapkan prinsip dan kaidah Environment, Social and Governance (ESG). CNI berkomitmen untuk mengupayakan kegiatan produksi yang hijau dengan jejak karbon serendah mungkin.

Bahkan CNI Group juga akan mengimplementasikan program dekarbonisasi dengan berpartisipasi dalam pasar karbon dengan melakukan perdagangan karbon (Carbon Trading).

“Kami berkomitmen penuh pada praktik berkelanjutan dan inovasi teknologi yang ramah lingkungan, mendukung Net Zero Emission pada tahun 2060 dan ikut ambil bagian dalam upaya mempercepat transisi energi hijau dan menghasilkan Green Product. Tentunya, CNI Group akan melakukan assessment terhadap jejak karbon untuk semua aktifitas, mulai dari aktifitas pertambangan sampai dengan pemurnian nikel dan kobalt,” paparnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini