Sukses

Romo Magnis: Pakai Kekuasaan untuk Untungkan Pihak Tertentu, Presiden Mirip Pimpinan Mafia

Profesor Franz Magnis Suseno alias Romo Magnis menyindir etika kepemimpinan presiden dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa hasil pilpres 2024.

Liputan6.com, Jakarta Profesor Franz Magnis Suseno alias Romo Magnis menyindir etika kepemimpinan presiden dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa hasil pilpres 2024.

Romo Magnis sebagai ahli yang dihadirkan tim hukum Ganjar-Mahfud itu menilai Jokowi seperti pimpinan organisasi mafia.

"Presiden adalah penguasa atas seluruh masyarakat. Oleh karena itu, ada hal khusus yang dituntut dari padanya dari sudut etika," ujar Romo Magnis di ruang sidang MK, Jakarta Pusat, Selasa (2/4/2024).

Menurut Romo Magnis, Presiden harus menunjukkan kesadaran bahwa yang menjadi tanggung jawabnya adalah keselamatan seluruh bangsa. Kata Romo Magnis, di tengah masyarakat ada kesan bahwa Jokowi memakai kekuasaannya sebagai presiden demi keuntungan sendiri dan keluarganya. Perilaku seperti itu, menurut Romo, adalah fatal.

"Maka seorang presiden harus menjadi milik semua, bukan hanya misalnya milik mereka yang memilihnya. Kalaupun ia misalnya berasal dari satu partai, begitu ia menjadi presiden, segenap tindakannya harus demi keselamatan semua," ucap Romo Magnis.

"Memakai kekuasaan untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu membuat presiden menjadi mirip menjadi dengan pimpinan organisasi mafia. Di sini dapat diingatkan bahwa wawasan etis presiden Indonesia dirumuskan dengan bagus dalam pembukaan UUD 1945," kata Romo.

Romo Magnis menilai apabila penguasa bertindak tidak atas dasar hukum dan tidak demi kepentingan seluruh masyarakat melainkan memakai kuasanya untuk menguntungkan kelompok, kawan, keluarganya sendiri, maka motivasi masyarakat untuk menaati hukum akan hilang.

"Akibatnya, hidup dalam masyarakat tidak lagi aman. Negara hukum akan merosot menjadi negara kekuasaan dan mirip dengan wilayah kekuasaan sebuah mafia," pungkas Romo Magnis Suseno.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Ibaratkan Presiden dengan Pencuri

Sebelumnya, Romo Magnis mengibaratkan presiden yang bagi-bagi bantuan sosial demi memenangkan pasangan calon tertentu mirip pegawai yang diam-diam mencuri uang dari kas toko. Menurut Romo Magnis, perilaku seperti itu merupakan pelanggaran etika.

Hal itu disampaikan Filsuf Romo Magnis Suseno pada persidangan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Selasa (2/4/2024).

"Kalau presiden dengan begitu saja bagi bansos untuk kampanye paslon yang mau dimenangkannya, maka itu mirip dengan seorang karyawan yang diam-diam ambil uang tunai dari kas toko. Itu pencurian dan pelanggaran etika," kata Romo Magnis.

Romo Magnis mengatakan, bansos bukan milik presiden, melainkan milik bangsa Indonesia yang pembagiannya menjadi tanggung jawab kementerian yang bersangkutan dan ada aturan dalam pembagiannya.

"Itu juga tanda bahwa dia sudah kehilangan wawasan etika dasarnya tentang jabatan sebagai presiden bahwa kekuasaan yang dia miliki bukan untuk melayani diri sendiri, melainkan melayani seluruh masyarakat," lanjut Romo Magnis.

Romo Magnis menyatakan bahwa yang ia sampaikan adalah secara teoretis. 

Sebagai disclaimer, saat menyinggung soal presiden dan pencuri, Romo Magnis tidak menyebut sosok Jokowi sebagai contoh pelakunya. Dia hanya menjelaskan dalam kapasitas keilmuan sebagai seorang filsuf.

"Mengenai bansos, saya tidak mengatakan apa pun tentang yang dilakukan Presiden Jokowi. Saya mengatakan, kalau seorang presiden yang sebetulnya tidak mengurus langsung kementerian, mengambil bansos yang sudah disediakan di situ untuk kepentingan politiknya, maka itu pencurian. Apakah itu terjadi di Indonesia? Itu bukan urusan saya," tutur Romo Magnis Suseno.

3 dari 3 halaman

Tim Prabowo-Gibran Pertanyakan Statement Romo Magnis

Anggota Tim Pembela Prabowo-Gibran, Hotman Paris Hutapea, mencecar Romo Magnis. Hotman mulanya mengatakan bahwa pemerintah telah membagikan bansos maupun perlindungan sosial sebesar Rp408 triliun pada 2021. Pada 2022, jumlahnya meningkat menjadi Rp431 triliun.

"Apakah itu (bukan) pemerintah yang baik, yang membantu fakir miskin? Tadi kan Bapak ngomong fakir miskin. Pada waktu itu enggak ada pemilu, tapi sudah 40 persen lebih bansos dan perlinsos," kata Hotman Paris di ruang sidang MK.

Hotman kemudian mempertanyakan maksud Romo Magnis yang mengibaratkan presiden layaknya pencuri.

"Tadi Romo mengatakan bahwa presiden seperti pencuri di kantor ngambil duit dibagi-bagikan. Presiden mengambil uang bansos untuk dibagi-bagikan. Apakah Romo mengetahui bahwa bansos yang dibagikan itu sudah ada datanya berdasarkan DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) dan PPPKE (Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem)," ujar Hotman Paris.

Menurut Hotman, data penduduk penerima bansos sudah ada. Sehingga, presiden hanya simbolik membagikan bansos di awal sesuai data yang sudah ada di kementerian masing-masing.

"Selanjutnya, dilanjutkan kementeriannya. Jadi presiden tidak pernah membagikan bansos di luar. Data yang sudah ada data DTKS dan PPPKE," kata Hotman.

"Dari mana Pak Romo tahu bahwa presiden itu seolah mencuri dari uang bansos untuk dibagi-bagikan, padahal Pak Romo tidak tahu praktik pembagian data itu sudah ada lengkapnya," lanjutnya.

Menanggapi pertanyaan Hotman, tim hukum Ganjar-Mahfud lantas menginterupsi dan menyebut bahwa Romo Magnis tidak pada kapasitasnya menjawab.

"Mohon izin majelis, karena ahli bukan ahli bansos," kata salah satu anggota tim hukum Ganjar-Mahfud.

Ketua Majelis Hakim Suhartoyo kemudian mengingatkan bahwa pernyataan Hotman sudah bisa ditangkap. Dia mengingatkan Hotman untuk tidak mengulang pertanyaan.

"Pertanyaan Pak Hotman yang pertama sudah bisa ditangkap. Jangan diulang-ulang," kata Suhartoyo.

"Iya, karena tadi kan Beliau mengatakan presiden seolah-olah pencuri uang untuk bansos. Itu dia tidak ambil, sudah ada datanya," timpal Hotman Paris.

 

Reporter: Muhammad Genantan Saputra

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.