Sukses

Dituding Makar, 72 Warga Papua Ditahan

Koordinator Solidaritas Nasional untuk Papua (Napas) Zely Ariane mengatakan, sejak 2 tahun terakhir kepolisian membatasi berbagai kegiatan publik.

Koordinator Solidaritas Nasional untuk Papua (Napas) Zely Ariane mengatakan, sejak 2 tahun terakhir kepolisian membatasi berbagai kegiatan publik. Setidaknya terdapat 72 warga Papua yang harus menjalani penahanan dengan tudingan makar.

"Untuk kasus yang lama sejak Kongres Papua III tahun 2011, ada 40 orang dan yang baru kemarin sejak 1 Mei ada 32 orang. Umumnya mereka dituduh makar," ujar Zely kepada Liputan6.com di Kantor Ombudsman, Kuningan, Jakarta, Selasa (19/5/2013).

Untuk itu, Zely mengaku bersama Komisi Untuk Korban dan Orang Hilang (Kontras) akan mengadukan kasus ini kepada sejumlah pihak di antaranya ke Ombudsman, Kompolnas, dan Komnas HAM. "Kita akan kordinasi dengan LB3H juga, Napas, dan Kontras. Kita juga akan meneruskan advokasi terhadap 40 yang ditahan sebelumnya dan ditambah yang 32 orang ini paling tidak," ucap dia.

Selain melakukan upaya advokasi politik, pihaknya juga akan melakukan advokasi hukum melalui judicial review (uji materiil) ke Mahkamah Konstitusi terhadap undang-undang yang mengatur tentang makar.

"Terhadap judicial pasal makar dan sebagainya dan akan berfokus terhadap pasal makar ini. Karena nantinya teman-teman akan ke sini larinya. Ini untuk advokasi segi hukumnya. Sementara untuk advokasi politiknya, kita akan mengadukan Polda ke Kompolnas nanti," terang Zely.

Padahal, kata dia, jika ditelaah lebih jauh, warga yang ditahan ini umumnya bukan termasuk melakukan tindakan makar. Karena hanya sebatas membawa bendera Papua.

"Ini hanya pengibaran bendera. Sebenarnya juga itu bukan makar. Kalau melanggar, itu hanya Peraturan Pemerintah (PP). Karena sebenarnya itu tidak membahayakan, tidak sedang apa-apa. Gus Dur aja menghadiahkan bendera untuk Papua. Jadi ini hanya politis," jelas Zely.

"Makanya PP ini juga problematis sekali, karena hanya ditemukan senjata. Padahal kita temen-temen tahu semua, kadang kita tidak tahu-menahu tiba-tiba ditemukan senjata," sambungnya.

Dia menegaskan akan mengadukan Kapolda Papua atas pembatasan kegiatan publik ini kepada Kompolnas. Pengaduan itu mengacu terhadap kode etik yang dilakukan kepolisian.

"Harusnya hari ini, cuma karena komunikasi tadi tidak bisa mungkin besok," tandas Zely. (Ali/*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.