Sukses

5 Pernyataan BRIN Jelaskan soal Angin Tornado yang Terjang Kawasan Rancaekek Bandung

Angin kencang disertai hujan deras terjadi sekitar pukul 15.30 WIB pada Rabu 21 Februari 2024 menerjang kawasan Rancaekek-Jatinangor, Kabupaten Bandung, Jawa Barat (Jabar).

Liputan6.com, Jakarta - Angin kencang disertai hujan deras terjadi sekitar pukul 15.30 WIB pada Rabu 21 Februari 2024 menerjang kawasan Rancaekek-Jatinangor, Kabupaten Bandung, Jawa Barat (Jabar).

Angin kencang bahkan merusak sejumlah bangunan. Kejadian angin kencang di Rancaekek pun disebut bisa jadi tornado pertama di Indonesia.

Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yuliastian pun menjelaskan terkait angin kencang disertai hujan deras yang terjadi di kawasan Kabupaten Bandung itu.

Erma mengatakan, kejadian angin kencang tersebut bahkan dinilai mirip tornado yang biasa terjadi di Amerika Serikat. Dalam penjelasannya, Erma di antaranya melihat kejadian angin kencang Rancaekek dari aspek struktur atau bentuk angin kencang, durasi hingga efek.

Secara struktur, kata dia, tornado Rancaekek dinilai mirip dengan tornado di Amerika Serikat. Angin tersebut membentuk spiral disertai turunnya gumpalan awan menyerupai bentuk corong.

"Struktur tornado Rancaekek, Indonesia, dibandingkan dengan tornado yang biasa terjadi di belahan bumi utara, Amerika Serikat. Memiliki kemiripan 99,99 persen," kata Erma lewat cuitan di akun X, dikutip Liputan6.com, Kamis 22 Februari 2024.

Erma pun menegaskan pihaknya akan melakukan upaya rekonstruksi dan investigasi angin tornado yang melanda kawasan Rancaekek tersebut.

Dia menyatakan bahwa foto dan video yang tersebar di media sosial akan membantu investigasi kejadian angin tornado di Rancaekek.

"Kronologi foto-foto dan video dari masyarakat dan media sangat membantu periset dalam mendokumentasikan extreme event yang tercatat sebagai tornado pertama ini," terang Erma.

Erma menjelaskan tornado memiliki skala kekuatan angin yang lebih tinggi dan radius lebih luas. Angin tornado minimal kecepatan angin mencapai 70 kilometer per jam.

Berdasarkan kajian BRIN, angin puting beliung terkuat yang pernah tercatat memiliki kecepatan 56 kilometer per jam. Menurut Erma, kasus puting beliung yang biasa terjadi di Indonesia hanya berlangsung sekitar 5 sampai 10 menit itu pun sudah sangat lama.

Berikut sederet pernyataan BRIN terkait fenomena angin kencang disertai hujan deras terjadi di kawasan Rancaekek-Jatinangor, Kabupaten Bandung, Jawa Barat dihimpun Liputan6.com:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

1. Sebut Angin Kencang di Rancaekek Identik dengan Tornado di Amerika Serikat

Angin kencang disertai hujan deras menerjang kawasan Rancaekek-Jatinangor, Jawa Barat, Rabu (21/2/2024), sekitar pukul 15.30 WIB. Angin kencang bahkan merusak sejumlah bangunan. Kejadian angin kencang di Rancaekek pun disebut bisa jadi tornado pertama di Indonesia.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat mencatat, angin puting beliung itu sudah menerjang pemukiman warga, pabrik, hingga pusat perbelanjaan di sekitar perbatasan Jatinangor-Rancaekek tersebut. Dilaporkan, sedikitnya 10 unit rumah di Kampung Situbuntu, Kecamatan Cimanggung, terdampak dan mengalami kerusakan.

Kejadian angin kencang tersebut bahkan dinilai mirip tornado yang biasa terjadi di Amerika Serikat. Anggapan ini disampaikan peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yuliastian.

Dalam penjelasannya, Erma di antaranya melihat kejadian angin kencang Rancaekek dari aspek struktur atau bentuk angin kencang, durasi hingga efek.

Secara struktur, tornado Rancaekek dinilai mirip dengan tornado di Amerika Serikat. Angin tersebut membentuk spiral disertai turunnya gumpalan awan menyerupai bentuk corong.

"Struktur tornado Rancaekek, Indonesia, dibandingkan dengan tornado yang biasa terjadi di belahan bumi utara, Amerika Serikat. Memiliki kemiripan 99,99 persen," kata Erma lewat cuitan di akun X, dikutip Liputan6.com, Kamis 22 Februari 2024.

 

3 dari 6 halaman

2. Perkirakan Tornado Rancaekek Terjadi dalam Durasi Lama

Selain itu juga soal durasi. Dalam kasus puting beliung yang biasa terjadi di Indonesia, kata Erma, kejadiannya biasanya berlangsung hanya sekitar 5-10 menit. Tornado Rancaekek diperkirakan lebih lama dari waktu tersebut.

