Sukses

Revisi UU Pilkada, Komisi II DPR Buka Peluang Perpanjang Masa Jabatan Pj Kepala Daerah

Menurutnya, surpres terkait revisi UU Pilkada kabarnya sudah masuk ke DPR RI sejak tiga bulan lalu di meja pimpinan.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi II DPR RI memastikan tetap merevisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada). Namun, bukan untuk membahas soal jadwal pilkada.

Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengatakan, soal jadwal Pilkada serentak 2024, pihaknya tetap mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Di mana, pilkada tetap digelar bulan November, tidak lagi dimajukan ke September.

"Kalau di dalam usulan revisi undang-undang itu kan usulannya dimajukan September. Tapi kan kemarin kita sudah sama-sama mengetahui ada putusan Mahkamah Konstitusi kan yang menegaskan November," kata Doli, kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, dikutip Kamis (14/3).

Kendati demikian, UU Pilkada tetap perlu direvisi, sebab surat presiden (surpres) sudah masuk ke DPR RI sehingga perlu ditindaklanjuti. Hanya saja fokusnya terkait masa jabatan penjabat (Pj) kepala daerah hingga keserentakan waktu pelantikan.

Doli menjelaskan, usulan memajukan jadwal Pilkada serentak 2024 ke September salah satu alasannya karena masa jabatan Pj kepala daerah berakhir pada 31 Desember 2024.

"Jadi artinya kalau lewat Desember kita harus tunjuk lagi pejabat-pejabat 270. Nah kemudian yang kedua misalnya soal keserentakan pelantikannya," ucapnya.

"Jadi kan selama ini kan yang diatur cuma keserentakan pilkadanya. Pelantikannya enggak baik DPRD, Provinsi, Kabupaten, Kota maupun Kepala Daerah. ini kan sama aja masa kita atur keserentakan pemilihannya tapi masa jabatan mereka nggak diatur serentaknya jadi masih banyak," sambung Doli.

Oleh karena itu, Komisi II DPR RI mempertimbangkan mengusulkan memperpanjang masa jabatan Pj kepala daerah hingga Januari atau Februari.

"Daripada kita capek lagi ngurusin Pj, mending yang sudah sekarang terpilih di 2020 itu, ya diperpanjang aja, dicabut yang 31 Desembernya sampai misalnya terpilih kepala daerah yang baru ya kapan, mau Januari atau Februari gitu," ungkap Doli.

Soal kapan rapat revisi UU Pilkada digelar, Doli belum bisa memastikan. Sebab, masih menunggu pimpinan DPR RI menggelar rapat badan musyawarah (Bamus) dan membacakan surpres terkait revisi UU Pilkada di rapat paripurna.

Menurutnya, surpres terkait revisi UU Pilkada kabarnya sudah masuk ke DPR RI sejak tiga bulan lalu di meja pimpinan. Namun tak segera ditindaklanjuti.

"Saya konfirmasi dengan Mensesneg itu udah tiga bulan yang lalu sebenarnya supresnyanya masuk ke pimpinan DPR. Nah, jadi kami tinggal menunggu kapan pimpinan DPR membahas itu di minimal rapat konsultasi Bamus, dulu tapi sebelumnya dibacakan dulu di paripurna kan bahwa ada surat masuk itu. Jadi kita harus menunggu itu," kata Doli.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

MK Putuskan Pilkada Serentak 2024 Sesuai Jadwal

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, pemerintah siap menggelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 kapanpun. Keputusan itu tinggal tergantung sikap DPR RI.

Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa pelaksanaan Pilkada serentak 2024 tetap sesuai jadwal, yaitu pada November mendatang. Namun, dalam revisi UU Pilkada, sempat muncul wacana memajukan pelaksanaan pilkada pada September 2024.

"Kalau mau dilaksanakan di bulan September, kita siap pemerintah. Kalau mau dilaksanakan bulan November juga kita siap, enggak masalah," kata Tito di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/3).

Pemerintah, kata Tito, hanya menunggu langkah dari DPR RI. Sebab menurutnya, partai-partai politik lah yang berkepentingan untuk mengikuti Pilkada serentak.

Sedangkan pemerintah hanya bertugas sebagai pelaksana pesta demokrasi saja.

"Silahkan, kita mendengarkan bagaimana pendapat para partai-partai yang mau berkontestasi, silahkan. Yang berkontestasi kan bukan pemerintah, partai yang berkontestasi. Mungkin mereka hitung untung ruginya," imbuhnya.

Reporter: Alma Fikhasari/Merdeka.com

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini