Sukses

Mantan Ketua MA Sarwata Berpulang

Mantan Hakim Agung Sarwata meninggal dunia di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta Selatan. Dalam setahun terakhir ini dia menderita kanker.

Liputan6.com, Jakarta: Mantan Ketua Mahkamah Agung Marsekal Pertama Purnawirawan TNI Sarwata meninggal dunia di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta Selatan, Ahad (3/8). Sudah setahun terakhir ini almarhum menderita sakit kanker. Jenazah Sarwata disemayamkan di rumah duka Jalan Villa Pejaten Mas III, Blok G, Nomor 3, Pasarminggu, Jakarta Selatan. Rencananaya almarhum akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata.

Bersama Ketua Muda Bidang Peradilan Tata Usaha Negara TH Ketut Suraputra, nama Sarwata mencuat setelah muncul isu kolusi di MA dalam kasus Gandhi Memorial Scholl, Maret 1996. Sarwata ditugasi memimpin Koordinator Pengawasan Khusus (Korwasus) yang dibentuk Ketua MA Soerjono dan Suraputra sebagai anggota. Ketika itu Korwasus berkesimpulan: tidak terjadi kolusi di MA dalam kasus itu, yang ada hanya kesalahan prosedur. Kesimpulan ini melahirkan cibiran di masyarakat.

Sebelumnya, kedua hakim agung itu juga sempat satu tim untuk kasus pembredelan Majalah Tempo. Di bawah pimpinan ketua majelis Soerjono, MA memenangkan tergugat (Menteri Penerangan) yang telah membatalkan SIUPP majalah berita mingguan itu. Padahal, sebelumnya di tingkat Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta, Tempo menang.

Sarwata lahir di Tebing Tinggi, 2 Juli 1935. Dia mengawali karir di MA sejak diangkat sebagai hakim agung pada tahun 1991. Dua tahun kemudian, Sarwata dilantik sebagai Ketua Muda MA Urusan Peradilan Militer/ABRI. Sebelum di MA, Sarwata menempuh pendidikan hukum di Fakultas Hukum UGM dan lulus pada 1962. Mulanya, dia bekerja di Departemen Luar Negeri sebagai ahli tata usaha pada direktorat hukum. Tapi itu tak bertahan lama. Dua tahun kemudian Sarwata mengikuti Sekolah Dasar Perwira TNI Angkatan Udara, yang memberinya pangkat letnan satu.

Jenjangnya sebagai perwira militer kian meroket tatkala menduduki jabatan Ketua Pengadilan TNI Angkatan Udara Yogyakarta, pada 1965. Setahun kemudian, Sarwata dilantik sebagai Hakim Mahkamah Militer Luar Biasa oleh Pangkopkamtib Mayjen TNI Soeharto (mantan Presiden RI). Sarwata mengadili tokoh-tokoh militer yang terlibat G-30 S/PKI, seperti Utomo Ramelan dan Josep Rabidi (1967), serta Sjam Kamaruzzaman (1968).

Di lingkungan militer, Sarwata pernah menjabat Kepala Mahkamah Militer Jakarta (1979), dan Asisten Operasi Badan Pembinaan Hukum ABRI (1983). Puncaknya, saat ia menjabat Ketua Mahkamah Militer Tinggi Ujungpandang, pada 1984.

Pada 1986, Sarwata dipromosikan sebagai Dirjen Agraria--lembaga yang saat itu berada di bawah Depdagri. Di sinilah namanya dikait-kaitkan dengan isu penerbitan sertifikat "aspal" (asli tapi palsu). Tiga tahun selanjutnya Sarwata diangkat sebagai Staf Ahli Mendagri dan Staf Ahli Menteri Negara Perencanaan Pembangunan. Setelah empat tahun meninggalkan dunia peradilan, pada 1990, Sarwata diangkat sebagai hakim agung. Tiga tahun kemudian ia dipromosikan menduduki jabatan Ketua Muda MA Bidang Peradilan Militer/ABRI. Jabatan Ketua MA dipegang almarhum sejak 1996 hingga 2000.(YYT/Tim Liputan 6 SCTV)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.