"Ada satu kasus yang tidak biasa ketika puting beliung terjadi dalam durasi 20 menit di Cimenyan pada 2021," ucap dia.

Selain itu, efek yang timbul akibat tornado juga diperkirakan bisa lebih merusak, sebab kekuatan angin tornado lebih tinggi serta memiliki radius lebih luas dari angin puting beliung.

"Efek tornado beda dengan puting beliung. Tornado punya skala kekuatan angin lebih tinggi dan radius lebih luas. Angin tornado minimal kecepatan angin mencapai 70 km/jam. Dalam kajian kami di BRIN, angin puting beliung terkuat: 56 km/jam," terang Erma.

 

4 dari 6 halaman

3. Tegaskan BRIN Bakal Investigasi Angin Tornado yang Terjadi, Sudah Prediksi Adanya Cuaca Ekstrem

BRIN menegaskan pihaknya akan melakukan upaya rekonstruksi dan investigasi angin tornado yang melanda kawasan Rancaekek di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat.

Erma Yulihastin menyatakan bahwa foto dan video yang tersebar di media sosial akan membantu investigasi kejadian angin tornado di Rancaekek.

"Kronologi foto-foto dan video dari masyarakat dan media sangat membantu periset dalam mendokumentasikan extreme event yang tercatat sebagai tornado pertama ini," kata dia.

Erma menjelaskan tornado memiliki skala kekuatan angin yang lebih tinggi dan radius lebih luas. Angin tornado minimal kecepatan angin mencapai 70 kilometer per jam.

Berdasarkan kajian BRIN, angin puting beliung terkuat yang pernah tercatat memiliki kecepatan 56 kilometer per jam. Menurut Erma, kasus puting beliung yang biasa terjadi di Indonesia hanya berlangsung sekitar 5 sampai 10 menit itu pun sudah sangat lama.

"Hanya ada satu kasus yg tidak biasa ketika puting beliung terjadi dalam durasi 20 menit di Cimenyan pada 2021," paparnya.

Lebih lanjut Erma mengungkapkan bahwa BRIN melalui Kajian Awal Musim Jangka Madya Wilayah Indonesia (KAMAJAYA) sudah memprediksi peristiwa cuaca ekstrem yang terjadi di Indonesia pada 21 Februari 2024.

 

5 dari 6 halaman

4. Beberkan Perbedaan Angin Tornado Rancaekek dan Amerika

Sementara itu, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN Eddy Hermawan menganalisa diameter puting beliung yang melanda kawasan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, terlalu kecil untuk disebut tornado karena cakupannya tak sampai 10 kilometer.

"Angin tornado di Amerika Serikat biasanya melibatkan tiga sampai empat kota, seperti Mississippi, California, dan New Orleans kena semua. Sedangkan, (puting beliung di Bandung) hanya Rancaekek yang diameternya kurang dari 10 kilometer," ujar Eddy di Jakarta, Kamis 22 Februari 2024.

Eddy menuturkan selain cakupan wilayah yang tergolong sempit, angin kencang berputar di Bandung juga memiliki kecepatan yang rendah sekitar 50 sampai 70 kilometer per jam.

Menurutnya, bencana angin kencang berputar baru bisa dikatakan tornado apabila memiliki kecepatan angin menembus angka 120 kilometer per jam.

Berdasarkan Skala Enhanced Fujita, kecepatan angin yang mencapai 120 kilometer per jam tersebut masuk ke dalam skala F1.

Tak hanya diameter yang kecil dan kecepatan yang rendah, faktor pembangkit angin kencang di Bandung hanya bersumber dari awan kumulonimbus yang sedikit dan sempit.

Badai tornado muncul di negara lintang tinggi, seperti Amerika Serikat akibat keberadaan awan kumulonimbus yang besar dan luas.

"Biasanya tornado berasal dari awan-awan yang ada di atas lautan masuk ke daratan. Sedangkan di Rancaekek tidak, karena berada di tengah Pulau Jawa," papar Edy.

 

6 dari 6 halaman

5. Sebut Tata Guna Lahan Jadi Pemicu Tornado Rancaekek

Lebih lanjut, Eddy menjelaskan bahwa fenomena puting beliung yang melanda Bandung, salah satunya dipicu akibat perubahan tata guna lahan.

Awalnya, Rancaekek merupakan kawasan hijau dengan suhu udara yang relatif stabil dan sejuk. Namun, ketika wilayah itu berubah menjadi kawasan industri membuat suhu udara menjadi tidak stabil dan cenderung panas.

Ketika siang hari suhu udara terasa sangat panas dan saat malam hari suhu udara menjadi sangat dingin.

Perubahan tata guna lahan menciptakan fenomena tekanan rendah yang menghisap uap air dari berbagai daerah di sekitar Rancaekek, sehingga menciptakan kumpulan awan kumulonimbus.

Kemudian, hembusan angin dingin dari Australia menciptakan perbedaan tekanan yang akhirnya membentuk pusaran angin.

"Saya melihat perubahan tata guna lahan begitu cepat," pungkas Eddy.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.