Sukses

Kasus Bunuh Diri di Indonesia Meningkat, Darurat Kesehatan Mental

Gangguan kesehatan mental dapat terjadi kepada siapa aja. Kondisi tersebut dapat terjadi karena berbagai faktor misalnya psikologi, biologis, dan lingkungan.

Liputan6.com, Jakarta - Ayah menjadi alasan utama Intan Putri melakukan perawatan ke psikiater. Dia bertekad untuk tidak menyakiti ayahnya dengan berhenti melakukan percobaan bunuh diri. Sudah hampir delapan tahun perempuan berusia 29 tahun itu bergelut dengan masalah kesehatan mental.

Pada tahun 2016 saat proses skripsi, Intan didiagnosis dengan gangguan bipolar. Dia juga mendapatkan penanganan di salah satu RS kesehatan jiwa wilayah Jakarta Selatan. 

Beberapa tahun sebelumnya dia sering kali menyakiti diri sendiri dengan mencengkeram salah satu tangannya dengan dalih untuk mengalihkan rasa sakit yang dirasakannya. 

Namun dari cengkraman tangan itu lama kelamaan berubah menjadi pikiran untuk melakukan percobaan bunuh diri. Mulai dari menggunakan benda tajam hingga yang lebih ekstrem.

"Dari percobaan bunuh diri yang terakhir saat jalan kaki ke mal, langsung telepon Mama sambil nangis ceritain kejadian barusan. Dari situ mulai pengobatan ke psikiater," kata Intan, kepada Liputan6.com.

Saat kecil, keluarga yang kurang harmonis membuat Intan yang berusia 5 tahun jadi kurang berkomunikasi dengan lingkungannya. Komunikasi dengan kedua orang tuanya pun juga sangat terbatas. Selain itu, dia juga susah bersosialisasi.

Setelah sang ayah dan ibunya memilih bercerai, dia semakin menarik diri dari lingkungan. Sejak saat itu Intan mulai menyadari ada permasalahan dalam dirinya. Ketika menginjak bangku SMP pada tahun 2010, dia mulai bertukar pikiran dengan sahabat penanya di media sosial. 

Beberapa di antaranya ada yang sedang mengalami depresi. Mulailah dia membandingkan dirinya dengan temannya tersebut. Ada beberapa kriteria yang dianggap mirip. Karena kurangnya informasi Intan mendiagnosis dirinya sendiri mengalami depresi. 

Intan mengakui saat itu edukasi mengenai gangguan kesehatan jiwa masih sangat minim. Bahkan informasi yang didapatkannya tidak detail. 

Selain berusaha tak acuh, Intan juga takut mendatangi profesional. Khawatir adanya stigma negatif dari orang-orang sekitar. Beberapa tahun kemudian ternyata gangguan kesehatan mental yang dialaminya semakin mengganggu. 

Ketidakmampuan Hadapi Konflik Dorong Orang Putus Asa

Gangguan kesehatan mental dapat terjadi kepada siapa aja. Kondisi tersebut dapat terjadi karena berbagai faktor misalnya psikologi, biologis, dan lingkungan. Sedangkan saat ini bunuh diri merupakan permasalahan yang sangat kompleks. 

Aksi bunuh diri juga tak mengenal status sosial ataupun pangkat seseorang. Mulai dari laki-laki atau wanita, tua-muda, masyarakat dengan kelompok terdidik, hingga para selebritas dapat melakukannya. Alasannya pun beragam. 

Dari masalah keluarga, tekanan hidup, pekerjaan, terlilit utang, hingga terkait penyakit yang tidak kunjung sembuh. Psikolog klinis dan Co-Founder Ohana Space, Veronica Adesla menyebut ketidakmampuan orang untuk menghadapi konflik-konflik dalam kehidupan dapat mendorong orang pada titik putus asa dengan hidupnya sendiri. 

Saat merasa putus asa dengan hidup, seseorang berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Kata dia, berdasarkan penelitian yang ada salah satu faktor utama kasus bunuh diri yaitu keluarga. Mulai dari adanya masalah, tekanan hingga tuntutan keluarga.

"Yang mungkin tidak bisa diutarakan ataupun diselesaikan dan disampaikan. Akhirnya kemudian mendorong pada perilaku bunuh diri, seperti itu. Depresi kemudian masuk kepada bunuh diri," kata Veronica kepada Liputan6.com.

