Sukses

Herwidayatmo: Pemerintah Tak Menyelamatkan BII

Ketua Bapepam menyanggah pencabutan ketentuan delisting saham di bawah harga Rp 50 untuk menyelamatkan BII. Pemerintah tak mungkin menerbitkan obligasi sebesar US$ 1,2 miliar untuk BII.

Liputan6.com, Jakarta: Pencabutan ketentuan delisting saham yang berharga di bawah Rp 50 tak dikeluarkan untuk menyelamatkan Bank Internasional Indonesia. Tapi, dilakukan untuk membantu emiten yang saat ini sedang dalam kondisi kurang menguntungkan. Hal tersebut dikemukakan Ketua Badan Pelaksana Pasar Modal Herwidayatmo di Jakarta, Selasa (30/1).

Menurut Herwidayatmo, pemerintah mencabut sementara ketentuan delisting dari Bursa Efek Jakarta terhadap saham yang selama tiga bulan berturut-turut berharga di bawah 50 rupiah per lembar. Harga saham seperti itu terjadi pada BII, Bank Universal, Bunas Finance, Bakrie Finance, dan Bhuanatala Indah Permai. Karena itu, tambah dia, anggapan bahwa pencabutan ketentuan ini semata-mata untuk menolong BII, tak benar. Peraturan tersebut akan diberlakukan lagi, jika situasi perbankan mulai membaik.

Sejak 4 Desember 2000, saham BII selalu berada di bawah harga Rp 50 per lembar. Bahkan, Selasa ini, saham BII dilepas Rp 35 per lembar. Andai aturan tadi tetap berlaku, saham BII terancam delisting pada awal Maret mendatang. Tapi, pencabutan peraturan tersebut tanpa batas waktu membuat saham BII bebas dari ancaman delisting.

Sementara itu, kemungkinan pemerintah menerbitkan obligasi sebesar US$ 1,2 miliar untuk menyelesaikan kredit Sinar Mas kepada BII masih harus dibicarakan dengan DPR. Karena rekapitalisasi sudah selesai dan tidak ada bank yang bakal mengalami rekapitalisasi kedua. Hal itu dikatakan Ketua Komisi IX DPR Benny Pasaribu di Jakarta, Selasa.

Karena itu, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu menyangsikan kemungkinan tersebut. Sebab hal tersebut tak mudah dilakukan. Namun, Komisi IX DPR yang menangani masalah moneter akan mengundang pemerintah, Badan Penyehatan Perbankan Nasional, dan BII dalam waktu dekat. Hal itu dilakukan untuk mengklarifikasi masalah tersebut. Jika tidak, dikhawatirkan terjadi kesalahpahaman dan bank lain akan menuntut rekapitalisasi kedua.

Kalangan DPR berpendapat, wacana ini harus dibicarakan dan tidak ada tekan menekan sehingga mengeluarkan solusi yang tepat bagi perbankan secara keseluruhan. Selain itu, segala aturan harus diberlakukan secara adil alias tidak ada pilih kasih. Selain itu, rekapitalisasi membutuhkan biaya yang sangat besar. Lantaran itu pelaksanaan rekapitalisasi tak boleh diskriminatif dan perlu dibicarakan.(TNA/Indy Rahmawati dan Andy Azril)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini