Sukses

Minta Maaf ke TNI hingga Brigjen Asep Guntur Mundur, IM57+: Pimpinan KPK Seharusnya Malu

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk bertanggung jawab atas penetapan tersangka Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfandi yang merupakan seorang prajurit militer.

Liputan6.com, Jakarta Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk bertanggung jawab atas penetapan tersangka Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi yang merupakan seorang prajurit militer.

Ketua Indonesia Memanggil 57 (IM57+) Institute, Praswad Nugraha, menyampaikan bahwa penetapan tersangka sepenuhnya adalah kewenangan pimpinan KPK, bukan penyelidik atau penyidik KPK.

Dia menyebut pimpinan KPK seolah-olah cuci tangan atas polemik penetapan tersangka Kepala Basarnas sebagai tersangka suap pengadaan alat pendeteksi korban reruntuhan.

"Pimpinan KPK seharusnya bertangungjawab tidak boleh cuci tangan seolah-olah ini adalah pekerjaan tim penyelidik semata," kata Praswad dikutip dari siaran persnya, Sabtu (29/7/2023).

Praswad menjelaskan bahwa dalam Pasal 39 ayat 2 UU KPK, ditekankan bahwa segala tindakan yang dilakukan oleh tim KPK adalah atas perintah pimpinan KPK. Praswad menuturkan penyelidik KPK bertindak atas perintah dan pimpinan KPK.

"Jangan sampai ketika ada persoalan kesalahan dilimpahkan kepada para pegawai dan pimpinan hanya mau ketika ada prestasi," ujar Praswad.

Untuk itu, Praswad menegaskan bahwa pimpinan KPK harus bertanggungjawab secara etik maupun proses pidana yang dilakukan. Pasalnya, penetapan tersangka Kepala Basarnas Henri Alfiandi menuai polemik hingga memunculkan isu pengunduran diri Plt. Deputi Penindakan KPK dan Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu.

"Pimpinan KPK merupakan pihak yang bertanggungjawab dan mengendalikan seluruh perkara yang ada di KPK. Kesalahan atau ketidakcermatan pimpinan KPK tidak boleh terjadi di dalam proses pro yustisia (penanganan perkara), karena berpotensi masuk di dalam penyalahgunaan kewenangan," jelas Praswad.

Dia pun mengapresiasi pengunduran diri Plt. Deputi Penindakan KPK dan Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, usai pimpinan KPK meminta maaf kepada TNI karena menetapkan Kepala Basarnas sebagai tersangka. Praswad menilai pimpinan KPK seharusnya malu dengan hal tersebut.

"Tindakan Direktur Penyidikan sekaligus Plt. Deputi Penindakan yang mengundurkan diri karena pimpinan menyalahkan penyelidik sebagai tindakan yang sangat terhormat. Pimpinan seharusnya malu atas tindakan yang dilakukan dengan terkesan lepas tangan," kata Praswad.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pimpinan KPK Minta Maaf ke TNI karena Tetapkan Kepala Basarnas sebagai Tersangka Suap

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak meminta maaf kepada pihak TNI lantaran menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan alat pendeteksi korban reruntuhan.

Johanis meminta maaf karena pihaknya tidak koordinasi terlebih dahulu dengan pihak TNI sebelum mengumumkan keterlibatan Henri Alfandi. Permintaan maaf disampaikan usai Danpuspom TNI Marsda Agung Handoko mendatangi markas antirasuah.

"Pada hari ini KPK bersama TNI yang dipimpin oleh Danpuspom TNI di atas tadi sudah melakukan audiens terkait dengan penanganan perkara di Basarnas dan yang dilakukan tangkap tangan oleh tim dari KPK," ujar Johanis di gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (28/7/2023).

"Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan, mengetahui adanya anggota TNI, dan kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, kelupaan, bahwasannya manakala ada keterlibatan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani," Johanis menambahkan.

Johanis menyadari berdasarkan Pasal 10 UU Nomor 14 Tahun 1970 diatur bahwa lembaga peradilan terdiri dari empat, yakni peradilan umum, peradilan militer, peradilan tata usaha negara, dan peradilan agama. Menurut Johanis, sejatinya dalam menangani kasus yang bersinggungan dengan militer, maka harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan pihak TNI.

"Peradilan militer khusus anggota militer. Ketika melibatkan militer, maka sipil harus menyerahkan kepada militer. Di sini ada kekeliruan dari tim kami ada kekhilafan. Oleh karena itu tadi kami sampaikan atas kekhilafan ini. Kami mohon dimaafkan," kata Johanis.

Johanis mengatakan pihaknya sudah meminta Danpuspom TNI untuk menyampaikan permintaan maaf kepada Panglima TNI Laksamana Yudo Margono.

"Kami dari jajaran lembaga, pimpinan KPK beserta jajaran sudah menyampaikan permohonan maaf melalui pimpinan dan Puspom untuk disampaikan kepada Panglima," kata Johanis.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.