Kendati begitu dia menyebut keluarga juga menjadi salah satu faktor yang dapat membuat orang berpikir ulang atau pencegah untuk melakukan bunuh diri. Sebab seseorang akan berpikir ulang dampak atau trauma yang akan ditimbulkan untuk keluarga.

Secara garis besar, kata Veronica ketidakmampuan untuk menghadapi berbagai konflik hingga masalah dalam kehidupan yang begitu besar dapat mendorong seseorang pada titik putus asa dengan hidup itu sendiri. Saat putus asa itulah seseorang berpikir untuk menyudahi hidupnya. 

"Daya resiliensi orang terhadap, toleransi terhadap stres, tekanan hidup, dan daya resiliensi itu kan daya kuat, daya untuk bangkit kembali itu kurang. Ini yang menyebabkan kenapa orang jadi takut untuk hidup, berani untuk mati karena berpikir yang lebih cepat kalau aku mengakhiri, maka semua ini akan berakhir, maka aku tidak lagi merasakan rasa sakit," ucapnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Hotline Center Bunuh Diri Diminta Diadakan dan Beroperasi 24 Jam

Karena itu diperlukan peningkatan kemampuan untuk bangkit dan pulih untuk menghadapi hidup dengan berbagai tekanan, dengan berbagai tingkat stres yang ada di dalamnya. Kasus bunuh diri di Indonesia pada tahun 2023 mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun sebelumnya.

Pada periode Januari-Oktober 2023, Polri mencatat ada 971 kasus bunuh diri di Indonesia. Angka tersebut melampaui data pada tahun 2022 yang tercatat sebanyak 900 kasus. Data kasus bunuh diri kemungkinan besar jauh lebih tinggi dibandingkan data resmi. 

Veronica menyebut aksi percobaan bunuh diri biasanya tidak langsung tiba-tiba. Namun terdapat sejumlah gejala yang dialami oleh orang tersebut. Sebab rasa kerentanan dimulai dari rasa putus asa, tak berdaya, tidak punya kendali hingga tidak memiliki kontrol.

"Dan kayaknya tidak ada jalan keluar lain, "Aku menyerah, aku capek dengan hidup ini." Itu adalah awalnya rasa itu muncul, dari situ kemudian muncullah, "Kalau gitu apa aku udahin aja?" Nah itu kita sebutnya adalah suicidal thought," ujar dia.

Setelah hal itu muncul biasanya akan ada pikiran lanjutannya atau fase suicidal attempt. Di mana seseorang sudah ada upaya untuk melakukan buruh diri dengan berbagai cara. "Nah eksekusinya di kapan ini yang kadang dadakan. Yang kadang itu seperti pencuri di malam hari. Ibaratnya kayak gitu. Jadi tiba-tiba dorongan itu muncul," imbuh Veronica.

Lingkungan berperan penting dalam pencegahan seseorang untuk melakukan aksi bunuh diri. Perilaku bunuh diri umumnya disertai dengan berbagai tanda. Bahkan tanda tesebut sebenarnya tidak timbul secara tiba-tiba. Karena itu masyarakat diminta untuk lebih peka dengan berbagai tanda ataupun perubahan seseorang sekitarnya. 

Apa Tanda-tanda Peringatan Orang Ingin Bunuh Diri?

Tanda peringatan bunuh diri berdasarkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), pertama yaitu membicarakan tentang bunuh diri, menyakiti diri, dan kematian. Kemudian membenci dan menghujat diri sendiri seperti merasa putus asa dan terjebak satu masalah. Mencari cara mematikan untuk bunuh. Menarik diri dari keluarga, teman, atau sahabat. 

Lalu, bertindak merusak diri sendiri misalnya melukai tubuh, konsumsi alkohol berlebih, overdosis obat-obatan. Perubahan fisik dan suasana hati yang drastis, contohnya mudah marah tak terkendali, tidur lebih lama dari biasanya atau punya masalah hidup. Mengatur segala hal untuk ditinggalkan atau memberikan barang pribadi kepada orang lain. Mengucapkan perpisahan atau selamat tinggal kepada orang-orang seolah tak bertemu lagi.

Veronica mengimbau agar orang-orang sekitar atau terdekatnya dapat memberikan rasa empati dan tanpa menghakimi. Atau lebih peka pada perubahan orang-orang terdekat.

"Karena itu memang perlu kita untuk teman-teman, untuk kerabat-keluarga yang memang tahu ada indikasi ini kok murung terus, kok tadinya suka melakukan berbagai hal sekarang enggak, kok jadinya lebih banyak menyendiri. Kalau sudah tahu gejala-gejala ini, atau pun yang mengalami tahu tadi ada, carilah segera pertolongan. Ini penting. Jangan tunggu sampai telat," ujar Veronica.

Menurut dia, kepedulian orang sekitar hingga masyarakat akan aksi percobaan bunuh diri dapat membantu sebagai langkah awal pencegahan. Selanjutnya untuk masyarakat dapat mengajak bicara atau ngobrol kepada yang bersangkutan.

"Kemudian kedua, kalau kita kenal keluarganya, cobalah kasih tahu ke keluarganya. Agar keluarganya jadi lebih aware lagi bahwa ini adalah hal serius. Selain itu, kalau memang kita tahu anak ini bisa direferlah ke profesional psikolog, psikiater, kasih tahu," sambungnya.

Veronica juga mendorong hotline center pencegahan bunuh diri di Indonesia dapat diaktifkan 24 jam. Sebab saat kondisi putus asa bahkan depresi hal yang paling mudah dilakukan yaitu menelepon seseorang.

"Enggak akan keluar untuk nyari atau ketemu psikolog ah, aku ke rumah sakit, enggak akan. Enggak ada daya, enggak ada semangat untuk itu. Yang paling mudah ya sudah, handphone yang paling gampang. Maka dihidupkan kembali hotline center ini gitu," tegas dia.

Veronica menyebut tingginya angka kasus bunuh diri di Indonesia merupakan tanda adanya kedaruratan kesehatan mental di masyarakat. Apalagi beberapa bulan terakhir pemberitaan terkait kasus bunuh diri di masyarakat cukup sering.

"Darurat-lah (kesehatan mental), kita bisa lihat kemarin itu dalam sebulan terakhir itu berapa kali itu, kasus saya dengar. Jangan tunggu sampai naik lagi dong. Langsung aja tindak dengan jelas, dengan tegas, juga kita bisa melakukan apa nih. Harus turunkan-lah langsung mandatnya apa untuk kita sama-sama menyikapi ini," Veronica menandaskan.

3 dari 5 halaman

Pelaporan Kasus Bunuh Diri di Indonesia Terburuk?

Kenaikan angka kasus bunuh diri di Indonesia dianggap beberapa pihak sebagai bentuk kesadaran masyarakat yang semakin meningkat. Dokter spesialis kedokteran jiwa Jiemi Ardian menyebut terdapat sejumlah faktor yang memengaruhi kenaikan angka bunuh diri di Indonesia. Namun ada kemungkinan angka tersebut bukan yang sebenarnya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jiemi dan sejumlah rekannya ditemukan jika angka kasus bunuh diri yang tidak dilaporkan tinggi sekali.

"Indonesia merupakan salah satu negara yang pelaporan kasus bunuh dirinya itu terburuk sedunia. Rata-rata dunia itu 0-50 persen under-reporting-nya. Sementara Indonesia under-reporting-nya itu sekitar 300 persen, itu enggak terlalu baik. Jadi kita bisa berasumsi angka real-nya sebenarnya lebih tinggi dari itu," kata Jiemi kepada Liputan6.com.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan Indonesia masuk kategori pelaporan bunuh diri yang rendah. Pertama yaitu faktor tabu bagi tenaga kesehatan ketika ada orang yang meninggal dikarenakan bunuh diri. Jiemi menyebut terdapat sejumlah layanan kesehatan yang tidak menuliskan kematian seseorang karena bunuh diri.

Hal tersebut melalui beberapa pertimbangan. Yaitu tabu untuk masyarakat dan tidak nyaman untuk keluarga yang ditinggalkan. Kemudian berkaitan dengan pembayaran yang tidak dibiayai oleh BPJS kesehatan. Padahal bunuh diri merupakan kedaruratan psikiater. 

"Ini menimbulkan kecenderungan bagi nakes untuk melakukan penyuntingan data, dia tidak menuliskan karena bunuh diri. Itu juga membuat under reporting. Selain nakes yang jujur, kita harus membuat sistem yang lebih open," ucapnya.

 

Percobaan Bunuh Diri Tak Sebatas Gangguan Jiwa 

Percobaan bunuh diri sebenarnya tidak hanya sebatas gangguan kejiwaan saja. Pada beberapa populasi, bunuh diri bisa terjadi tanpa adanya masalah kejiwaan. Misalnya yang terjadi saat perang. Kendati begitu depresi merupakan salah satu faktor besar seseorang terdorong atau minimal berpikir tentang mengakhiri hidup atau lebih jauh lagi.

Jiemi menyatakan banyak kasus bunuh diri itu sebenarnya sifatnya impulsif, mendadak atau tiba-tiba. Biasanya ada penyebab stres yang datang dan seseorang tidak mendapatkan penanganan hingga pertolongan untuk mengatasi masalah tersebut. Masalah tersebut meliputi keuangan, sosial, hingga konflik dengan orang terdekat.

"Jadi sesuatu yang cepat mendadak ini bisa mempengaruhi seseorang untuk terpikir minimal tentang mengakhiri hidup. Problem selanjutnya adalah mudahnya akses, alat-alat, atau cara-cara untuk mengakhiri hidup ini bisa mempermudah orang yang sedang impulsif atau yang sedang mendadak tiba-tiba terpikir dengan mudahnya mengeksekusi cepat kecenderungan bunuh dirinya," papar dia.

Jiemi mendorong agar kesadaran komunal mengenai isu bunuh diri tak hanya terbatas pada masalah kejiwaan. Sebab faktor ekonomi, diskriminasi pada kelompok minoritas misalnya memiliki keterkaitan pula dengan masalah kejiwaan. Untuk mengantisipasi maraknya kasus bunuh diri pemerintah diminta untuk menyediakan hotline khusus. 

"Saat ini (hotline) belum ada, Indonesia belum punya. Tapi tidak sebatas itu, bagaimana menjaga kondisi ekonomi tetap stabil, bagaimana tahun politik seperti ini tidak terlalu runyam dan ramai membenturkan golongan," ujar Jiemi.

"Karena di tahun politik kan saling berbenturan ditengah keterbatasan dan kesehatan jiwa. Satu-satunya harapan kita yang paling visible adalah pendekatan berbasis masyarakat,"sambungnya.

Jiemi pun mengimbau agar masyarakat tidak mengambil keputusan cepat, singkat yang berdampak permanen, misalnya terpikir untuk mengakhiri hidup. Kata dia, biasanya orang yang terpikir hal tersebut hanya ingin mengakhiri rasa sakit yang sedang dia rasakan dalam dirinya. 

Dia menegaskan jika ada cara lain selain melakukan percobaan bunuh diri. Yakni dengan meminta pertolongan kesehatan jiwa. 

"Psikiater siap membantu. Bapak ibu bisa mengunjungi dan bagi yang belum tahu kunjungi psikiater ditanggung bpjs, kita bisa memanfaatkan faskes yang disediakan pemerintah," Jiemi menandaskan. 

 

 

4 dari 5 halaman

BPJS Kesehatan Diminta untuk Meng-cover Biaya Soal Bunuh Diri

Presiden Asosiasi Pencegahan Bunuh Diri Indonesia, Sandersan Onie menilai kenaikan angka kasus bunuh diri pada tahun 2023 dapat disebabkan oleh sejumlah faktor. Pertama yaitu masih rendahnya pencatatan data dan analisis kejadian bunuh diri di Indonesia. 

Sebab berdasarkan karya ilmiah pada tahun 2023 menunjukkan bawah angka kasus disebabkan oleh faktor masyarakat yang lebih terbuka dan berani melaporkan peristiwa kepada pihak Kepolisian. Alasan berikutnya yakni dampak ekonomi dan emosional akibat Covid-19. 

"Bahwa dampak emosional dan ekonomi dari covid itu masih belum selesai. Terkadang saat kita terkena sesuatu seperti covid dampak emosional pada stres, pada peningkatan bunuh diri, pada masalah ekonomi itu enggak langsung kelihatan, bisa aja orang stres selama berapa tahun terus baru kelihatannya berapa tahun setelah itu. Jadi mungkin aja itu mengapa kita melihat di tahun 2023 ada peningkatan kejadian bunuh diri," kata Sandersan kepada Liputan6.com.

Sandersan menyoroti mengenai pendataan atau pelaporan mengenai kasus bunuh diri di Indonesia. Berdasarkan penelitian yang ada menunjukkan bahwa data yang ditangkap oleh pencatatan diperkirakan hanya sekitar 12-13 persen dari keseluruhan kejadian bunuh diri yang terjadi.

