Sukses

Kritik Politik Dinasti, Aliansi Mahasiswa Jawa Timur Gelar Panggung Mimbar Bebas

Ribuan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiwa Jawa Timur Bersama Masyarakat Selamatkan Demokrasi, menggelar mimbar bebas di Universitas Dr. Soetomo (Unitomo), Kecamatan Sukolilo, Kota Surabaya, Kamis (16/11/2023).

Liputan6.com, Jakarta - Ribuan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiwa Jawa Timur Bersama Masyarakat Selamatkan Demokrasi, menggelar mimbar bebas di Universitas Dr. Soetomo (Unitomo), Kecamatan Sukolilo, Kota Surabaya, Kamis (16/11/2023).

Mimbar bebas digelar sebagai bentuk kecaman dan penolakan mahasiwa beserta masyarakat atas adanya praktik politik dinasti dan nepotisme.

Koordinator Aliansi Mahasiswa Jawa Timur, Abi Naga Parawansa secara tegas menyampaikan kekecewaan mahasiswa dan masyarakat terhadap kepemimpinan Jokowi.

“Muncul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia minimal capres dan cawapres pada tanggal 16 Oktober 2023. Peristiwa ini membuat masyarakat bingung dan terheran-heran dengan yang terjadi di dalam tubuh pemerintah,” ujar Abi.

Abi menjelaskan putusan MK tersebut memiliki banyak konflik kepentingan antara Jokowi dan Ketua MK Anwar Usman, yang dinilai telah menggelar karpet merah untuk pencalonan Gibran Rakabuming Raka maju sebagai cawapres dalam Pilpres 2024 mendatang.

Kredibilitas MK sebagai lembaga tinggi negara pun patut dipertanyakan lantaran dalam prosesnya hingga diputuskannya putusan tersebut dipenuhi dengan kejanggalan demi kejanggalan.

“Dalam putusan MK tersebut, menyatakan bahwa seorang warga negara berusia di bawah usia 40 tahun dapat mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres dengan catatan pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk Pilkada. Putusan tersebut mengandung banyak kejanggalan, mulai dari inkonsistensi sikap MK dalam memutuskan pasal-pasal yang bersifat open legal policy, legal standing pemohon yang lemah, hingga terlibatnya Anwar Usman terhadap conflict of interest dalam perkara terkait. Kejanggalan-kejanggalan tersebut kian membuat putusan ini sarat akan banyak kepentingan politis,” ungkap Abi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Masalah Penyelesaian HAM

Tak hanya menyoal politik dinasti, mimbar bebas dari ribuan Aliansi Mahasiswa Jawa Timur dan masyarakat juga turut menyoroti janji penuntasan perkara Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu yang pernah dijanjikan Jokowi pada periode awal kepemimpinannya.

Pasalnya hingga 9 tahun menjabat sebagai orang nomor satu di Indonesia, mahasiswa dan masyarakat menyebutkan bahwa Jokowi tidak bersungguh-sungguh dalam menunaikan janjinya untuk menuntaskan catatan kelam pelanggaran HAM yang menjadi kewajiban pemerintah.

“Sembilan tahun rezim Joko Widodo telah mengesampingkan janji soal penuntasan pelanggaran hak asasi manusia, sejak 2014 janji penuntasan HAM pernah dijajakan dan menjadi bahan primadona materi kampanye. Secercah Asa itu sempat muncul di awal pencalonan Presiden Jokowi dalam visi, misi, dan agenda prioritas yaitu Nawa Cita. Dalam poin 4, bagian 9 serta pada point 11 huruf (f), Nawa Cita dikatakan; “Kami berkomitmen menyelesaikan secara berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu yang sampai saat ini masih menjadi beban sosial politik bagi bangsa Indonesia, seperti; Kerusuhan Mei, Trisakti Semanggi 1 dan 2, Penghilangan Paksa, Talangsari Lampung, Tanjung Priok, dan Tragedi 1965”. Namun Program Nawa Cita tersebut kini menjadi sebuah Duka Cita,” jelas Abi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini