Sukses

AMAN-KPA-WALHI Sikapi Pemilu 2024: Kemunduran Demokrasi, Ancaman Masa Depan Agenda Kerakyatan

Salah satu yang disorot yaitu banyaknya ASN, aparat TNI/POLRI, dan perangkat desa yang diturunkan untuk memenangkan suara salah satu paslon. Selain itu, penyaluran bansos sebagai sarana pemilu.

Liputan6.com, Jakarta - Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bersama Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) memberikan pernyataan terkait kondisi politik pada masa Pemilu 2024. Mereka menyatakan keprihatinannya terhadap kecurangan di Pilpres 2024.

Salah satu yang disorot yaitu banyaknya ASN, aparat TNI/POLRI, dan perangkat desa yang diturunkan untuk memenangkan suara salah satu paslon. Selain itu, penyaluran bansos sebagai sarana pemilu. 

Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Jenderal AMAN, Rukka Sombolunggalo dalam konferensi pers yang digelar di Kantor AMAN, kawasan Jakarta Selatan, Senin (18/3/2024).

"Ini bentuk upaya menghalalkan segala cara melalui politik Bansos yang dibiayai APBN menjelang Pemilu, mobilisasi aparatur TNI, Polri dan ASN untuk memenangkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Prabowo-Gibran,” ucap dia. 

Lebih lanjut, ia mengatakan banyak undang-undang digunakan untuk melanggengkan kekuasaan oligarki. UU tersebut antara lain revisi UU KPK, UU ASN, UU CIpta Kerja, UU IKN, dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai pengangkatan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Prabowo. 

UU dan Putusan tersebut dinilai dapat merugikan masyarakat, terutama masyarakat adat saat seusai Pemilu 2024.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika menyoroti kasus politik uang  di pedesaan kepada para petani. Menurutnya akan sulit untuk membuat agenda lingkungan yang berkelanjutan jika praktik tersebut masih terus dilakukam 

"Dengan politik uang,  tidak adanya harapan bagi agenda lingkungan yang berkelanjutan di pedesaan," ujar Dewi.

Selain itu, Direktur Eksekutif Walhi, Zenzi Suhadi mengkritik keberlanjutan program Food Estate. Ia menilai ketidaksesuaian wacana dengan hasil yang didapat merupakan sebuah kegagalan. "Food estate perlu 7 tahun untuk dapat berhasil. Tapi bahan pangan tidak perlu 1 tahun untuk panen. Ada yang salah dengan ini," ujar Zenzi

Dia mengatakan kegagalan pemerintah memahami hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan ekologis. Agar isu tersebut dapat terselesaikan, DPR perlu menguatkan fungsi pengawasannya terutama kepada lembaga eksekutif dan yudikatif.

Zenzi juga menyoroti, pada tahap akhir masa jabatan kedua Presiden Joko Widodo ini, Indonesia memasuki era yang dipenuhi dengan tantangan yang semakin berlapis.

Upaya untuk menyelesaikan konflik agraria, memulihkan lingkungan, mengatasi krisis iklim, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia, Masyarakat Adat, petani, nelayan, perempuan serta penguatan demokrasi telah mengalami kemunduran, akibat berbagai politik kebijakan yang anti agenda kerakyatan.

"Seperti, UU Cipta Kerja,revisi UU Mineral dan Batubara, UU Komisi PemberantasanKorupsi, UU Ibu Kota Negara, UU Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang justru mengancam keberlangsungan hidup bangsa terus menerus dikeluarkan dengan cepat," ucap dia. 

Sebaliknya, aturan dan kebijakan yang fundamental bagi perlindungan masyarakat dan telah lama didesakkan seperti RUU Masyarakat Adat, RUU Pertanahan yang sesuai dengan semangat Reforma Agraria, RUU Keadilan Iklim, dan Revisi Perpres Reforma Agraria, semua jalan di tempat.  

Jika Situasi ini dibiarkan berlanjut, kata Zenzi akan semakin parah pada masa pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden hasil Pemilu 2024. Sebab penuh dengan kecurangan dan sarat dengan agenda-agenda politik untuk melanggengkan dinasti politik Presiden Jokowi.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pernyataan politik AMAN-KPA-WALH

Berikut adalah pernyataan politik AMAN-KPA-WALHI:

1. Prihatin dengan hasil pemilu yang dilahirkan dari proses kecurangan yang sistematis

2. Mendesak DPR RI agar segera menjalankan fungsi konstitusionalnya untuk mengusut

berbagai dugaan tindak kecurangan pemilu 2024.

3. Mendorong dan mendukung adanya oposisi yang kuat dan substansial di parlemen untuk melakukan fungsi check and balance terhadap pemerintah.

4. Menegaskan bahwa Presiden Jokowi telah gagal menjalankan mandat konstitusi untuk menjalankan reforma agraria, mewujudkan keadilan ekologis, pemenuhan dan perlindungan hak Masyarakat Adat, Petani, Nelayan, Perempuan, buruh, dan kelompok masyarakat lainnya.

5. Menolak hasil revisi UU ASN yang akan menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI Dengan memperbolehkan TNI-POLRI menduduki jabatan di lembaga publik.

6. Menyerukan kepada seluruh gerakan sosial untuk terus kritis dan melawan berbagai bentuk ketidakadilan, dan kebijakan yang merampas hak rakyat Indonesia, dan bertentangan dengan Undang-Undang 1945.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • Pemilihan umum legislatif yang disingkat sebagai Pemilu tahun 2024 akan mulai dilaksanakan pada 14 Februari 2024.

    Pemilu 2024