Apalagi saat ini BPJS kesehatan belum mencakup dalam pembiayaan terkait percobaan bunuh diri. Karena hal itu seseorang seringkali akan datang ke rumah sakit dan tidak mengakui bahwa luka yang mereka alami disebabkan karena pencobaan bunuh diri.

"Sehingga akan ada under reporting yang sangat besar di percobaan bunuh diri maupun di angka bunuh diri sendiri," ucap dia.

WHO telah mengeluarkan pedoman mengenai penanganan percobaan bunuh diri secara populasi. Pertama yaitu pembatasan. Yakni membatasi akses ke metode-metode bunuh diri. Sandersan menyebut cara paling efektif untuk mencegah bunuh diri yakni pembatasan aksesnya.

Misalnya tempat-tempat mungkin sering lakukan percobaan bunuh diri. Lalu bekerjasama dengan media, influencer, hingga perusahaan teknologi untuk membatasi berita tentang kejadian bunuh diri. Sebab hal tersebut dapat memicu untuk orang-orang yang rentan.

Kemudian bekerja sama dengan perusahaan dan sekolahan, agar anak kecil lebih mudah untuk bangkit dan pulih saat ada tekanan serta dapat mengatur emosinya. Lalu juga mendapatkan pendidikan mengenai cara penanganan kasus bunuh diri.

"Karena menangani kasus bunuh diri berbeda dengan menangani kasus kesehatan jiwa," ujar dia.

Bagaimana Cara Efektif Penanganan Individu?

Sedangkan untuk penanganan individual cara paling efektif yaitu menemani orang tersebut. Selain itu melakukan psikoterapi dan konseling dinilai akan membantu. Sebab banyak orang melakukan self harm atau menyakiti diri sendiri karena tidak dapat mengekspresikan emosi atau beban dengan kata-kata.

Sandersan juga meminta agar masyarakat lebih peka dan tidak anggap ringan ketika orang sekitar menceritakan tentang rencana bunuh diri.

"Kita harus selalu bantu, kita take seriously, kita harus anggap itu sebagai suatu hal yang serius, kita temani kita bantuin mereka, meskipun mereka ketemu psikolog dan psikiater, mereka ketemu dengan konselor, pemuka agama, kita sebagai teman baik kita temenin terus, itu salah satu cara kita bisa membantu orang yang punya dorongan bunuh diri," tegasnya.

Sementara itu, Sandersan juga menyoroti soal kurangnya tenaga profesional di Indonesia atau sekitar 1:60 ribu penduduk. Hal tersebut dinilai tidak memadai. Apalagi setiap wilayah di Indonesia memiliki budaya dan adat istiadat yang berbeda.

Untuk itu dia menyarankan agar menggunakan pendekatan populasi dan komunikasi. Yaitu bukan hanya psikolog dan psikiater yang dapat memberikan layanan. Nantinya mereka masuk dalam program pelatihan yang bertujuan untuk membekali pesertanya dalam membantu orang lain atau diri sendiri yang mengalami krisis mental maupun masalah kesehatan mental.

"Agar orang tua, saudara, guru, satpam semuanya paling engga bisa memahami dengan dasar kalo orang ini punya dorongan bunuh diri bagaimana saya bisa merespon nya dengan baik. Apa yang bisa saya katakan untuk membantu orang tersebut, apa yang justru saya jangan katakan yang akan membuat orang itu semakin stres," jelas Sandersan.

 

5 dari 5 halaman

KONTAK BANTUAN

Bunuh diri bukan jawaban apalagi solusi dari semua permasalahan hidup yang seringkali menghimpit. Bila Anda, teman, saudara, atau keluarga yang Anda kenal sedang mengalami masa sulit, dilanda depresi dan merasakan dorongan untuk bunuh diri, sangat disarankan menghubungi dokter kesehatan jiwa di fasilitas kesehatan (Puskesmas atau Rumah Sakit) terdekat.

Bisa juga mengunduh aplikasi Sahabatku: https://play.google.com/store/apps/details?id=com.tldigital.sahabatku

Atau hubungi Call Center 24 jam Halo Kemenkes 1500-567 yang melayani berbagai pengaduan, permintaan, dan saran masyarakat.

Anda juga bisa mengirim pesan singkat ke 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat surat elektronik (surel) kontak@kemkes.go.id.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.